Platform yang menyajikan konten video-video pendek memang semakin banyak penggunanya dalam tahun-tahun terakhir ini. Mudah dinikmati dan juga dibagikan. Namun adiksi terhadap konten video-video pendek ini pun semakin jelas terlihat, khususnya pada kaum muda. Hal ini berdampak tidak hanya pada kesehatan fisik namun juga mental.Â
Konten video pendek dapat berupa potongan lagu, klip yang menghibur, maupun potongan berita. Dengan perangkat AI terbaru, konten apapun dapat diubah menjadi TikTok ataupun Short YouTube. Oleh karena itu, jumlah video yang dibuat di berbagai platform media sosial sangat berlimpah dan dapat membuat penggunanya berselancar tiada henti.Â
User generated content (UGC), jenis konten yang dibuat oleh pengguna - bukan oleh suatu perusahaan atau merek tertentu, diketahui adalah yang paling membuat ketagihan kaum muda. Hal ini terutama karena mereka senang menikmati kehidupan orang-orang asing yang tidak mereka kenal. Banyaknya UGC ini didorong oleh yang disebut voyeurisme sosial.
Media-media sosial mengetahui dengan tepat strategi untuk mempertahankan penggunanya. Walaupun tahu apa yang disajikan mengganggu nilai-nilai hidup kita, namun kita tidak menentang hal tersebut. Kita patuh dan tunduk karena stimulus gratifikasi hiburan secara instan yang diperoleh.Â
Sejauh ini, bisa dipastikan Anda yang saat ini membaca ingin segera berhenti membaca. Atau kepala Anda mulai terasa berkabut. Anda ingin membaca sesuatu yang lebih pendek atau bacaan dengan lebih banyak gambar dan lebih sedikit teks. Lebih baik lagi bila tulisan ini dapat berubah menjadi video.Â
Tidakkah kita sadari kalau penderitaan ini karena kemampuan kita untuk berkonsentrasi semakin merosot?Â
Efek dari kebanyakan berselancar di media sosial pada mata telah banyak dipelajari, namun studi dampaknya pada memori dan fungsi kognitif masih terbatas. Menikmati video-video pendek secara terus menerus diketahui mempengaruhi daya ingat (memori) dan rentang perhatian.Â
Candu video pendek
TikTok, sebuah platform yang terkenal dengan video-video pendeknya, diketahui beroperasi dengan prinsip yang dikenal dalam psikologi sebagai 'penguatan acak'. Tidak hanya TikTok yang menyajikan video-video pendek, Instagram dan Facebook pun memiliki platform yang serupa yaitu Reel dan Youtube memiliki Short.
Dilansir dari Forbes, profesor University of Southern California (USC) dan juga seorang penulis, Dr. Julie Albright, mengatakan pengalaman pertamanya dengan TikTok adalah untuk keperluan penelitian.Â
Walaupun pertama kalinya ia berselancar di platform tersebut, Albright mengaku telah menghabiskan waktu satu jam tanpa ia sadari. "Saya menjadi candu sejak pertama sekali," katanya.Â