Mohon tunggu...
Shiddartha
Shiddartha Mohon Tunggu... -

Nothing Everythink

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Realita : Curahan Singkat Rani Siang Itu

3 Desember 2013   20:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:21 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surabaya siang itu begitu terik, aku yang sedang menikmati es degan di warung langganan memberikan kursi kosong di sebelahku kepada seorang waria yang baru saja masuk, sebut saja namanya Rani (26 Tahun) perawakannya kecil, entah bagaimana kami memulai, kamipun akhirnya terlibat dalam suatu perbincangan.

“Apakah mbak Rani merasa nyaman dg keadaan sekarang ini?”

“ Gimana ya? Saya sering merasa sepi dan sendiri, di tengah tekanan masyarakat dan konflik dalam diri, kadang saya berpikir untuk apa saya hidup? Kenapa Tuhan tidak adil? Menciptakan makhluk seperti saya dan teman-teman. Lalu apa maksud tuhan dengan semuanya?”

Ia berhenti sebentar, sambil menerawang seakan mencari jawaban

“Orang di sekitar selalu melecehkan kami, walau waria ada yg menjadi puteri waria, puteri AIDS dll, namun derajat waria tetap di pandang rendah, PSK wanita sudah rendahan, kami lebih rendah lagi, tak ada laki-laki yg mencintai kami secara tulus, mereka hanya menginginkan kepuasan seksual saja. Saya punya pacar, tapi saya yakin dia tidak tulus mencintai saya. Kadang saya iri sama perempuan, karena mereka bisa berumahtangga, mempunyai anak, sedang kami tidak, lagian ... Anda tahukan bagaimana “ Indonesia “ memperlakukan kami”.

“Memangnya apa yang mbak Rani harapkan?”

“Kami hanya ingin dihargai, tidak dilecehkan, saya pernah dengerin ceramahnya Lutfiah Sungkar, dan saya sangat tidak suka itu, masyarakat tidak boleh seenaknya men-judge kami, mereka harusnya sadar bahwa kami juga manusia , yang punya perasaan”.

“Lalu.. pernahkan terpikir untuk kembali normal?”.

“Menjadi pria normal? Beristeri dan punya anak? Ah tidak mungkin, itu hanya di sinetron, teman saya ada yg bertobat, setelah bosan menjadi waria, dan ia mengajak kami untuk bertobat juga,namun kami berjanji akan tobat massal jika teman saya itu bisa menjadi lelaki sejati ( berumahtangga) karena jika memang ia waria, tetap tidak akan “berfungsi” walau melihat wanita cantik yang sedang tela****g sekalipun.

Ia tertawa ringan,

“Saya pernah dua minggu tinggal di pesantren, saat itu saya sedang mencari jawaban atas hal-hal yang mengganggu saya, saya sadar waria identik dg ngamen, salon dan banyak juga yang melac****kan diri, dan itu berdosa, dosa besar, saya juga sadar bahwa jalan yg saya tempuh ini dosa. Sekarang ini banyak waria yang tobat, banyak yang sudah naik haji, bahkan ada pengajian rutin yang kami adakan tiap jumat malem, ya ... istilahnya ada juga waria yang soleh dan shalihah gituh...”

“Pernah merasa sakit hati?”

“Pernah juga, banyak yang sering melecehkan kami, pernah di dalam bis, saya bertemu ibu hamil, sambil memegang perutnya dia bilang “amit-amit jabang bayi”, lalu saya bilang sama itu ibu “ Maaf bu, Waria itu tidak menular, coba ibu bayangkan perasaan ibu, seandainya yang menjadi waria itu anak ibu.”

Aku tersenyum.

“Saya liat mba Rani itu cantik, Kok ga ikut acara pemilihan puteri atau miss waria?.”

“Ah Anda bisa saja, (tersenyum malu-malu sambil mempermainkan rambut sebahunya) yang saya tahu untuk mendaftar saja harus memiliki “mami” yang mempunyai pengaruh, ada sedikit system KKN juga, itu yg saya denger loh”

“Tapi beneran, mbak Rani itu cantik”

Sambil tersenyum, Ia menghabiskan sisa es degan di gelas.

“Eh… saya permisi dulu, es saya sudah habis, saya mau istirahat, buat persiapan nanti malam, terimakasih karena telah mau mendengarkan.”

“Saya juga makasih karena mbak Rani mau berbagi cerita, Met istirahat.”

Mentari mulai naik, tepat di atas kepala, udara menjadi makin gerah. Untuk Rani-Rani lain diluar sana, selamat berjuang, semoga kalian bahagia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun