Mohon tunggu...
Shinta Pramesti Burhan
Shinta Pramesti Burhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran

Saya adalah orang yang menyukai musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Sastra Populer di Indonesia melalui Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK)

29 Juni 2024   12:19 Diperbarui: 29 Juni 2024   12:41 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sastra populer meledak pada tahun 2000-an merupakan fenomena sastra yang sangat menarik. Penerbit yang awalnya selektif dan tidak mau menerbitkan karya pun berubah menjadi agresif dan berburu mencari penulis, naskah novel populer, dan menerbitkannya. Bahkan, penerbit besar hingga penerbit baru tidak ingin ketinggalan dan membuat konsep baru yang memfokuskan diri untuk menerbitkan karya jenis ini.


Karya sastra jenis teen-lit dan chick-lit telah memasuki fase industrialisasi dan kapitalisme sastra. Hampir semua buku jenis ini laku terjual diserbu oleh pembaca ABG. Bahkan, ada novel jenis teen-lit yang terjual hingga 40.000 eksemplar, padahal itu adalah sesuatu hal yang dulu sulit terjadi dalam sejarah penerbitan sastra sebelumnya. Oleh karena itu, tidak heran apabila semua toko buku memajang novel dengan cover mencolok ini secara atraktif.


Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) adalah salah satu media untuk anak-anak berusia 6-12 tahun yang ingin menerbitkan karya sebagai penulis cilik. Seluruh buku KKPK ditulis oleh anak-anak dan bercerita tentang kehidupan anak-anak. KKPK lahir pada Desember 2003 dan menjadi pelopor media literasi bagi anak-anak untuk membuat cerita. DAR! Mizan telah menerbitkan KKPK lebih dari 1.250 judul dari sekitar 800 penulis, dan dibaca oleh sekitar 5 juta anak Indonesia.
KKPK menawarkan berbagai jenis tema tulisan yang dapat diterbitkan, yaitu: family, friendship, frightening, food, dan fantasy. Selain itu, terdapat dua jenis buku KKPK, yaitu dalam bentuk novel dan komik. KKPK memiliki konsep yang cukup unik dalam merekrut penulis, yaitu dengan mempersilakan anak-akan untuk mengirimkan hasil karyanya ke penerbit dengan berbagai ketentuan dan yang terpilih akan diterbitkan tetapi dengan syarat utama yaitu umur penulis maksimal 12 tahun.


Terdapat alasan mengapa fenomena teen-lit dan chick-lit ini sangat menarik pembaca hingga mengguncang dunia sastra, karena novel tersebut bercerita tentang dinamika kehidupan anak-anak bahkan remaja dan gaya hidupnya di kota besar, dilengkapi dengan mimpi-mimpi masyarakat di kota metropolitan. Isi cerita yang ditulis oleh anak-anak membuat cerita lebih menarik dengan gaya tuturan yang khas. Menurut Cahyaningrum, hal lain yang menarik sekaligus mengejutkan yaitu terdapat hampir 80% dari ratusan judul novel tersebut menyajikan hal yang seragam: imajinasi tentang kemewahan, hedonisitas, dan gaya hidup kelas sosial masyarakat tertentu. Penyeragaman ini dibuat oleh penerbit sebagai sumber kapital dan berperan besar dalam mengarahkan selera pembacanya.

Hal tersebut juga menjawab mengapa hanya anak-anak dibawah usia 12 tahun yang dapat mengirimkan karyanya karena karakteristik usia berkaitan dengan karakteristik psikologis yang dimiliki anak-anak. Usia ini anak-anak masih memiliki imajinasi tanpa batas. Menurut Rangga Dewati, bagi anak-anak menulis cerita merupakan cara untuk mengekspresikan imajinasi mereka yang berisikan fantasi-fantasi, impian, serta harapan yang mereka inginkan di dunia nyata. Oleh sebab itu, meskipun menceritakan tentang pengalaman hidup sehari-hari, sering kali imajinasi anak-anak yang dituangkan dalam buku yang mereka ciptakan berasal dari kebutuhan mereka sendiri, seperti impian yang mereka idam-idamkan, atau masalah yang dihadapi seperti masalah pertemanan, saudara, orang tua.

Berikut merupakan contoh dari penjelasan di atas berdasarkan dua novel KKPK yang penulis baca dengan judul Sahabat Sejati Menjadi Juara Kelas karya Arin dan The Five Smart Girls karya Najma (10 tahun). Dalam novel KKPK Sahabat Sejati Menjadi Juara Kelas terdapat beberapa bukti tentang gaya hidup kelas sosial tertentu dan impian yang mereka idam-idamkan. Perkenalan tokoh dalam novel selalu memiliki sifat baik, lucu, cantik, pintar, berada/kaya. Sifat tersebut diperlihatkan melalui pembangunan karakter dan dialog antartokoh.
(1) Andyne seorang gadis baik, cantik, pintar, berasal dari keluarga yang cukup berada tetapi tidak sombong. Dia bahkan sering beramal.
(2) Andyne sering mendapat rangking ke-1 di kelasnya.
(3) Andyne kaget melihat hasil tesnya yang bagus. Hampir semua mata pelajaran dapat nilai 100 kecuali IPS dan Bahasa Mandarin.

Selain itu, untuk mendukung karakter yang berada/kaya, diberikan penggambaran sebuah geng anak kelas 5 SD yang memiliki supir dan pembantu. Selain itu, digambarkan bahwa geng tersebut memiliki barang-barang elektronik yang jarang digunakan anak seumurannya yaitu handphone, laptop, game boy, psp, MP3, fasilitas rumah yang sangat mewah hingga jenis makanan-makanan western dalam cerita.
(1) Dia menuju ke dapur untuk menemui Bi Siti. Sesampainya di dapur, dia meminta Bi Siti membuatkan makanan dan minuman untuk teman-temannya.
(2) Tanpa disadari terdengar bunyi klakson mobil. Andyne pun bergegas keluar. Tapi, untungnya Pak Adi sudah membukakan pintu gerbang itu. Mobil Nayla pun melaju menuju garasi rumah Andyne.
(3) Setelah sampai di halaman belakang, mereka duduk di kursi yang berpayung pelangi nan cerah. Tepatnya, di samping kiri kolam renang.
(4) ...anggota kelompok The Next Star akan latihan di studio musik mini milik Andyne.
(5) Andyne kali ini sedang menemani Asya bermain laptop. Gita dan Kiki sedang menonton tv di kamar Andyne yang sangat luas. Nayla sedang bermain game boy milik Andyne juga, sedangkan Dennies hanya berbaring di atas kasur sambil memainkan handphone-nya.
(6) "Guys, sebentar lagi aku akan pindah ke luar negeri...." Kata Dennies hangat dan meneteskan setitik demi setitik air mata.

Terdapat satu bagian cerita mencolok yang sangat memperlihatkan imajinasi penulis yang mencerminkan keyakinan, optimisme, upaya untuk mencapai kemandirian yang secara berlebihan sehingga terlihat sebagai impian penulis, yaitu pergi kemping bersama. Dalam bab "Kemping Bersama", diceritakan tokoh utama dan teman-temannya yang masih kelas 5 SD pergi ke sebuah hutan dan kemping menggunakan tenda hanya ditemani oleh sang supir, Pak Adi. Selanjutnya mereka memancing dan memasak untuk makan, bahkan diceritakan pula Pak Adi yang terpaksa harus meninggalkan mereka karena perlu mengantar ayah Andyne ke bandara. Secara realita, kejadian seperti ini akan sangat membahayakan sehingga sulit untuk diperbolehkan oleh orang tua untuk pergi begitu saja. Selain itu, sebagai anak sekolah dasar, mereka masih perlu pendampingan orang tua dalam melakukan apapun terlebih dalam hal seperti itu.

Selanjutnya, pembuktian mengenai cerita yang diseragamkan. Karena dalam novel kedua yang penulis baca dengan judul The Five Smart Girls digambarkan pula geng anak kelas 4 SD yang merupakan anak-anak kaya.
(1) Keluarga kami berlima termasuk orang berada. Papaku pemilik hotel berbintang lima. Papa dan mama si kembar pemilik toko mainan terlaris di kota kami. Papa Queen pemilik restoran terkenal, sedangkan mamanya kepala sekolah di sebuah sekolah unggulan. Papa Jane seorang direktur di sebuah perusahaan dan mamanya seorang pengusaha. Walaupun kami termasuk orang yang berada, kami tidak pernah sombong.
(2) Kami berlima mempunyai sepeda mini yang berwarna sama. Orangtuaku sering membantu kami. Mereka melengkapi fasilitas di markas kami. Sepulang sekolah kami sering berkumpul di sana. Markas kami dilengkapi dengan sofa, TV, kamar mandi, dapur, AC, dan ruang tidur.
(3) "Eh, Non. Nyonya dan Tuan sedang pergi ke rumah eyang," kata Bi Ina pembantuku.
(4) Setelah mengunci pintu markas, kami masuk ke mobil. Di dalam mobil, kami bermain iPod milik Jany.
(5) Kami patungan seratus ribu satu orang. Uang yang terkumpul empat ratus ribu. Kami segera mengayuh sepeda menuju apotik. Setelah membeli obat, kami membeli parsel buah di kios Kak Deby.

Selain itu, novel The Five Smart Girls juga memiliki cerita yang mencolok pada bab "Holiday Land, Dahsyat!", diceritakan bahwa mereka pergi rekreasi dengan sekolah menginap tiga hari di hotel bintang lima. Selama tiga hari tersebut banyak kejadian-kejadian yang cukup unik jika terjadi di realita. Hal lain yang dituangkan dalam cerita ini dapat berupa masalah atau ketakutan yang dihadapi anak-anak dalam keluarga, yaitu mengenai anak angkat. Dalam novel ini dua kali diceritakan bahwa Jane dan Netta, tokoh utama merupakan seorang adik. Kakak mereka diurus oleh orang lain dan baru diketahui saat mereka jujur satu sama lain. Pada akhirnya mereka dapat berkumpul kembali dengan kakaknya setelah beberapa tahun.

Pada akhirnya membaca cerita yang ditulis oleh anak-anak merupakan suatu hiburan tersendiri, sekaligus membantu kita memahami apa yang ada dipikiran anak-anak serta memahami persepsi mereka tentang dunia, lingkungan, dan masyarakat sekitarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun