Mohon tunggu...
Shinta Malikha
Shinta Malikha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

akun ni akan berisi tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Refleksi Menyikapi Hukuman di Sekolah

22 November 2024   00:22 Diperbarui: 22 November 2024   04:01 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di era modern ini, paradigma pendidikan mengalami perubahan signifikan. Dulu, hukuman fisik dianggap sebagai metode yang sah untuk mendisiplinkan peserta didik. Namun, dengan semakin meningkatnya pemahaman tentang hak anak dan dampak negatif dari kekerasan, masyarakat kini cenderung menolak pendekatan tersebut. Hal ini terutama dipengaruhi oleh adanya Undang-Undang Perlindungan Anak yang memberikan perlindungan hukum bagi anak-anak.

Hukuman fisik tidak hanya berpotensi melukai secara fisik, tetapi juga dapat menyebabkan dampak psikologis jangka panjang. Anak-anak yang mengalami kekerasan cenderung memiliki masalah dalam perkembangan emosional dan sosial. Mereka mungkin merasa takut, rendah diri, atau bahkan marah. Oleh karena itu, penting untuk mencari metode disiplin yang lebih konstruktif dan mendidik.

Salah satu pendekatan yang lebih sesuai adalah dengan melakukan refleksi terhadap kesalahan yang dibuat oleh peserta didik. Ketika seorang anak melakukan kesalahan, alih-alih memberikan hukuman fisik, guru dapat memanggil anak tersebut dan mengajak mereka berdiskusi tentang kesalahannya. Pendekatan ini tidak hanya membuat anak lebih memahami kesalahannya, tetapi juga memberikan kesempatan untuk merefleksikan tindakan mereka.

Jika kesalahan yang sama terus diulang, melibatkan orang tua menjadi langkah penting. Guru dapat memberi tahu orang tua tentang perilaku anak dan bersama-sama mencari solusi. Kolaborasi antara guru dan orang tua sangat penting untuk memastikan bahwa anak mendapatkan dukungan yang konsisten baik di sekolah maupun di rumah.

Dalam hal ini di mana masalah perilaku anak belum teratasi, membawa peserta didik ke psikolog bisa menjadi langkah yang tepat. Psikolog dapat membantu anak memahami akar permasalahan dan memberikan strategi untuk mengatasi perilaku negatif. Dukungan profesional ini sangat penting, terutama dalam membentuk karakter yang baik dan sehat pada anak.

Pendidikan karakter harus menjadi fokus utama dalam proses pendidikan. Dengan memberikan pendidikan yang menekankan nilai-nilai moral, empati, dan tanggung jawab, kita dapat membantu anak-anak belajar cara berperilaku dengan baik tanpa perlu menghukum mereka secara fisik. Pendidikan karakter yang baik akan membentuk individu yang lebih baik di masa depan.

Secara keseluruhan, pendekatan dalam mendidik peserta didik harus bertransformasi sejalan dengan perkembangan zaman. Menghindari hukuman fisik dan beralih ke metode yang lebih mendidik dan reflektif akan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak. Dengan kolaborasi antara guru, orang tua, dan profesional, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat dan produktif bagi peserta didik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun