Sebentar lagi Papua akan menjadi salah satu kata yang paling populer. Ia akan menjadi buah bibir. Semua orang akan membicarakannya dan menyebut-nyebut namanya seolah mereka semua sangat mengenalnya.Â
Yah, tentu beberapa dari mereka memang kenal padanya. Namun saya yakin kurang dari setengah dari mereka tahu Papua seperti saya atau orang-orang yang pernah tinggal di sana mengenal daerah di ujung timur Indonesia itu.
Namun perlu dicatat sebelumnya bahwa yang saya kenal bukanlah Papua, melainkan Irian Jaya. Saya tahu para Putra daerah lebih mengkehendaki nama yang baru. Secara politis, nama Irian Jaya mengingatkan pada seseorang pada satu periode masa tertentu, tetapi entah mengapa nama itulah yang terpatri di ingatan maupun di lidah saya.
Keluarga saya pindah ke sana saat Ayah dipindahtugaskan oleh kantornya.Â
Saat itu saya naik kelas empat SD. Saya ingat betapa bersemangatnya saya untuk pergi ke daerah baru walau merasa sedih juga harus berpisah dengan teman-teman di Jakarta. Begitu bersemangatnya sampai saya termimpi-mimpi sudah berangkat ke Irian.Â
Di mimpi itu saya disambut di sebuah gerbang yang tidak begitu besar yang ada di depan hutan. Tuh kan, sampai sekarang saja saya masih ingat mimpi itu, padahal itu sekitar 40 tahun yang lalu!
Mendarat di pelabuhan udara Sentani, ternyata bukan berupa hutan juga. Tapi tetap saja membuat saya tercengang.Â
Saya yang berangkat dari airport Kemayoran saat itu di Jakarta, yang tentu saja di sekelilingnya adalah rumah, gedung, dan udara pengap berpolusi, kemudian landing di suatu daerah terbuka berupa lembah yang sangat luas yang dikelilingi pegunungan, langit biru, dan udara yang luar biasa, bersih, segar, dan dingin.Â
Aduuh. Rasanya kepingin mengalami lagi saat ini. (Emoticon tangis) Saat itu tidak ada rasa rindu sedikit pun dengan rumah di Jakarta. Tidak ada yang namanya homesick. Saya jatuh cinta pada Irian bukan pada pandangan pertama tapi pada pijakan kaki yang pertama.
Perjalanan dari Sentani ke Jayapura memakan waktu cukup lama, sekitar satu jam. Anda mungkin berpikir, cuma satu jam? Yah, perjalanan ini melewati jalan yang berliku-liku, meski sudah beraspal juga tentu saja, naik turun melewati pegunungan, dan hanya hutan dan pohon-pohon saja sepanjang jalan.Â