Rumah adat Sunda adalah salah satu warisan budaya yang kaya dan unik di Indonesia. Rumah adat ini merupakan simbol dari identitas dan kekayaan tradisional suku Sunda, yang merupakan salah satu suku terbesar di Jawa Barat. Rumah adat Sunda memiliki ciri khas yang mudah dikenali. Bentuknya yang megah dan elegan, membuatnya menjadi daya tarik bagi banyak orang. Selain itu, rumah adat Sunda menggunakan kayu atau ijuk untuk atapnya, batu alam sebagai pondasi tiangnya, bilik atau papan sebagai dinding, dan papan kayu untuk lantainya memberikan kesan alami dan tradisional. Keunikan rumah adat Sunda tidak hanya terletak pada tampilan fisiknya, tetapi juga pada fungsi dan nilai-nilai yang terkait dengannya. Rumah adat ini biasanya digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat berkumpulnya keluarga besar.
Dalam perkembangannya, rumah adat Sunda juga mengalami pengaruh dari budaya lain, seperti budaya Islam dan budaya Belanda pada masa kolonial. Contoh beberapa rumah adat sunda yang mendapat pengaruh budaya Belanda adalah Suhunan Jolopong, Suhunan Julang Ngapak, Suhunan Buka Palayu, Suhunan Perahu Kumereb. Pada awalnya masyarakat Sunda tinggal di gua dan setelah kolonialisme Belanda mulai bertempat tinggal di rumah-rumah. Namun, meskipun mengalami pengaruh tersebut, rumah adat Sunda tetap mempertahankan esensi dan keaslian budaya tradisionalnya.
Budaya Sunda pada suhunannya tidak terlepas dari orientasi nilai yang membimbing bagi masyarakat untuk menjalani kehidupan. Utamanya orientasi manusia dengan alam, berarti manusia tunduk dengan alam, sehingga mereka percaya kekuatan hidup yang paling kuat berada pada luar kendali manusia. Kekuatan tersebut bisa berupa takdir, sihir, maupun tuhan. Yang berarti manusia tidak bisa menolak dan hanya bisa menerima.
Kluckhohn dan Strodtbeck's Value Orientations adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh dua antropolog Amerika, Florence Kluckhohn dan Fred Strodtbeck. Teori ini bertujuan untuk memahami variasi nilai-nilai budaya yang ada di berbagai masyarakat di seluruh dunia. Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck, nilai-nilai budaya merupakan pandangan dan konsepsi yang membentuk sistem nilai dalam suatu kebudayaan. Mereka mengidentifikasi lima masalah dasar yang dihadapi oleh semua masyarakat. Penerapan teori Kluckhohn dan Strodtbeck's Value Orientations dapat ditemukan dalam berbagai bidang, termasuk antropologi, sosiologi, psikologi, dan manajemen organisasi. Teori ini membantu dalam memahami bagaimana nilai-nilai budaya mempengaruhi perilaku dan pandangan dunia individu dan kelompok. Pada pembahasan ini akan menunjukkan penerapan Teori Orientasi Manusia dengan Alam pada Suhunan Perahu Kumereb. Penting untuk diketahui orientasi nilai-nilai pada Suhunan Perahu Kumereb untuk menampilkan kepada generasi muda akan nilai yang disampaikan dari Suhunan dan menghilangkan pandangan kuno dan tidak bermakna kepada Suhunan Perahu Kumereb.
Suhunan Perahu Kumereb mempunyai bentuk atap yang menyerupai perahu terbalik, sesuai dengan namanya Perahu yang artinya perahu dan Kumereb yang mempunyai arti telungkup atau terbalik.
suhunan terdiri dari dua segitiga sama sisi pada bagian samping dan dua sisi bagian depan belakangnya berbentuk trapesium. Pada bagian bawah suhunan selalu menggunakan umpak atau kaki(suku), karena masyarakat percaya bahwa tanah adalah simbol kematian, maka dari itu lantai tidak bersentuhan langsung dengan tanah, melainkan ada penghubungnya yaitu umpak. Umpak yang sering digunakan dan dikenali oleh masyarakat ada tiga jenis yaitu bentuk utuh (buleud), yaitu batu alam yang diambil dari sungai bekas letusan gunung pada masa lampau, merupakan batu tanpa pengerjaan lebih lanjut dan biasa dipakai untuk alas kaki golodog. Bentuk lesung (lisung), yaitu batu berbentuk balok yang berdiri tegak dengan permukaan pada sisi alas lebih kecil daripada permukaan sisi bawah, banyak dipakai pada rumah dan leuit. Bentuk kubus (balok), yaitu batu berbentuk kubus ditegakkan dengan sisi-sisi atas dan bawah sama besar (Muanas dalam Nuryanto, 2013).
Terlihat penampakan Suhunan Perahu Kumereb pada gambar diatas. AtapMasyarakat Sunda memiliki sistem kosmologi mengenai alam semesta. Di dalam sistem tersebut terdapat pembagian tiga jenis dunia, yakni 1) Buana nyungcung atau ambu luhur, artinya dunia atas sebagai tempat tinggal Sanghyang, para dewa, batara, atau leluhur yang sangat disucikan; 2) Buana panca tengah atau ambu tengah, adalah dunia tengah sebagai tempat tinggal manusia atau makhluk ciptaan Sanghyang; 3) Buana larang atau ambu handap, artinya dunia bawah sebagai tempat kembalinya manusia ke asalnya yaitu tanah (kematian) (Nuryanto, 2014). Kosmologi masyarakat Sunda bersumber dari agama Sunda Wiwitan. Kosmologi ini memiliki makna sangat fundamental. Selain konsep ketuhanan, ia juga mengandung konsep kemanusiaan, yaitu: (1) Dalam jati diri manusia kedudukan niskala adalah hirup. Kata hirup menerangkan Buana Nyungcung atau Sunda Wiwitan, yaitu alam segala asal atau alam awang-uwung (alam padang), merupakan kedudukan tertinggi dalam sistematika alam; (2) Alam Buana Larang, yaitu alam makhluk atau alam pawenangan. Buana Larang disebut sebagai Sunda Sawawa, berisi ajaran Salaka yang sudah berada dalam ruang dan waktu. Ajaran salaka disebut sebagai rasa atau wujud dalam tubuh manusia; (3) Sunda Sembada atau kejadian yang disebut sebagai alam kuring atau kurung, artinya kurungna rasa atau Buana Panca Tengah, yaitu alam rahim sebagai perantara yang memproses waruga manusia, yaitu masuknya jagat wayang-wayangan. Kata wayang berasal dari "wa", artinya wujud atau rasa (jiwa), dan "hyang" artinya nilai keilahian. Wayang menjadi falsafah hidup orang Sunda: "hirup darma wawayangan bae", artinya kehidupan hanya untuk melakukan ibadah atau berbuat kebajikan. Dengan demikian, Sunda Wiwitan bermakna "Sa-Asal", yaitu proses perjalanan manusia dari tidak ada berproses di dalam alam asal melalui perantaraan bapak dan ibu. Sunda Sembada bermakna "Sa-Tunggal", yaitu proses melalui bapak dan ibu menyatu dengan bumi berada dalam alam rahim atau kasih sayang ibu. Sunda Sawawa bermakna "Sa-Bakal" atau "Alam", yaitu zat yang diambil untuk kelangsungan raga atau jasad (Darsa, 2006).
Dengan demikian, Suhunan Perahu Kumereb menjadi bukti nyata bagaimana nilai-nilai tradisional, orientasi Manusia dengan Alam, dan pengaruh budaya memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan kekayaan budaya masyarakat Sunda. Pemahaman akan nilai-nilai ini penting untuk dilestarikan dan disampaikan kepada generasi muda sebagai bagian integral dari warisan budaya.
Referensi
Deny, M. Sundanese Traditional House In Paradox Theory Perspective. Ambiance, 1(2), 217743.