Mohon tunggu...
Cahaya
Cahaya Mohon Tunggu... Lainnya - Dualisme Gelombang-Partikel

Penyuka pohon johar, cahaya matahari, dan jalan setapak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[LOMBAPK] Amplop

10 Januari 2017   07:31 Diperbarui: 10 Januari 2017   08:41 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

planet-kenthir-logo-1-575a6b2a8223bda205866aa9-587439fb4f7a6101068b4567.jpg
planet-kenthir-logo-1-575a6b2a8223bda205866aa9-587439fb4f7a6101068b4567.jpg
Firman melirik arloji, masih jam enam pagi tapi langit sudah sedikit merah. Sangat berbeda dengan langit di daerah asalnya, di mana langit berubah merah hanya jika waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Mungkin karena ini Jakarta, lirih Firman dalam hati. Sampai sekarang lelaki itu masih belum percaya bahwa dirinya kini sudah berada di Jakarta. Ibu kota negara yang selama ini hanya bisa dia saksikan keberadaannya di film, koran, dan bacaan semasa sekolah.

Teringat lagi dua hari yang lalu, ketika dia mendapat sepucuk amplop tanpa nama pengirim. Agak heran juga, karena biasanya selalu ada alamat dan nama pengirim yang jelas.

Firman memang sangat antusias ingin mengetahui dunia luar dan segala hal yang terjadi di sana. Itulah mengapa dia rajin mengirim surat pembaca ke koran atau majalah. Dua bulan lalu namanya tampil di surat pembaca salah satu koran nasional. Setelah itu, Firman mendapat tiga surat dari pengirim yang berbeda.

Surat pertama dari Ando yang tinggal di Palembang. Ando bercerita banyak soal kota di selatan pulau Sumatera itu. Mulai dari sungai musi yang selalu ramai sepanjang hari, jembatan ampera yang menjadi ikon wisata kota tersebut, hingga pek-mpek, makanan khas di sana. Ando juga membeberkan resep cara membuat pek-mpek di suratnya. Inilah salah satu yang Firman paling senangi dari memiliki sahabat pena.

Surat kedua dari Faisal yang tinggal di kota seribu sungai, Banjarmasin. Tidak beda jauh dari Palembang, di sana juga terdapat pasar terapung yang selalu ramai selepas subuh. Jangan sekali-kali datang lewat dari jam tujuh, karena yang kalian dapati hanya perahu-perahu dengan dagangan yang sudah habis terjual.

Selain pasar terapung, Faisal juga menceritakan tentang pulau kambang yang letaknya tidak jauh dari pasar terapung. Wisatawan yang kembali dari sana biasanya singgah dulu untuk melihat monyet-monyet yang memang sengaja dikembangbiakkan di pulau itu, sebelum akhirnya kembali menyentuh daratan.

Membayangkan itu, membuat Firman semakin menggebu-gebu untuk suatu hari nanti akan mengunjungi kota-kota yang diceritakan sahabat-sahabat penanya tersebut. Maka ketika surat ketiga datang tiga hari yang lalu, berisi sebuah tiket pesawat Palu-Jakarta, Firman tanpa berlama-lama lagi langsung mengepak pakaiannya, sekali pun surat tersebut datang tanpa nama dan alamat pengirim.

Tempat pertama yang ingin Firman kunjungi tentu saja adalah monas. Ikon ibu kota negara yang selama ini selalu dia mimpikan untuk dikunjungi suatu hari nanti. Tidak perlu bertanya ke sana ke mari untuk mengetahui cara menuju tempat bersejarah itu. Sebab, seseorang yang berpakaian koko seperti yang dia kenakan telah lebih dulu menghampiri dan menyapanya.

“Ke monas, Akhi?”

“Iya, Pak.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun