DATA BUKU:
Judul        : Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas
Penulis      : Neng Dara Affiah
Penerbit      : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tebal        : xxi + 200 halaman
ISBN Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-433-555-7
Cetakan      : Jakarta, Desember 2017
Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas merupakan buku karya dari Dr. Neng Dara Affiah,MS.i. Beliau salah satu dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengajar program studi Sosiologi dengan mata kuliah Teori Sosial Modern. Di dalam buku ini, terdapat tiga bab yang diantaranya meliputi: Bab pertama, membahas Islam dan Kepemimpinan Perempuan, bab kedua membahas Islam dan seksualitas Perempuan dan bab ketiga membahas Perempuan, Islam dan Negara.
Pada bab pertama Penulis membahas islam dan kepemimpinan perempuan. Polemik antara islam dan kepemimpinan perempuan seringkali terdengar di kalangan masyarakat. Pada bab ini menggambarkan adanya pro dan kontra terhadap perempuan dalam memimpin suatu kedudukan, baik di instansi pemerintahan maupun non pemerintahan. Hal ini telah disebutkan di dalam al-qur'an, sebagaimana " bahwa salah satu keutamaan ajaran islam yaitu memandang manusia secara sama dengan tanpa membeda-bedakannya berdasarkan kelas soial (kasta, ras, dan jenis kelamin. Dalam islam, yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah kualitas ketakwaannya, kebaikannya selama hidup, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (Qs. Al-Hujurat 49:13). Hal ini seharusnya sudah tak menjadi perdebatan, karena sudah jelas bahwa manusia sebagai khilafah (pemimpin) di muka bumi ini tanpa memandang dari segi apapun. Makna kata kepemimpinan adalah manusia yang memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanankan dengan penuh amanah. Jadi siapapun itu, setiap orang berhak menjadi seorang pemimpin. Tetapi, masih saja ada argumen bahwa laki-laki memiliki aset kekayaan yang mampu menghidupi istri dalam pembiayaan hidup untuk keluarga sehari-hari. Tak hanya itu, laki-laki pada umumnya dianggap memiliki kelebihan seperti penalaran, tekad yang kuat, keteguhan, kekuatan, kemampuan tulisan dan keberanian. Sehingga adanya stigma yang muncul, bahwa perempuan pada umumnya memiliki kelebihan yang lebih lemah-lembut, penyayang dan perasaan sifat keibuan. Menurut sejumlah ahli tafsir berspektif feminis, bersifat relatif dan tergantung pada kualitas masing-masing individu bukan karena sifat gendernya. Jika ada ayat al-qur'an yang sebagian orang dijadikan argumentasi untuk menolak kepemimpinan perempuan seperti "Laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan" (Qs. An-Nisa:34). Banyak sekali penafsiran dari kata qowwam itu sendiri diantaranya pemimpin, penanggung jawab, dan memiliki kekuasaan atau wewenang untuk mendidik perempuan. Oleh karena itu, makna yang cukup umum terhadap kata qowwam yaitu pencari nafkah, penopang ekonomi, atau mereka yang menyediakan sarana pendukung kehidupan. Hal ini mengingat ketika perempuan melahirkan, merawat bahkan menyusui anaknya, maka suamilah yang harus mencari nafkah untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari. Al-qur'an menggambarkan kepemimpinan Ratu Balqis sebagai simbol pemimpin perempuan yang memiliki kerajaan super-power dan pada zaman nabi adanya Siti Aisyah yang menjadi pemimpin dalam perang waqiatul jamal (perang unta). Tak hanya itu saja, contoh pemimpin perempuan di Indonesia salah satu diantaranya ada Ratu Tajul Alam Shafiyatuddin Syah yang memerintah di Aceh pada tahun 1641-1675. Sedangkan di Jawa pemimpin perempuan yang terkenal adalah ratu Kalinyamat, ini tidak dituliskan tahun pemerintahannya oleh Penulis, dan masih banyak lagi contoh pemimpin perempuan yang berhasil menjadikan daerah yang dipimpinnya menjadi maju dan lebih baik.
Dalam teori sosialisasi politik dikatakan bahwa, keluarga dan orangtua adalah sebagai penentu utama untuk terlibat di bidang politik. Salah satu contoh pemimpin negara perempuan pertama kali di Indonesia, dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri yang memiliki karakter yang cukup kuat, mengayomi, dan tampak keibuan. Awalnya beliau hanya seorang Ibu Rumah Tangga yang memang tetap mengikuti perkembangan dunia politik, walau sibuk mengurusi urusan rumah. Kepemimpinan sangat dikaitkan oleh sebuah kharisma dan keturunan, bukan kemampuan. Tetapi, kepemimpinan itu tidak datang dengan sendirinya, kepemimpinan perlu dibentuk sejak kecil, pola dalam mendidik anak laki-laki maupun perempuan tidak dibedakan. Anak laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan apa yang membuat dirinya bisa berkembang sesuai kemampuannya sendiri. Ketika mereka mampu memilih, berikan kebebasan atas keinginanya untuk menuju proses pendewasaan hidup dan otonomi diri. Isu gender dalam kepemimpinan nasional (Megawati Soekarnoputri) terdapat tiga persoalan diantaranya yaitu:
- Arif Budiman menyatakan, Megawati harus meyakinkan rakyat Indonesia bahwa ia mampu menjadi presiden.
- Sebenarnya agama apapun tidak mengenal adanya diskriminasi gender. Bukankah dalam islam manusia sebagai "pemimpin" di muka bumi, dan dalam kristen sebagai "citra tuhan" di bumi.
- Penentangan terhadap presiden perempuan muncul karena ada rasa khawatir negara ini tidak kuat, sebab secara budaya di Indonesia sendiri, permpuan sering distreotipkan sebagai manusia yang lemah dan lebih mudah berperasa.
Kini kita memasuki tahun millenial yang tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap agama sudah relatif baik. Sehingga sudah tidak terlalu diperdebatkan kepemimpinan perempuan atas dasar diskriminasi gender dan isu agama, tapi mulailah dengan standar kemampuan kualitas diri.