Profesi guru Indonesia di masa kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, masyarakat mengagumi pahlawan tanpa tanda jasa yang mencetak generasi penerus bangsa.Â
Di sisi lain, capaian kinerja guru telah menunjukkan kenyataan-kenyataan yang memperlihatkan persoalan tersembunyi. Hal ini makin tertutupi oleh semua pemberitaan tentang kronisnya krisis kualitas pendidikan di Indonesia, yang tidak hanya disebabkan oleh pembelajaran fasilitas maupun kurikulum namun juga beberapa isu-isu sistemik yang menyangkut masalah kesejahteraan bahkan profesionalisme para guru.Â
Berdasarkan laporan, salah satu alasan utama banyaknya guru yang pada akhirnya memilih untuk keluar dari pekerjaannya adalah kesejahteraan yang buruk. Lebih buruk lagi, beberapa dari mereka beralih untuk bekerja di tempat lain yang lagi-lagi lebih menjanjikan.
Salah satu berita terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkapkan bahwa meskipun sudah ada beberapa program sertifikasi guru yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, namun upaya tersebut belum cukup untuk mengatasi masalah inti: kurangnya dukungan terhadap pengembangan karir guru.Â
Akibatnya, banyak guru merasa terjebak dalam rutinitas mengajar tanpa peluang untuk berkembang secara profesional,yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.
Selain masalah kesejahteraan, keterbatasan fasilitas di banyak sekolah masih menjadi kendala utama. Berita mengenai perbedaan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan kerap muncul di media.Â
Di sejumlah daerah, sekolah-sekolah terpaksa beroperasi dengan fasilitas yang sangat minim. Tidak jarang, guru-guru di sana harus mengajar tanpa alat peraga yang memadai, yang membuat proses pembelajaran menjadi sangat terbatas. Hal ini juga menyulitkan para guru IPA, yang membutuhkan fasilitas laboratorium atau alat peraga untuk mengajarkan konsep-konsep ilmiah secara praktis.Â
Berita terkait ketimpangan fasilitas pendidikan ini sering kali memunculkan keresahan di kalangan masyarakat dan bahkan mendorong gerakan-gerakan dari pihak swasta maupun masyarakat untuk membantu memperbaiki kondisi tersebut.
Pada saat yang sama, pelatihan dan pengembangan profesional guru juga menjadi perhatian dalam banyak pemberitaan. Ada banyak keluhan dari para guru mengenai kurangnya pelatihan yang relevan dengan perkembangan zaman, terutama yang berkaitan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.Â
Guru-guru di Indonesia sering kali merasa kesulitan menghadapi tantangan pembelajaran di era digital, mengingat materi pelatihan yang mereka terima sering kali tidak sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru. Bahkan, berita terbaru dari Kompas menyebutkan bahwa banyak sekolah masih belum memiliki akses yang cukup terhadap perangkat teknologi, sehingga pembelajaran berbasis digital menjadi sulit diimplementasikan.
Sebagai calon guru IPA, saya melihat permasalahan ini dengan penuh keprihatinan, tetapi juga dengan semangat untuk berkontribusi dalam mencari solusi. Mata pelajaran IPA, yang seharusnya menjadi fondasi penting dalam menumbuhkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir kritis pada siswa, sering kali terhambat oleh kurangnya alat peraga dan fasilitas laboratorium yang memadai. Di tengah keterbatasan ini, saya percaya bahwa pendekatan kreatif dalam mengajar bisa menjadi salah satu solusi.Â