Mohon tunggu...
Shinta Sartika Annisa
Shinta Sartika Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pergeseran Dinamika di United Nations: Perubahan Posisi Australia dalam Konflik Israel-Palestina

13 Desember 2024   08:55 Diperbarui: 13 Desember 2024   08:55 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pergeseran Dinamika di United Nations: Perubahan Posisi Australia dalam Konflik Israel-Palestina

Australia baru-baru ini menyesuaikan kebijakan luar negerinya dalam konflik Israel-Palestina, menandakan perubahan yang signifikan dalam pendiriannya. Pergeseran ini disoroti selama sesi Majelis Umum PBB baru-baru ini, di mana Australia memberikan suara mendukung resolusi yang menyerukan agar Israel mengakhiri pendudukannya di Gaza, The West Bank, dan East Jerusalem. Keputusan ini menandai perubahan dari sikap abstain atau penentangan Australia dalam sejarahnya terhadap resolusi serupa dan mencerminkan penekanan baru pada prinsip-prinsip hukum internasional dan penentuan nasib sendiri (Taragin, 2024).


Perubahan Posisi di PBB

Secara historis, Australia telah mempertahankan aliansi yang kuat dengan Israel, mendukung haknya untuk eksis dan menentang tindakan sepihak yang dianggap merugikan keamanannya. Namun, pada bulan Desember 2024, Australia mematahkan tren yang berlangsung selama dua dekade dengan memberikan suara mendukung resolusi PBB yang menyerukan agar Israel menarik diri dari wilayah Palestina, yang menandai perubahan penting dalam pendekatan diplomatiknya (Guinan, 2024). Resolusi yang didukung oleh Australia ini menuntut agar Israel menghentikan kegiatan permukiman dan menarik para pemukim dari wilayah-wilayah pendudukan. Duta Besar Australia untuk PBB, James Larsen, menyatakan bahwa pemungutan suara tersebut mewakili kembalinya Australia ke posisi sebelum tahun 2001, yang memperjuangkan kolaborasi internasional untuk solusi dua negara. Dia menggarisbawahi bahwa ini tetap menjadi satu-satunya jalan yang layak untuk perdamaian abadi bagi warga Israel dan Palestina . 

Mengutip Staff (2024), Menteri Luar Negeri Penny Wong menekankan bahwa perubahan ini bertujuan untuk berkontribusi secara konstruktif terhadap upaya perdamaian internasional, dengan menyatakan bahwa Australia berupaya untuk bekerja di dalam komunitas global untuk mengakhiri siklus kekerasan dan mempromosikan solusi dua negara yang layak. Perubahan ini sangat kontras dengan kebijakan Australia sebelumnya yang sering abstain atau memberikan suara menentang resolusi serupa, yang mencerminkan pengakuan yang semakin besar akan perlunya diplomasi yang seimbang di kawasan ini. 

 Perspektif mengenai Gencatan Senjata dan Seld-determination

Konflik yang sedang berlangsung telah menimbulkan pertanyaan mendesak tentang penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan bagi warga Palestina. Para pendukung berpendapat bahwa mengakui kenegaraan Palestina sangat penting untuk mencapai perdamaian dan keadilan yang langgeng Mereka berpendapat bahwa pengakuan Australia tidak hanya akan menyelaraskannya dengan mayoritas negara anggota PBB, tetapi juga memperkuat prinsip penentuan nasib sendiri yang tercantum dalam hukum internasional.

Sebaliknya, para kritikus di dalam negeri Australia mengungkapkan kekhawatiran bahwa pengakuan tersebut dapat merusak keamanan Israel dan memperkuat kelompok-kelompok militan seperti Hamas. Pemimpin oposisi Peter Dutton mengartikulasikan sudut pandang ini, dengan menekankan perlunya fokus pada pelucutan senjata organisasi teroris daripada memfasilitasi kenegaraan melalui kekerasan.  Wakil pemimpin oposisi Sussan Ley menyatakan bahwa keputusan tersebut "memberi penghargaan kepada teroris" dan dapat merenggangkan hubungan dengan sekutu-sekutu seperti Amerika Serikat (Taragin, 2024).

Peran Hukum Internasional

Dikutip dari Embassy of the State of Palestine (2023), posisi Australia juga dipengaruhi oleh kerangka hukum internasional, termasuk keputusan terbaru dari Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai tindakan Israel di wilayah pendudukan. Meskipun Australia belum secara resmi mengakui bahwa keputusan-keputusan tersebut mengikat, ada tekanan yang meningkat dari kelompok-kelompok masyarakat sipil yang mengadvokasi pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina.  The International Court of Justice (ICJ) mengeluarkan opini penasihat penting pada Juli 2024, yang menyatakan bahwa pendudukan dan pencaplokan Israel atas wilayah Palestina adalah tindakan yang melanggar hukum. Keputusan ini memiliki implikasi yang signifikan bagi Australia, yang diminta untuk menyelaraskan kebijakan luar negerinya dengan hukum internasional dan menjunjung tinggi hak-hak warga Palestina. ICJ menekankan bahwa semua negara, termasuk Australia, memiliki kewajiban untuk tidak membantu atau membantu mempertahankan kehadiran ilegal Israel di wilayah pendudukan. Pengadilan menemukan bahwa kebijakan Israel sama dengan segregasi rasial dan apartheid, yang melanggar larangan internasional terhadap praktik-praktik semacam itu. Keputusan ini menuntut pertanggungjawaban dari negara-negara yang secara historis mendukung Israel, termasuk Australia, dan menciptakan kewajiban positif bagi negara tersebut untuk menghentikan dukungan apa pun yang dapat ditafsirkan sebagai dukungan terhadap pendudukan Israel. Tanggapan di Australia sangat bervariasi. Organisasi seperti Dewan Imam Nasional Australia (ANIC) menyambut baik keputusan ICJ, memandangnya sebagai pengesahan hak-hak Palestina dan seruan bagi Australia untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara sekaligus mengutuk operasi militer Israel. Sebaliknya, para pengkritik berpendapat bahwa meskipun Menteri Luar Negeri Penny Wong mengakui keputusan tersebut, pemerintah Australia belum mengambil langkah yang cukup untuk menyelaraskan kebijakannya dengan temuan Pengadilan. Mereka menekankan bahwa dukungan verbal saja tidak cukup tanpa adanya tindakan yang sesuai yang mencerminkan kewajiban Australia di bawah hukum internasional. Selain itu, terdapat tekanan yang semakin besar terhadap pemerintah Australia untuk meninjau kembali hubungan diplomatiknya dengan Israel secara komprehensif, termasuk mengkaji ulang perjanjian perdagangan dan kerjasama militer, terutama mengingat meningkatnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan terjadi di wilayah pendudukan.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun