Saya bukan teolog jadi tak sempat membuka kitab suci lain selain Al Quran dalam penggambaran surga.Namun saya yakin dalam kitab suci agama lainnya pun pasti selalu menyertakanreward bagi manusia yang telah berbuat baik sepanjang hidupnya untuk kelak secara kekal ditempatkan di sebuah tempat yang istimewa dan menyenangkan bernama surga, jannah, adn, paradise,khayangan, shangrilla entah apalagi sebutannya tapi semuanya merujuk pada satu tempat yang didalamnya berisi kesenangan dan kenikmatan semata. Tapi saya jadi bertanya-tanya, kenapa hanya sedikit manusia yang tergerak dan bersungguh-sungguh berusaha untuk kelak menjadi penghuni surga?
Atau mungkin kita yang terlalu GR bahwa kita ini sudah jadi orang baik, dan setelah mati pasti masuk surga? Okelah, kita memang rajin berumroh, berhaji juga, tak pernah bolong sholat, rajinpuasa, berinfak dan bersedekah yang porsinya tapi tak merepresensikan jumlah kekayaan kita yang sebenarnya. Tapi jangan lupa, kalau kita rajinmenggunjing, suka iri dengki kalau lihat orang lain sukses, rajin mengunjungi situs porno, sebagian ada yang rajin berzina dan tak merasa berdosa korupsi karena sebagian kecil hasil korupsi itu kita sumbangkan masjid dan anak yatim.
Lalu kita membuat satu rumus matematika agama sendiri. Kalau 1 dosa + 1 pahala = nol. Artinya kita kembali fitri, kembali suci, bisa membuat dosa yang lebih kreatif lagi. Busy******t! Apakah ini sebuah konsep ‘yin and yang’ kontemporer? Bahwa manusia sebagai pembangun dan perusak sekaligus? Lalu apa namanya dunia ini, jika orang-orang yang hidup di dalamnya bersikap mendua, setengah-setengah dalam melaksanakan ibadah dan ambigu seperti ini?
Bukankah dunia hanya mengenal dua kutub, utara dan selatan agar ia tetap berputar pada porosnya? Ada siang ada malam sebagai akibat rotasi matahari, agar keseimbangan kehidupan di bumi tetap terjaga lestari. Perlu laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Ada sikap baik dan salah, yang menghasilkan pahala atau dosa tergantung amal yang dilakukan.Allah menciptakan si malaikat dan si setan, untuk menjaga dan menggodamu.
Keambiguan akan menyulitkan penilaian. Jika engkau laki-laki maka kawinilah perempuan, jadilah suami dan bapak yang baik maka keluargamu senang dan masyarakat pun tentram. Malaikat Rakib dan Atid takkan kebingungan mencatat dan menggolongkan perbuatan dan amal ibadahmu. Jika engkau bersifat setengah-setengah maka dunia akan kacau adanya. Seorang laki-laki yang menikahi laki-laki sampai kiamat pun takkan mampu menghasilkan keturunan sendiri., engkau laki-laki namun mencintai lelaki, badan jantan tapi pakai gaun dan pakaian dalam, berdandan dan bergincu, akan terlihat aneh dan rancu. Engkau resah sendiri pada statusmu, masyarakat gerah melihatmu dan tak jelas dalam menilaimu, keluargamu pun sedih karena tindakanmu. Saya tak bermaksud menyinggung siapapun dalam hal ini, hanya memotret kenyataan.
Kembali pada konsep surga. Mengapa surga terlihat tak begitu sexy untuk dimasuki generasi masa kini. Kenapa saya bilang begitu? Karena sebagian besar para tersangka perbuatan korupsi saat ini rata-rata masih dalam usia produktif, antara umur 30-50 an. Bukan mereka yang uzur dan sudah takut mati, yang berusaha membekali anak cucu saat tak lagi bisa menghidupi dari uang pensiun yang tak kan sebanding dengan gaya hidup yang terlanjur dilakoni.
Lalu saya berpikir, apa semua ini juga pengaruh media?
Saya besar dengan pengaruh majalah trend gaya hidup dan pergaulan. Bahwa orang yang sukses dan bahagia adalah orang yang punya titel selangit, rumah besar minimalis, selalu jalan-jalan ke luar negeri, istri cantik dan mobil sexy. Media massa yang mengekpose manusia cantik dan tampan dalam balutan barang-barang mahal yang mereka sebut mewah dan berkelas. Kadang saya tak habis pikir, kok mau-maunya ya saya dibodohi bahkan merasa bangga untuk merogoh dompet dalam-dalam kadang sampai dibela-belain ngutang pakai uang plastik yang bunganya ajib gile agar bisa memakai baju, celana jeans, sepatu, pakaian dalam, parfum hingga tas dan dompet dengan inisial nama orang lain yang tak saya kenal di dalamnya?
Dan bukannya nama saya sendiri? Penasaran juga, formula apa yang disertakan pada barang-barang itu sehingga ketika saya memakainya saya merasa keren, cool, percaya diri dan membuat mata orang lain melotot iri? Saya juga tak tahu, kenapa ya ketika orang lain memandang iri kok saya jadi merasa bahagia sekali? Wah, ternyata untuk mendapat predikat cool, keren, sosialita, up to date saya harus mengorbankan banyak hal, termasuk identitas saya sendiri, yang tenggelam di antara nama besar merk berbagai barang yang saya pakai. Bahkan, saya sampai mengorbankan untuk tak mendengar hati nurani saya sendiri ketika menilep uang negara untuk mendapatkan barang yang ditulisi nama orang lain itu. Sebenarnya saya pintar, kaya, keren, bodoh apa naif ya?
Saya ingin selalu terlihat keren, sukses, mengundang decak iri, bodi seksi dan berwajah usia duapuluhan. Untuk itu saya rela korupsi, mark up dana proyek gila-gilaan, tak keberatan ditiduri si bos, kalau perlu jadi istri simpanan sekalian, mungkin sekedargadis bispak, atau menanggung resiko malu tak tertanggung ketika ketahuan mengutil karena ngiler pada barang yang dipajang di mal.
Ketika Hedonisme telah menjadi agama dan diterjemahkan dalam ayat-ayat materialisme yangdiciptakan secara anggun dan membius oleh kerajaan kapitalisme. Mungkin inilah surga kontemporer yang diinginkan pemuja materi duniawi.
“Dan disediakan untukmu surga belanja, di mana Mal Debenhams buka 24 jam setiap harinya, dan engkau dibekali platinum credit card tanpa limit yang bisa digesek sepuasnya untuk mendapatkan gaun Yves Saint Laurent paling menawan, kaca mataframe kulit penyu dari Rayban, dan parfum Bulgary limited edition. Tak ketinggalan dokter bedah plastik paling ahli yang akan menyulap dadamu ber ukuran 36 D tanpa cela dan perut rata tanpa lemak yang tersisa serta bokong padat berkontur 180 sempurna.Dan mengalirlah sungai-sungai botox di bawahnya yang bisa kau pakai sepuasnya untuk menghapuskan seluruh kerut usia agar kulit cling senantiasa tanpa peduli pada usia. Itulah ganjaran bagi orang-orang yang beriman pada kehidupan fana dunia”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H