Si Gendut menangis. Merasa dunia sudah memperlakukannya tidak adil. Kenapa dia selalu dipandang sebelah mata oleh banyak orang? Kenapa dia selalu terlihat seperti seonggok daging berjalan sementara yang lain bisa terlihat seperti gitar spanyol, atau buah pir, atau jam pasir, atau handphone keluaran terbaru. Kenapa? Satu-satunya buah yang mirip dengannya sekarang hanyalah semangka.
Sebal! Muka si Gendut cemberut. Pipinya makin terlihat cembung dari hari ke hari. Kenapa Tuhan tidak adil? Ada yang bisa kurus hanya dalam waktu sebulan, tapi kenapa si Gendut malah makin gendut dalam waktu seminggu? Si Gendut benar-benar ingin kurus sekarang. Bulan Maret nanti ada reuni sama teman kantornya dulu. Bagaimana reaksi mereka nanti dengan kegendutan si Gendut yang makin mengkhawatirkan?
Aw! Si Gendut meraba lutut kirinya lagi. Terasa sakit setiap kali bangun dari duduk. Apa ini? Apakah si Gendut sudah terkena asam urat? Ataukah memang tulangnya yang mudah keropos seiring dengan perkembangan lemak di badannya? Lemak-lemak mengambil alih kalsium, menyandera gizi yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk regenerasi sel tulang yang rusak. Dasar lemak! Padahal umur si Gendut belum tiga puluhan.
Di bagian paha si Gendut juga sudah terjadi kolaborasi antara lemak jahat dengan protein yang biasa disebut selulit. Astaga Tuhan! Kenapa si Gendut ini jadi makin gendut saja? Perut, isinya lemak. Bokong, juga lemak. Paha, lagi-lagi lemak. Dada, separuh isinya kemungkinan lemak. Wah, ada paha sama dada? Makin lama si Gendut makin terlihat seperti ayam goreng saja.
"Olahraga, Ndut," kata Melani (bukan nama sebenarnya).
"Iya olahraga. Jangan diet doang." kata Unyil (bukan nama sebenarnya).
"Jangan seperti si anu yang foto masa kecilnya gemuk trus sekarang pas sudah dewasa, dia kurus. Kamu lihat tidak, lengannya menggelambir. Itu hasil diet sama sedot lemak kayaknya. Kamu mau lengan kamu menggelambir seperti itu? Makanya olahraga biar kenceng lengannya sekalian," kata Usro (bukan nama sebenarnya).
Tapi susaaaaaaaaaaaaah... Si Gendut lebih memilih es krim kopi karamel daripada sit up. Lebih memilih cheesy pasta daripada berlari ria di treadmill. Es krim kopi karamel dan cheesy pasta terlihat sangat menggoda iman dan lemaknya.
"Sudahlah..." si Gendut mulai mengeluarkan suara, "semua pasti akan indah pada waktunya."
Melani, Unyil, dan Usro memandang si Gendut dengan sinis. Apa iya begitu, mungkin itu yang terpikir di benak mereka.
"Tidak berdiet, artinya aku menghargai hidupku dengan membiarkan seluruh anugerah makanan masuk ke tubuh. Semua vitamin, protein, mineral, bahkan lemak bisa berenang bebas dalam darahku. Ketika aku menghilangkan lemak yang aku punya, bukankah itu sama artinya dengan aku menghalangi hak mereka untuk hidup di badanku?"
Melani, Unyil dan Usro saling berpandangan. Otak si Gendut mungkin sekarang juga sudah terkontaminasi lemak, pikir mereka. Si Gendut mungkin memang sudah dipatenkan untuk gendut selamanya. Ya sudahlah. Mereka akhirnya berjanji tidak akan mencampuri urusan si Gendut dengan lemaknya lagi. Kegiatan hari itu pun ditutup dengan strawberry shortcake di cafe pak Ogah (bukan nama sebenarnya).
Ya... Ya... Ya... Menjadi gendut itu mungkin takdir. Tapi menjadi bahagia dan berteman dengan kegendutan itu adalah pilihan. Walaupun tidak ada salahnya sesekali terlintas keinginan untuk menjadi kurus lalu memulai satu pilihan baru dengan cara olahraga. Tapi kalau kita bahagia dengan diri kita sekarang, apa salahnya? Kalau kita tidak bahagia dengan diri kita sekarang, ya berarti kita memang butuh menambahkan olahraga dalam rutinitas sehari-hari. Be healthy, be strong, be happy, and be...rolahraga jangan lupa. Hehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H