10 November adalah peringatan hari pahlawan di Indonesia. Jika nama-nama pahlawan di era penjajahan sudah pernah kita hafal dari bangku sekolah dasar. Lalu siapakah pahlawan bagi negara Indonesia di masa kini? John Fitzgerald Kennedy mantan Presiden Amerika Serikat pernah berujar; "Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu." Kalimat ini begitu familiar sejak saya duduk di bangku sekolah. Namun bagaimana bila kita berusaha memberi sesuatu untuk negara namun hanya dianggap merupakan kewajiban dan sukarela belaka? Apakah memeli kebutuhan sandang, pangan, papan serta menghidupi keluarga cukup dengan ucapan "tolong"; atau "terima kasih"? Ternyata begitu berat dan dilematis bagi kita yang ingin melakukan hal baik bagi negara. Entah itu untuk membayar pajak maupun hanya untuk menuntut hak setelah bekerja berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun? Tahukah saudara-saudariku, bahwa penggelapan uang atau tindak korupsi sama saja dengan pembunuhan massal. Pelaku tidak tahu siapa korbannya tapi berdampak begitu luas dan kejam. Saya pribadi menyampaikan sebagai saksi yang melewati pengalaman secara langsung dan setiap saat hanya berharap dan berujar dalam hati. "Kapan ya, kita dibayar? Kapan ya dana cair? Cukupkah uang ini hingga nanti?" Bertahun-tahun melewatinya sambil berandai-andai akankah ada perubahan? Bagaimana nasib tentara, polisi, guru, dokter, perawat, bidan dan semua orang yang berjuang di garis terdepan namun setiap detik hanya berharap ada keadilan dan perubahan yang mungkin tidak pernah akan datang? Apakah arti pengabdian adalah bekerja sukarela selamanya tanpa perlu menuntut hak tanpa protes?
"Ironi di Tanah Papua: Hak Tenaga Kesehatan Terabaikan di RSUD Biak Numfor"
Papua dikenal sebagai tanah yang kaya akan keindahan alam dan sumber daya, namun ironisnya, banyak dari kerja yang berjuang untuk memajukan daerah ini tidak mendapatkan hak mereka secara layak. Salah satunya adalah tenaga kesehatan yang bekerja 24 jam 7 hari 52 minggu tanpa libur. Sebuah demonstrasi dilakukan oleh tenaga kesehatan di RSUD Biak Numfor, Papua, Hari ini 11 November 2024 untuk menuntut transparansi dan keadilan pembayaran insentif serta honor yang sudah lama tertunggak. Situasi ini tidak hanya tidak transparasi keuangan daerah, tetapi juga mengindikasikan krisis kepedulian terhadap kesejahteraan tenaga kesehatan di wilayah ini. Padahal PLT sementara Biak Numfor dalam siding paripurna menyampaikan APBD perubahan 2024 Biak Numfor terdapat kenaikan sebesar empat persen dari Rp1,426 triliun menjadi Rp1,480 triliun. Dana tersebut hanya untuk 1 tahun. Jika ada kenaikan mengapa tidak ada pengaruhnya bagi masyarakat kecil seperti kami?
Latar Belakang Demonstrasi
Pada hari ini, para dokter dan tenaga kesehatan, baik yang berstatus ASN maupun honorer, berdiri di depan RSUD Biak Numfor dengan membawa spanduk yang memperjuangkan hak mereka. Tuntutan utama mereka adalah agar insentif daerah dan honor jaga IGD yang belum dibayarkan selama 11 bulan segera dipenuhi. Itu adalah tuntutan dari demonstrasi hari ini. Namun bahkan ketika pandemi COVID-19 kini telah dinyatakan selesai dan COVID-19 sudah berubah menjadi endemi, pembayaran insentif COVID-19 bagi sebagian besar nakes di Biak Numfor belum dibayar sejak Desember 2022. Lebih dari itu, insentif dari program Kartu Papua Sehat yang seharusnya menjadi jaminan kesehatan bagi Orang Asli Papua (OAP) juga belum dibayarkan sejak Desember 2023 hingga saat ini. Padahal, program ini merupakan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Papua, namun implementasinya jauh dari harapan. Kartu Papua Sehat adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menjamin pelayanan kesehatan yang merata di Papua, sebuah wilayah yang menghadapi tantangan geografis dan sosial-ekonomi yang besar. Sejak Desember 2023, pembayaran insentif dari Kartu Papua Sehat terhenti tanpa penjelasan yang jelas. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam program ini merasa dihianati oleh sistem yang seharusnya mendukung mereka. Kesejahteraan mereka terabaikan, dan ini tentu berdampak langsung pada kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Kisah Buruk yang Berulang
Sayangnya, kejadian ini bukanlah kali pertama sepanjang sejarah otonomi dan kesejahteraan pegawai negeri serta honorer seluruh Papua. Dalam berbagai sektor di Papua, masalah pembayaran dana kesejahteraan yang tidak transparan dan sering kali terlambat bukanlah hal yang baru. Tunggakan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun selalu terjadi dan sudah seperti hal biasa. Di Biak Numfor sendiri, kondisi ini sudah terjadi berulang kali. Bahkan stok obat RS seringkali kosong. Lalu sebetulnya kemana sebetulnya dana-dana yang negara salurkan ke daerah? Maka kali ini nakes RSUD pun turun menyuarakan hati mereka. Tenaga kesehatan yang bekerja dengan penuh dedikasi untuk masyarakat Papua terpaksa menghadapi kenyataan pahit, bahwa hak mereka sebagai pekerja sering kali diabaikan. Salah satu tenaga kesehatan yang ikut serta dalam demonstrasi mengungkapkan kekecewaannya, "Kami bekerja dengan hati dan mengabdi untuk masyarakat, tetapi hak kami terabaikan. Bagaimana mungkin kami bisa memberikan pelayanan terbaik jika hak-hak dasar kami pun tidak terpenuhi?" Ini adalah ungkapan frustrasi yang mewakili seluruh tenaga kesehatan yang merasa diabaikan oleh pemerintah dan pihak pengelola dana. Padahal pihak nakes sendiri sepakat bahwa demonstrasi dan mogok bekerja merupakan langkah terakhir dalam menyampaikan aspirasi dari tuntutan hak mereka, lantaran memikirkan nasib masyarakat yang ingin berobat.
Membantu Kami Sama Dengan Membantu Negara
Krisis ini bukan hanya soal keterlambatan pembayaran; ini adalah masalah sistemik yang mencerminkan kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran kesehatan di Papua. Isu ini penting untuk diperhatikan oleh seluruh masyarakat Indonesia karena kesehatan adalah hak dasar yang harus diperjuangkan, baik bagi penerima layanan maupun penyedia layanan.
Jika masalah ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin kualitas layanan kesehatan di Papua akan semakin menurun, dan pada akhirnya masyarakat Papua yang akan menjadi korban utama. Dengan demikian, aksi demonstrasi ini bukan sekadar upaya untuk menuntut hak, tetapi juga panggilan agar ada perbaikan serius dalam sistem pengelolaan dana kesehatan di wilayah ini. Ini adalah PR kita bersama. Bukan hanya petugas pelayan negara seperti ASN atau honorer.
Sebagai bagian kecil dari masyarakat Indonesia yang peduli, kita bisa membantu mengangkat isu ini ke tingkat yang lebih tinggi. Media sosial bisa menjadi alat yang kuat untuk mendorong perubahan. Dengan menyebarluaskan informasi mengenai kondisi tenaga kesehatan di Papua, kita dapat menggalang dukungan dari berbagai pihak dan mengawal agar pemerintah segera menindaklanjuti permasalahan ini dengan serius.