Allah SWT mensyari'atkan hukum pidana islam mempunyai tujuan yang penting yaitu untuk kemaslahatan hidup, antaralain untuk terpeliharanya kemaslahan agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan, kesatuan umat.
Hukum pidana islam juga berfungsi untuk menyadarkan pelaku jarimah agar tidak mengulangi lagi segala bentuk tindak pidana yang pernah dilakukan seseorang. Dengan adanya hukum pidana islam ini juga guna menjadi pelajaran bagi orang lain agar mereka yang tidak pernah melakukan tindak pidana tidak berani melakukan tindak pidana, serta bagi orang-orang yang pernah melakukan tindak pidana tersebut namun belum tertangkap agar berpikir panjang untuk mengulangi perbuatannya. Dengan demikian lah akan terciptanya kedamaian hidup di dunia ini.
Selain itu juga dengan menerapkannya hukum pidana ini bisa berguna untuk menyelamatkan terpidana dari siksa di akhirat kelak, karena kesalahan yang ia lakukan sudah di tebus di dunia, dosa-dosanya akan terhapus dan menjadi kebajikan baginya karena telah berperan dalam menegakkan syari'at Allah SWT.
Dengan demikian, pada dasarnya hukum pidana islam telah mengandung lebih dari semua tujuan yang biasa dikenal dalam dunia hukum pidana, yaitu untuk reformation (perbaikan), retribution (pembalasan), dan deterence (pencegahan).
Bagaimanapun juga hukum pidana islam ini merupakan hukum yang bersumber dari Allah SWT langsung yang sudah dipastikan kebenarannya, dan pastinya isi dari hukum tersebut guna kemaslahatan bagi masyarakat banyak. Namun hudud, qishash dan diyat jumlahnya sangat sedikit dibanding pasal-pasal kejahatan dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) maupun dalam ketentuan aturan-aturan pidana khusus lainnya.
Tujuan pemidanaan dalam islam bukan dilatarbelakangi oleh kemarahan ataupun dendam saja. Oleh karena itulah proses pemidanaannya tetap melalui lembaga yang berwenang (hakim/pemerintah) yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan pelaku atau pun korban, sehingga keputusan hukum yang diperoleh benar-benar secara objektif. Dengan demikian keputusan hukum yang diambil dapat digunakan sebagai pembelajaran hukum bagi seluruh masyarakat.
Kebanyakan negara islam atau negara dengan mayoritas penduduk muslim lebih memilih memberlakukan hukum pidana barat, sama seperti halnya di Indonesia pada umumnya. Di Indonesia sendiri hanya terdapat satu daerah yang memungkinkan pemberlakuan hukum pidana islam khususnya hukum qishash yang secara tekstual dan utuhyaitu daerah yang memiliki otonomi khusus seperti Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (NAD). Sedangkan untuk daerah dan negara lainnya umumnya lebih memahami dan melaksanakan hukum qishash secara umum dalam bentuk hukuman mati.
Dengan diberlakukannya hukum pidana islam di Aceh bisa menjadi langkah awal untuk diterapkannya hukum pidana islam di Indonesia. Setidaknya, apabila hukum pidana islam di Aceh berjalan dengan baik dan efektif sehingga terasa secara signifikan hasilnya dalam kehidupan bermasyarakat, maka, hal itu akan menjadi pertimbangan yang sangat berharga bagi upaya pembaruan hukum pidana di Indonesia.
Â
Penulis:
1. Shiela Aulia Rahmi (Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
2. Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H