Mohon tunggu...
Shinta Puspita
Shinta Puspita Mohon Tunggu... -

ingin membahagiakan semua orang, ingin bermanfaat untuk semua orang, ingin membantu semua orang, hidup terlalu berharga jika tak berbuat untuk kebaikan orang di sekitar kita

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lelaki Jawa

10 Januari 2011   11:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:45 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sejak pertama kali bertemu aku langsung jatuh cinta. Meski wajahnya tak seberapa rupawan, tapi aura yang terpancar begitu mempesona. Tatapan matanya menyiratkan keteduhan sekaligus dinamisme seorang lelaki. Mungkin jika perempuan lain bisa membaca yang tersirat di balik sosok lelaki Jawa itu, mereka juga akan takluk di  hadapannya. Tapi, beruntungnya, dia bukanlah sosok penggombal yang mengumbar cinta untuk semua orang. Ia tipe lelaki setia. Meski kadang sering tak tahan godaan jika ada perempuan yang dengan keras menggodanya.
Pertemuanku dengan Ahmad, begitu lelaki itu biasa disapa, berawal saat aku memasuki sebuah perkumpulan yang melibatkan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Pada awalnya ia tampak dingin. Bicara pun seperlunya.Tapi justeru itu yang membuatku kagum. Kalau sedang bicara di forum, ia tampak berwibawa, bicaranya sistematis, dengan sedikit humor. Aku menerka, sebenarnya lelaki ini bukan seoarng yang dingin. Ia sosok yang hangat dan bisa menghidupkan suasana dan mood orang-orang di sekitarnya. Mungkin karena aku orang baru, jadi dia tampak cool di depanku.
Benar saja, setelah sekira sebulan, ia mulai menyapa dan mengajakku bercanda. Aku pun yang memang sangat mengharapkan sapaan dan candanya, sangat senang dibuatnya. Entahlah, sepertinya dia tahun bahwa aku amat tertarik padanya, dan dari sorot matanya aku pun tahu kalau dia juga sama tertarik kepadaku. Obrolan-obrolan kami selanjutnya pun semakin hangat. Candanya yang khas menjadi bunga obrolan-obrolan kami.
Berada dalam satu lembaga dengan orang yang kita sukai sangat membuatku tertarik dan semangat. Meski kami belum saling mengungkapkan, dan ini justeru seninya, tapi kami sama sama tahu bahwa kami saling menyukai. Aku jadi makin semangat mengikuti kegiatan-kegiatan di lembaga itu. Hingga suatu saat yang aku tunggu-tunggu ternyata tak kunjung datang. Aku benar-benar sangat mengharapkan agar dia mengungkapkan perasaannya kepadaku. Tapi berbulan-bulan kita bersama dia tak kunjung mengungkapkannya.
Eh, ternyata dia sudah memiliki seorang kekasih. Jauh sebelum mengenalku ia sudah mengenal Dita, begitu nama kekasihnya,  sehingga aku pun harus merelakan, paling tidak untuk sementara, dia bersamanya. Aku pun mencoba menjalani kegiatan-kegiatanku seacara normal. Aku tetap semangat beraktivitas. Cintaku kandas sementara. Lelaki Jawa itu ternyata sudah ada yang punya. Aku kesal pada diri sendiri mengapa aku tidak mengenalnya sejak dulu. Mengapa aku baru mengenalnya akhir-akhir ini.
Cuaca Jakarta tak bisa diterka. Baru saja panas membakar kulitku ketika berangkat ke kampus, tiba-tiba hujan turun. Jarak dari jalan raya ke fakultas lumayan jauh. Aku pun harus singgah sementara di tempat kami biasa berkumpul. Di sanalah sebuah peristiwa terjadi. Seorang lelaki bertubuh tinggi yang aku juga sudah mengenal, menyatakan cintanya kepadaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun