Mohon tunggu...
Inovasi

Etika dalam Jurnalisme Online

26 Mei 2017   09:33 Diperbarui: 26 Mei 2017   10:08 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita merupakan bagian informasi yang tentunya dibutuhkan oleh publik. Dalam perjalanannya, berita tak melulu hadir dalam konteks tulis, siaran radio, maupun tayangan televisi. Hadirnya internet pun membawa dampak pada bentuk berita yang bersifat online. Keunggulannya tentu ada pada distribusinya yang tidak lagi memakan waktu lama. Bahkan dalam hitunga detik, berita dapat segera didistribusikan. Namun bagaimana esensinya dalam hal jurnalisme?

Tentu saja kaidah-kaidah jurnalisme yang dituangkan dalam kode etik harus tetap ditaati jika profesi yang Anda geluti adalah sebagai seorang jurnalis. Ada lima hal yang mendasari jurnalis dalam menuliskan berita http://www.ojr.org/ojr/wiki/ethics/.

Pertama, No Plagiarism. Tidak boleh menggunakan foto karya orang. Kecuali orang tersebut bagian dari organiasasi atau konglomerasi atau orang tersebut dibayar (secara profesional). Perlu disadari bahwa setiap karya pasti ada penciptanya. Sejauh ini masih banyak anggapan bahwa karya di internet itu bebas diambil oleh siapa pun. Oleh karena itu, maka haruslah ada etika yang digunakan untuk menghindari plagiarisme. 

Lalu bagaimana dengan linking? Lingking bukanlah plagiarisme. Hal ini justru baik untuk dilakukan guna menjadi rujukan bagi pembaca. Namun ada pengecualian. Khusus foto tidak cukup hanya link. Ketika mengambil sumber dari online, maka harus ditulis sumber namun ditulis link. Prinsipnya agar orang yang mau melacak, bisa langsung ketemu linknya. Tidak hanya hyperlinknya saja, namun juga tanggal aksesnya.

Kedua, disclose, disclose, disclose. Harus ada keterbukaan bahwa reporter/wartawan/media ada kaitannya dengan ini. Harus ada klarifikasi hasil beritanya. Ketika wartawan memiliki kepentingan ekonomi, politik, yang berpotensi menganggu independensi wartawan, hal itu sebaiknya dinyatakan. Misalnya ketika TV One a berita mengenai Lapindo, maka sebenarnya harus dinyatakan, apa hubungannya TV One dengan kasus Lapindo. Hal yang lebih harus ditampilkan tidak hanya verifikasi, namun juga transparansi.

Ketiga, no gift or money for coverage. Wartawan atau jurnalis sebaiknya tidak menerima bayaran dari narasumber. Jika hal ini terjadi mak yang harus dilakukan adalah mengembalikan barang kepada pemberi. Jika setuju dengan hal itu, maka Anda bukanlah jurnalis. Hal ini terkait dengan amplop, souvenir, dan sebagainya. Jika barang yang dikembalikan diberikan lagi kepada Anda dan Anda memiliki rasa sungkan, maka diterima saja, kemudian berikan atau sumbangkan hal itu kepada orang lain. Ini sama halnya yang dilakukan oleh teman-teman Kompas. Tujuanny agar jurnalis tidak merasa memiliki beban atas rasa sungkan karena pemberian tersebut. Jika Anda menerima hal itu, maka itu sama saja Anda memberikan sebuah iklan bagi mereka.

Keempat, check it out then tell the truth. Jangan pernah percaya akan apa yang diberitau orang lain dan diberitakan. Sebagai jurnalis maka harus cek terlebih dahulu baru diberitakan. Fakta itu suci (sacred), maka kalau hanya isu atau pendapat jangan langsung dipercaya dan jangan percaya akan rumor. Wartawan boleh salah, misalnya salah nama. Jika hal itu terjadi maka wartawan boleh melakukan koreksi. Yang diupdate adalah berta yang asli. Linknya harus sama. Masukan catatan penjelasan jika diperlukan atau informasi tambahan ini diperoleh wartawan dari mana. Kemudian adalah sebuah pilihan, mau cepat tapi tidak akurat, atau lambat tapi akurat.

Kelima, be honest. Sebagai seorang jurnalis, jujur itu harus. Tanpa kejujuran, seorang jurnalis tidak memiliki sesuatu yang spesial untuk ditawarkan kepada publik. Sebagai wartawan pasti memiliki bias atau kepentingan. Maka dalam menulis berita, maka wartawan tetap harus bersikap adil atau netral.

Jika Anda wartawan, anda ingin mengambil kutipan di twitter, dll. Maka Anda harus mengecek autentifikasi, apakah ini yang menulis orang yang bersangkutan, atau bukan. Jangan asal mengutip tanpa verifikasi dan konfirmasi. Jangan menggunakan nama samaran. Ini harus dicek nama aslinya. Ada komentar yang bisa langsung ditampilkan, ada yang menunggu sebentar untuk moderasi. Sebaiknya biarkan user untuk memberikan moderasi. Jika ada melanggar maka laporan tersebut dapat kita laporkan, sehingga tak perlu dimoderasi oleh wartawan.

Jika Anda memasukkan foto yang tidak membuat orang lain nyaman, maka Anda sebagai jurnalis harus mempertimbangkannya. Misalnya foto kecelakaan, sebagai jurnalis kita harus berhati-hati. Maka berilah warning supaya orang-orang yang akan membaca sudah bersiap-siap. 

Hati-hati juga dalam mengambil sumber-sumber informasi di internet. Hal ini tentunya akan memudahkan orang dalam melakukan pelanggaran plagiasi. Jika mengutip sumber online, maka tetap harus mencantumkan sumber. Dahulu ada anonim payung hitam, dulu mantan wartawan Tempo yang membongkar kebobrokan Tempo. Maka hal ini seharusnya tidakboleh dilakukan. Jika seorang wartawan ingin memberitakan, maka ia harus mencari tau siapa orang dibalik akun tersebut. Menjadi wartawan tidak boleh sekali percaya, harus melakukan proses verifikasi guna mendapatkan akurasi agar tidak merugikan pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun