Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Cerita Felmy Febrianto, Memilih Menjadi Seniman

12 Juli 2017   00:13 Diperbarui: 12 Juli 2017   00:24 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Rise of Yogyakarta Kingdom

"Bagi saya seni itu adalah hiburan. Seni itu bebas. Jadi nggak ada alasan khusus mengapa saya menjadi seniman Kethoprak. Saya cuma seneng aja terus menggeluti Kethoprak"

Felmy Febrianto (32 tahun) atau yang akrab dipanggil Felmy adalah seorang seniman muda yang mengawali ketertarikannya untuk terjun ke dunia seni peran di tahun 2007 silam. Meniti karier menjadi seorang seniman dilakoninya dari kesukaannya di dunia seni peran. Sudah 10 tahun terakhir Felmy menggeluti bidang seni ini. Awalnya karier menggeluti Kethoprak di kampung. Atas kejuaraan yang diraihnya, Felmy merasa termotivasi untuk terus main Kethoprak. Lomba antar kelurahan dan kecamatan pun dilakoninya. Tak ada alasan khusus mengapa dirinya memilih Kethoprak.

Felmy tergabung dalam komunitasi seniman yaitu Paguyuban Seni dan Tradisi Kota Yogyakarta (Pastika) yang merupakan kumpulan seniman dari 14 kecamatan di Yogyakarta. Baginya seniman itu lebih kepada orang yang bebas. Seniman akan peka terhadap kegelisahan yang ada di dalam dirinya menanggapi situasi yang ada di sekitarnya, kemudian ia akan menuangkan kegelisahannya tersebut dalam suatu karya. Seni itu bebas. "Apapun bisa menjadi karya", tutur Felmy.

Ketika ditanya kategori seniman, Felmy mengklasifikasinya dalam dua bagian yaitu seniman selaku dan seniman sebagi konseptor atau pemikir untuk seni panggung. "Dulu awalnya saya adalah lakon atau pemain. Dari satu panggung ke panggung lain, kemudian saya mulai belajar menyusun naskah untuk seni panggung". Karya yang dibuatnya telah berhasil menjuari berbagai kejuaran mulai dari festival antar kecamatan yang meraih juara kedua, dan di tahun selanjutnya meraih juara pertama. Selain itu Felmy juga maju mewakili tingkat kabupaten/kota dan meraih juara pertama. "Dunia tahun lalu saya nggarap proyek Kethoprak di Gunung Kidul, Kecamatan Wonosari dan meraih juara satu", tambahnya.

Selain menjadi penulis naskah seni, Felmy juga menggerakkan kesenian di Gunung Kidul memiliki visi yang baik untuk mempersatukan khususnya orang muda dalam bidang kesenian. Felmy tentunya tidak sendirian, ditemani oleh Bondan Nusantoro. Bondan adalah salah satu dari Guru Felmy yang setia menularkan ilmunya kepada Felmy. "Felmy itu salah satu orang yang saya ajarkan karena menurut saya dia adalah anak muda yang cukup potensial untuk diasah kemampuannya. Tak harus jago dulu, yang penting ada keinginan dan hal itu ada di diri Felmy", jelas Bondan.

Dalam pengabdian seninya, Felmy banyak berbagi. Karyanya yang sekarang dijalaninya bersama dengan Budi dan teman-teman Raminten yaitu Moendhy Dharma. Moendhy atau ngundi itu artinya  memikul dan Dharma itu berbakti. Jadi memikul bakti. "Kita yang ada di sini itu, ada Raminten Jakal, Raminten Kotabaru, kita gabungkan dengan yang ada di sini supaya seni ini jadi asik", jelas Felmy.

Moendhy Dharma ingin mempersembahkan suatu karya mengenai sejarah berdirinya Kota Yogyakarta. Dibantu oleh pegawai-pegawai Raminten, Felmy belakangan ini menggarap pentas reguler selama satu tahun ini, dalam proyek The Rise of Yogyakarta. Setelah ini masih ada proyek kedua Roro Jongrang yang akan tampil pada bulan Juli nanti.

Berbagai proyek seni masih harus digarap oleh para seniman. Era modern seperti saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi para seniman. Tak hanya memikirkan mengenai bagaimana budayanya, namun juga bagaimana strategi yang harus digunakan dalam mengemas suatu tradisi agar kesenian ini tetap diminati oleh masyarakat luas. Inilah sebabnya kesenian Kethoprak dikemas scara kontemporer dengan durasi yang lebih pendek. Felmy berharap agar Kethoprak bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. "Kethoprak sebagai salah satu media seni ekspresi ekspresi positif bisa menjadi edukasi baik edukasi sejarah bangsa, tradisi, dan eduaksi nilai moral bangsa sesuai dengan esensinya sebagai tatanan, tuntuntan dan tontonan", jelas Felmy.

Negosiasi Perjanjian Giyanti
Negosiasi Perjanjian Giyanti
Pangeran Mangkubumi melakukan pertapaan
Pangeran Mangkubumi melakukan pertapaan
Percakapan Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran Sambernyawa
Percakapan Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran Sambernyawa
Video


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun