Mohon tunggu...
Shita Istiyanti
Shita Istiyanti Mohon Tunggu... Desainer - Penulis Opini, desainer grafis

Saya suka menulis opini soal permasalahan umat Islam saat ini.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pernikahan Anak, Mengapa Ditolak?

16 Oktober 2024   23:42 Diperbarui: 17 Oktober 2024   00:12 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo


Oleh : Shita Istiyanti

Pernikahan anak menjadi polemik hangat di Indonesia. Pasca hebohnya dunia Maya dengan pernikahan tokoh agama dan selebgram Gus Zizan dan Syifa yang masih belia. Kabarnya Syifa masih 16 tahun. Di kabupaten Malang pernikahan anak masih menjadi angka yang tinggi. Pengadilan agama mencatat ada 287 anak yang menikah sejak Januari hingga Mei lalu (radarmalang.jawapos.com  09/24).

Pemerintah mengambil langkah serius dalam meminimalisir pernikahan anak ini. Pasalnya batas minimal usia menikah yakni 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan dibawah usia tersebut masih cukup tinggi angkanya. Berbagai langkah dilakukan oleh perintah mulai dari melakukan banyak penyuluhan dan seminar-seminar tentang bahaya menikah belum cukup umur.

Dilansir dari lama Halodoc.com ada banyak dampak buruk menikah di usia dini. Mulai dari gangguan kesehatan fisik, komplikasi saat melahirkan, anemia dll, resiko gangguan mental, KDRT, perceraian, putus sekolah, kemiskinan hingga hak anak yang terabaikan. Namun yang jadi pertanyaan bukankan orang yang menikah di usia matang juga banyak mengalami hal ini?

Mahkamah agung mencatat ada 463 kasus perceraian sepanjang 2024, faktor terbesarnya adalah ekonomi. Ada 25,22 juta warga miskin, warga kelas menengah turun kelas menjadi miskin, pun ada 17% warga mengalami depresi (cnnindonesia.com)

Memang benar adanya kematangan berfikir usia sekarang jauh dari layak. Generasi sekarang cepat menjadi baligh namun sangat lambat dalam Aqil. Dilansir dari Healthline dengan menganalisis 71.000 responden wanita, didapatkan kesimpulan bahwa usia menstruasi wanita mengalami penurunan, yang dulunya usia 12,5 menjadi 11,9 tahun. Semakin tahun semakin menurun. Namun penurunan angka usia menstruasi ini tak diiringi dengan tingkat kedewasaan mereka. Maka tak heran jika di usia yang sudah baligh mereka masih terlihat kekanak-kanakan dan tidak bisa memutuskan sesuatu dalam hidupnya.

Hal ini diperparang dengan tidak adanya kontrol dari negara. Tontonan porno bisa diakses dimana saja dan kapan saja. Dengan fasilitas gawai di tangan mereka mereka bisa dengan mudah mengakses video yang seharusnya tidak mereka tonton. Alhasil zina merajalela, sebanyak 63% remaja mengaku pernah berhubungan intim (antaranews.com). Bahkan trend "cek in" atau "jatah mantan" menjadi biasa diantara mereka, bahkan sebuah aib jika tak melakukannya. Naudzubillah disaat nikah muda ditolak tapi zina dilegalkan.

Akar masalah dari semua ini bukanlah usia. Karena alamiahnya seseorang yang sudah baligh secara fisik harusnya dia juga sudah Aqil atau berakal. Artinya dia bisa membedakan mana yang benar dan salah, bisa dewasa dalam berfikir karena akalnya sudah sempurna. Namun nyatanya berbeda, sistem kapitalisme hari ini telah gagal dalam membentuk kepribadian warganya. Gagal membentuk pola pikir dan pola sikap warganya. Hal ini karena standar benar salah dalam kapitalisme itu sendiri yang relatif. Dalam sistem kapitalisme standar benar salah adalah suara mayoritas. Alhasil jika zina dipandang lumrah oleh mayoritas, maka UU pun tak bisa melarangnya. Standar seperti ini tak layak dijadikan acuan karena sangat membahayakan. Sistem kehidupan kapitalisme jelas tak layak dijadikan sebagai sistem kehidupan.

Dalam Islam jelas manusia yang sudah baligh secara fisik maka tak ada larangan untuk menikah kecuali dia belum siap. Namun akan salah bila memandang standar syariat Islam ini dalam bingkai aturan kapitalisme. Islam adalah sebuah mabda yang didalamnya ada aturan yang sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Dalam Islam ada sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk anak-anak berkepribadian Islam. Sistem ekonomi yang meniscayakan distribusi harta secara merata dengan konsep kepemilikannya. Pun dengan sistem sosial dan sanksinya yang saling terintegrasi dalam membentuk pemuda berkepribadian Islam dan menjaga mereka dari tindakan yang dilarang syariat. Pun konsep benar salah dalam Islam sangat jelas tidak ambigu karena dalil Syara' sudah menetapkannya dengan jelas.

Maka bukan menikah mudanya yang harus ditolak, tapi sistem gagal ini yang harus kita tolak bersama diganti dengan sistem buatan Allah yakni sistem Islam. Wallahualambissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun