Salah satu kenangan yang paling membekas ketika saya di Irian adalah masa sekolah walau itu tidak lama, hanya tiga tahun di SD dan satu tahun di SMP.
Kami pindah ke Jayapura tepat saat saya naik ke kelas empat. Ayah saya meminta tolong seseorang untuk mendaftar ke satu SD, dan jadilah saya masuk ke SD Kristus Raja, sebuah sekolah swasta di bawah naungan agama Kristen Katholik. Saat itu ada tiga sekolah swasta yang menonjol di sana. Satu adalah SD Kristus Raja, kemudian SD Yapis yang di bawah Yayasan Pendidikan Islam, dan satu lagi adalah SD Paulus yang ada di bawah naungan agama Kristen Protestan.
Yang paling dekat jaraknya seharusnya adalah SD Paulus yang bertempat di kompleks yang sama dengan Gereja Paulus yang ada di ujung atas jalanan rumah kami.Â
Kalau SD Kristus Raja sendiri masih lanjut kalau kita ambil jalan turun. Terus saja tidak begitu jauh sampai kelihatan laut. SD Kristus Raja tepat berada di seberang Stadion Mandala yang berada dekat pantai. Stadion olahraga ini adalah salah satu venue utama Pon Papua 2021.
Gedung sekolah di Jakarta boleh bertingkat dua atau tiga, bahkan lebih. Tetapi di Jayapura yang tingkat bukan gedungnya, melainkan tanahnya. Saat saya sekolah di sana dulu, ruangan kelas hanya punya satu tingkat. Namun kemudian ada jalanan menanjak yang menuju ke ruang-ruang kelas yang lain. Anak-anak suka berlarian di lereng tanah membukit itu saat jam istirahat. Kalau saya tentu tidak berani memanjat-manjat. Lewat jalan yang biasa saja.
Saat itu kelas 4 giliran masuk siang jadi jam pulang adalah sekitar jam lima. Suasana sore mesti sudah tidak terik lagi dengan angin sepoi-sepoi yang sejuk. Saya sangat menikmati saat-saat itu.Â
Biasanya ada mobil yang mengantar dan menjemput ke sekolah. Tetapi jika penjemputnya tidak bisa datang, saya jalan kaki pulang. Tidak lewat jalan biasa seperti saat berangkat karena jalan yang menanjak akan cukup curam, tetapi kita akan memotong jalan lewat belakang Kathedral.
Berbicara soal antar jemput, beda lagi kasusnya kalau berangkat. Beberapa kali penjemput tidak kunjung datang ke rumah, sedang hari sudah semakin siang. Kalau itu yang terjadi biasanya saya akan ikutan ibu tetangga belakang rumah yang akan mengantar anaknya ke TK. Yang bikin istimewa adalah ibu ini bukan menyetir mobil tetapi mengendarai motor bebeknya.
Jadilah kita bertiga, si ibu di tengah, anaknya di depan, dan saya di belakang, meluncur turun dengan motor. Mind you, tahun 80-an itu belum model orang pakai helm saat naik motor, jadi yah tidak satupun di antara kita yang pakai helm. Ibu itu sih tidak ngebut tapi karena jalanannya yang menukik akhirnya rasanya agak-agak seperti lagi naik roller coaster. Untung kita tidak pernah nyungsrup ke pagar tetangga.