Mohon tunggu...
shinedriohutapea
shinedriohutapea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa dari fakultas ekonomi bisnis di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Medan

Pemberontakan atau Panggilan untuk diperhatikan

12 Desember 2024   21:41 Diperbarui: 12 Desember 2024   21:41 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Medan. Sumber ilustrasi: TRIBUNNEWS/Aqmarul Akhyar

Kenakalan remaja sering kali dipandang sebagai masalah perilaku yang harus segera diperbaiki. Orang tua, master, hingga masyarakat kerap melihatnya sebagai bentuk pemberontakan, sebuah aksi yang melawan norma dan aturan yang ada. Namun, jika kita melihat lebih dalam, apakah kenakalan remaja semata-mata soal pemberontakan, atau justru merupakan panggilan mereka untuk diperhatikan? Pada usia remaja, individu berada pada masa transisi penting dalam hidupnya. Mereka bukan lagi anak-anak, tetapi juga belum sepenuhnya dewasa. Dalam proses mencari jati diri, sering kali muncul rasa frustrasi, ketidakpastian, dan kebutuhan akan pengakuan dari lingkungan sekitar. Ketika mereka merasa diabaikan, terjebak dalam ekspektasi yang kaku, atau tidak diberikan ruang untuk berekspresi, kenakalan menjadi cara mereka mengekspresikan rasa tidak puas.

Salah satu contoh nyata yang mencerminkan hal ini terjadi di Pematang Siantar, sebuah kota di Sumatera Utara yang dikenal rawan aksi tawuran antar remaja dan maraknya geng engine. Kenakalan remaja di wilayah ini kerap kali berbentuk tawuran yang melibatkan kelompok-kelompok sekolah, hingga aksi ugal-ugalan yang dilakukan geng engine di jalanan. Peristiwa ini bukan hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga mencerminkan adanya masalah mendasar yang belum terselesaikan di kalangan remaja setempat.Aksi tawuran sering kali dipicu oleh hal-hal sepele, seperti perselisihan antar sekolah atau geng. Namun, di balik itu semua, terdapat tanda-tanda keresahan yang lebih mendalam. Remaja di Pematang Siantar, seperti di banyak tempat lain, mungkin merasa kurang didengar dan dipahami oleh orang dewasa di sekitar mereka. Tekanan dari lingkungan, ekspektasi akademik, serta pengaruh sosial media menciptakan perasaan terasing yang tidak jarang mereka salurkan melalui tindakan yang destruktif.Fenomena geng engine di Pematang Siantar juga menjadi sorotan. Remaja yang terlibat dalam geng engine kerap kali mencari rasa kebersamaan, pengakuan, dan identitas yang mungkin sulit mereka dapatkan di lingkungan rumah atau sekolah. Geng engine menjadi tempat di mana mereka merasa "diakui" dan "dianggap", meskipun cara yang mereka pilih untuk mengekspresikan diri sering kali berujung pada kekerasan atau perilaku yang melanggar hukum.

Fenomena tawuran dan geng engine di Pematang Siantar menyoroti kurangnya perhatian dan dukungan emosional yang memadai bagi remaja. Mereka yang terlibat dalam kenakalan ini mungkin mengalami tekanan dari berbagai sisi seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media sosial tanpa memiliki saluran yang sehat untuk mengekspresikan keresahan mereka. Ketika orang dewasa hanya fokus pada menghukum perilaku mereka tanpa mencoba memahami penyebab di baliknya, masalah ini justru berisiko semakin besar.Tekanan untuk berprestasi atau menjadi populer di media sosial menciptakan standar yang tidak realistis bagi banyak remaja. Ketika mereka gagal mencapai standar tersebut, mereka mungkin merasa frustrasi dan akhirnya melampiaskannya melalui perilaku negatif. Tawuran dan geng engine menjadi bentuk pelarian sekaligus cara untuk mendapatkan perhatian yang mereka anggap tidak dapat mereka peroleh dengan cara lain.

Dalam menghadapi masalah ini, penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk mengadopsi pendekatan yang lebih empatik. Daripada hanya menghukum perilaku yang dianggap salah, kita perlu memahami alasan di balik tindakan tersebut. Apakah mereka merasa diabaikan? Apakah mereka membutuhkan perhatian lebih? Apakah ada masalah emosional yang belum teratasi?Program-program preventif yang melibatkan komunitas lokal, sekolah, dan keluarga sangat penting dalam mencegah kenakalan remaja ini. Membentuk kelompok diskusi di sekolah, menyediakan layanan konseling, dan menciptakan kegiatan yang melibatkan minat remaja dapat menjadi beberapa solusi untuk mengarahkan energi mereka ke hal-hal yang lebih positif. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap aksi tawuran dan geng engine harus dibarengi dengan upaya rehabilitasi bagi remaja yang terlibat, sehingga mereka dapat belajar dan tumbuh dari pengalaman tersebut, bukan sekadar dihukum.Pada akhirnya, kenakalan remaja, baik di Pematang Siantar maupun di kota-kota lain, sering kali bukan hanya soal pemberontakan, tetapi juga panggilan untuk diperhatikan. Ketika remaja merasa bahwa suara mereka didengar dan kebutuhan emosional mereka dipenuhi, mereka cenderung mampu menyalurkan energi dan ekspresi mereka ke arah yang lebih positif. Tawuran dan geng engine adalah gejala dari masalah yang lebih mendalam—masalah yang hanya bisa diselesaikan dengan perhatian, empati, dan dukungan nyata dari masyarakat di sekitar mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Medan Selengkapnya
Lihat Medan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun