Indonesia memiliki visi besar untuk mencapai status negara maju pada tahun 2045, yang dikenal sebagai Indonesia Emas 2045. Visi ini tidak hanya mencakup pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi juga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di kancah global. Salah satu pilar utama untuk mencapai visi ini adalah memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri masa depan. Namun, untuk mencapai tujuan ini, kita harus menghadapi berbagai tantangan yang ada saat ini, terutama terkait dengan keterserapan lulusan perguruan tinggi di dunia kerja.
Saat ini pasar tenaga kerja Indonesia menghadapi masalah serius dengan tingginya tingkat pengangguran di kalangan sarjana. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 1,8 juta lulusan perguruan tinggi memasuki pasar kerja, sementara hanya tersedia sekitar 700.000 lowongan pekerjaan. Ini menciptakan tingkat pengangguran di kalangan sarjana yang mencapai 8,9%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional yang berada di angka 5,86%. Dalam survei Human Resources (HR) yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia pada tahun 2022, terungkap bahwa 67% perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan dalam mencari tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi, mencerminkan adanya kesenjangan antara pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja.
Setiap tahun, perguruan tinggi menghasilkan ribuan lulusan tetapi tidak semua dari mereka siap menghadapi tantangan di pasar kerja. Fenomena ini terjadi karena banyak perusahaan yang lebih memilih untuk melihat latar belakang pendidikan daripada keterampilan praktis yang dimiliki oleh calon pekerja. Akibatnya, banyak lulusan merasa terpaksa menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian mereka. Ditambah lagi, persyaratan yang ketat dalam melamar pekerjaan, seperti batas usia dan administrasi yang rumit, semakin memperburuk keadaan. Hal ini bukan hanya menciptakan frustrasi tetapi juga dapat memicu peningkatan angka pengangguran dan berdampak negatif pada stabilitas sosial dan ekonomi. Kualitas tenaga kerja di Indonesia pun terancam menurun.
Untuk menghadapi tantangan ini, langkah-langkah strategis sangat diperlukan. Berikut beberapa solusi yang bisa diterapkan:
- Kolaborasi antara Pendidikan dan Industri: Universitas perlu menjalin kerja sama lebih erat dengan sektor industri untuk menyusun kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Penerapan program magang wajib atau pelatihan berbasis proyek akan memberikan pengalaman praktis yang berharga bagi mahasiswa sebelum mereka lulus. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan industri akan meningkatkan daya saing lulusan.
- Pendidikan Berbasis Keterampilan: Mahasiswa tidak hanya perlu mendapatkan pengetahuan teoritis, tetapi juga dilatih untuk menguasai keterampilan teknis dan soft skills yang dibutuhkan di dunia kerja modern. Ini bisa dilakukan melalui kelas berbasis proyek, pelatihan keterampilan digital, atau program sertifikasi profesional. World Economic Forum menyatakan bahwa sekitar 85 juta pekerjaan akan hilang karena otomatisasi pada tahun 2025, sementara 97 juta pekerjaan baru akan muncul, menuntut keterampilan yang berbeda.
- Fleksibilitas Persyaratan Usia dalam Rekrutmen: Pemerintah dan sektor swasta perlu mempertimbangkan fleksibilitas persyaratan usia dalam rekrutmen. Menghapus batasan usia yang tidak relevan akan memberikan kesempatan lebih luas bagi lulusan untuk berpartisipasi dalam pasar kerja. Hal ini penting, terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman dan kompetensi meskipun tidak sesuai dengan usia ideal yang ditetapkan perusahaan.
- Pengembangan Wirausaha dan Ekonomi Kreatif: Universitas dapat membantu mahasiswa mengembangkan jiwa kewirausahaan dengan menyediakan pendidikan kewirausahaan, akses ke inkubator bisnis, dan dukungan untuk memulai usaha rintisan. Menurut laporan dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM), Indonesia memiliki potensi wirausaha yang besar, tetapi kurangnya dukungan dan akses ke sumber daya seringkali menghambat perkembangan ini.
- Program Upskilling dan Reskilling: Lulusan sarjana harus terus mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan tambahan di luar kurikulum formal. Pemerintah dapat bekerja sama dengan industri untuk menyediakan program pelatihan gratis atau bersubsidi untuk keterampilan yang sedang banyak dibutuhkan, seperti pemrograman, analisis data, dan kecerdasan buatan.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi sumber daya manusianya dan lebih siap menghadapi tantangan di pasar kerja global. Dalam konteks visi Indonesia Emas 2045, sangat penting memastikan bahwa lulusan perguruan tinggi tidak hanya mencari pekerjaan, tetapi juga menjadi tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing. Dengan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan institusi pendidikan, diharapkan tantangan keterserapan sarjana dapat diatasi, sehingga Indonesia dapat mencapai tujuannya menjadi negara yang maju dan sejahtera.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI