Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kebijakan pajak yang sangat memberatkan penduduk pribumi, dikenal dengan nama belasting. Kebijakan ini diterapkan secara paksa dan menimbulkan penderitaan luar biasa bagi masyarakat Minangkabau, termasuk Siti Manggopoh dan keluarganya. Ketidakadilan pajak ini memicu kemarahan Siti Manggopoh.
Pada tahun 1908, Siti Manggopoh bersama dengan suaminya dan penduduk Nagari Manggopoh memimpin sebuah pemberontakan melawan pemerintah kolonial. Pemberontakan ini dikenal sebagai "Perang Belasting". Dalam perlawanan ini, Siti Manggopoh tidak hanya menjadi pemimpin, tetapi juga terlibat langsung dalam pertempuran. Keberaniannya memimpin pasukan dan menghadapi pasukan Belanda menunjukkan bahwa peran wanita dalam perjuangan tidak kalah penting dibandingkan pria.
Siti Manggopoh memanfaatkan pengetahuannya tentang medan lokal untuk melakukan serangan gerilya terhadap pos-pos penjaga Belanda. Taktik gerilya ini berhasil membuat pihak Belanda kesulitan. Mereka menggunakan hutan dan pegunungan sebagai tempat berlindung dan menyerang secara tiba-tiba, sehingga menyulitkan pasukan Belanda yang kurang memahami medan. Namun, meskipun pemberontakan tersebut berhasil memberikan perlawanan sengit, pada akhirnya dapat dipadamkan oleh pasukan kolonial yang lebih kuat dan lebih terlatih. Banyak pejuang termasuk Siti Manggopoh yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda.
Meskipun pemberontakan Siti Manggopoh dan rakyat Manggopoh tidak berhasil menggulingkan pemerintahan kolonial, aksi ini memberikan dampak yang besar dalam pergerakan nasional. Perlawanan mereka menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki kesadaran politik dan keberanian untuk menentang ketidakadilan. Selain itu, pemberontakan ini juga menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap penindasan dan eksploitasi kolonial, menginspirasi perlawanan di daerah lain.
Perjuangan di Masa Pendudukan Jepang
Dalam fase perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Jepang, kaum perempuan Indonesia kembali menunjukkan peran pentingnya. Meski di satu sisi dipaksa dan mengalami tekanan dari kebijakan militer Jepang, namun di sisi lain banyak yang memanfaatkan celah tersebut untuk meneruskan cita-cita kemerdekaan. Tidak sedikit tokoh perempuan yang menolak bekerjasama dan memilih jalur perlawanan terhadap pendudukan Jepang.
Saat detik-detik kemerdekaan Indonesia tiba, kaum perempuan bergerak massal membentuk organisasi di berbagai wilayah seperti Wanita Negara Indonesia (WANI) di Jakarta, Laskar Wanita di Bandung, Persatuan Wanita Indonesia di Surakarta, Laskar Putri Indonesia di Yogyakarta, Pemuda Putri Republik Indonesia di Surabaya, Srikandi di Sumatera Utara, Keputrian Republik Indonesia di Sumatera Barat, dan kelaskaran wanita di Sulawesi serta Maluku.
Peran mereka tidak lagi terbatas pada garis belakang seperti dapur umum dan pekerjaan domestik semata, melainkan turut berperan di garis depan sebagai barisan pejuang yang gigih mempertahankan kemerdekaan. Mereka menerjunkan diri dalam kegiatan kepalangmerahan, menjahit dan mengumandangkan bendera merah putih, mengumpulkan dana, mengajar di sekolah darurat, hingga terlibat langsung dalam pertempuran mengangkat senjata demi membela tanah air dari penjajahan.
Warisan dan Dampak Perjuangan Perempuan
Perjuangan para tokoh perempuan dalam pergerakan nasional Indonesia meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi generasi berikutnya. Keberanian, kegigihan, dan dedikasi mereka dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan kemerdekaan bangsa menjadi inspirasi yang tak lekang oleh waktu.
Warisan Siti Manggopoh, misalnya, tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Minangkabau. Namanya dikenang sebagai pahlawan lokal yang berani menentang penjajah demi keadilan dan kemakmuran rakyatnya. Keberaniannya dalam menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Kisah Siti Manggopoh mengajarkan pentingnya keberanian dan tekad dalam melawan ketidakadilan, serta bahwa setiap individu memiliki potensi untuk membuat perubahan, tidak peduli seberapa besar tantangan yang dihadapi.