Periode Transisi sering disebut sebagai Periode Imitative karena pada masa ini, perkembangan seni, budaya, dan sastra cenderung didominasi oleh proses meniru atau mengadaptasi gaya, bentuk, dan tradisi dari peradaban atau budaya yang lebih dominan. Istilah ini merujuk pada fase awal suatu tradisi yang sedang mencari bentuknya, sebelum akhirnya berkembang menjadi lebih mandiri dan unik. Berikut ini adalah beberapa alasan utama mengapa periode ini disebut demikian:
1. Pengaruh Kuat dari Tradisi Luar
Pada Periode Transisi, sering kali suatu masyarakat berada di bawah pengaruh budaya yang lebih maju, baik melalui hubungan perdagangan, kolonialisme, maupun interaksi budaya lainnya. Budaya lokal, yang masih dalam tahap awal perkembangannya, cenderung mengadopsi unsur-unsur dari budaya luar tersebut. Misalnya, dalam sejarah sastra Indonesia, banyak karya sastra awal yang terinspirasi atau meniru gaya sastra Barat, terutama dari Belanda selama masa kolonial.
2. Minimnya Identitas Lokal yang Kuat
Karena berada dalam masa transisi, identitas lokal sering kali belum sepenuhnya terbentuk. Hal ini menyebabkan para pencipta karya, seperti penulis, seniman, atau musisi, lebih memilih untuk meniru gaya atau bentuk yang sudah mapan. Imitasi ini dianggap sebagai cara untuk belajar dan membangun dasar bagi perkembangan karya yang lebih orisinal di masa depan.
3. Masa Pembelajaran dan Adaptasi
Imitasi bukan sekadar meniru tanpa tujuan, melainkan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Dalam Periode Imitative, para pelaku seni dan budaya mempelajari teknik-teknik baru, bentuk-bentuk baru, serta konsep-konsep yang sebelumnya asing. Proses ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan sebelum menciptakan sesuatu yang lebih unik dan relevan dengan konteks lokal.
4. Contoh dalam Sejarah Sastra
Dalam sejarah sastra Indonesia, Periode Transisi terjadi pada awal abad ke-20. Pada masa ini, karya-karya sastra lokal mulai muncul dengan pengaruh besar dari tradisi sastra Eropa. Contohnya adalah penggunaan bentuk novel, cerita pendek, atau puisi dengan gaya yang menyerupai karya-karya penulis Barat. Meskipun demikian, karya-karya ini menjadi landasan bagi perkembangan sastra Indonesia modern yang lebih independen.
5. Langkah Menuju Orisinalitas
Walaupun disebut sebagai Periode Imitative, fase ini tidak selamanya negatif. Justru, imitasi menjadi langkah awal menuju orisinalitas. Dengan mempelajari dan meniru karya dari budaya lain, suatu tradisi dapat mengeksplorasi berbagai kemungkinan dan menciptakan identitasnya sendiri seiring waktu.