Daya beli konsumen selama ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, dengan jumlah penduduk yang besar Pemerintah sangat mengandalkan daya beli konsumen (Daniel Johan, 2016). Daya beli merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk, Daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang (Fandy Prasetiyo, 2014:50).Â
Dalam perekonomian tiga sektor terdiri dari sektor rumah tangga, sektor swasta dan sektor pemerintah, perekonomian jenis ini sektor rumah tangga sebagai konsumen harus membayar pajak atas konsumsi barang atau jasa, pajak yang dibayarkan konsumen disebut pajak pertambahan nilai (PPN) yang menjadi sumber penerimaan bagi pemerintah, setiap pengenaan PPN harus seimbang dengan kemampuan masyarakat agar siklus dalam perekonomian tiga sektor ini dapat berjalan berdampingan (Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis, 2012:82).
Menurut Dr. Supawi, Pawengan adalah kemampuan masyarakat  untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen. Daya beli masyarakat ditandai dengan peningkatan dan penurunan, dan seiring waktu, daya beli dapat meningkat  dan biaya dapat meningkat. KBRN, Jakarta: Daya beli adalah kemampuan masyarakat untuk membelanjakan uangnya untuk membeli barang dan jasa.Â
Daya beli mewakili kemakmuran yang dinikmati penduduk sebagai hasil dari peningkatan ekonomi. Daya beli adalah kemampuan konsumen membeli banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu, Putong (2003:32)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi umum Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam Negeri (Siti Kurnia Rahayu, 2010:231). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan penyumbang penerimaan pajak terbesar yang dipungut pada berbagai mata rantai jalur perusahaan, pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainnya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan mempergadangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen (Agung Mulyo, 2009:89).
Pemerintah telah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semulanya 10%, per tanggal 1 April 2022 naik menjadi 11%. Meskipun terlihat hanya sedikit kenaikan yaitu hanya sebesar 1%.Â
Kenaikan ini bisa saja mempengarui daya beli konsumen. Kenaikan tarif PPN yang tidak diiringi dengan peningkatan perintaan ini menyebabkan kenaikan inflasi. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.Â
Dengan Inflasi yang terus naik, memberikan dampak negatif pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi yang tidak stabil ini akan menimbulkan keraguan konsumen dalam melakukan konsumsi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Semakin rendah daya beli masyarakat, semakin parah kemerosotan ekonomi saat itu, dan semakin kecil kemungkinan orang untuk membeli  barang dan jasa. Apa yang harus dilakukan negara dalam jangka pendek jika daya beli menurun? Beberapa ekonom menyarankan agar pemerintah menyiapkan program yang langsung menyentuh  urat nadi perekonomian rakyat. Ini juga dikenal sebagai Program Pro Rakyat.
Program-program itu antara lain bantuan tunai, pemberian subsidi langsung, dan memperkuat sektor pembiayaan UMKM. Program-program tersebut bisa menahan daya beli penduduk miskin dan hampir miskin, sementara itu pemerintah menyiapkan upaya-upaya jangka panjang dan menengah.Â
Upayaupaya ekonomi selanjutnya bisa difokuskan pada peningkatan akses warga miskin terhadap sumber pertumbuhan ekonomi, meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan pendapatan kelompok miskin