Mohon tunggu...
Shiddartha
Shiddartha Mohon Tunggu... -

Nothing Everythink

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Realita : Sejam Bersama PSK Waria

2 Desember 2013   21:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:24 3776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Namanya Y (45 tahun) seorang waria yang juga bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di salah satu sudut Surabaya, penampilannya sudah kurang menarik, bekas suntikan silikon di wajahnya membuat ia terlihat “bengkak” ditambah bedak dan make up yang sedikit tebal, berat badannya terlihat normal, tidak gemuk pun juga tidak kurus, dengan memakai kaos lengan pendek ketat warna kuning dan rok hijau selutut dan tas kecil hitam yang menggantung di pundaknya ia berdiri di bawah sebuah pohon diantara keremangan malam yang berhawa dingin, Aku menghampirinya. Setelah saling memperkenalkan diri termasuk tujuanku berbincang dengannya ia kemudian duduk dan memersilahkanku duduk di sampingnya.

“Sudah dapat pelanggan?” Tanyaku

“Belum”

“Padahal sudah jam setengah satu”

“Ga tiap malam juga dapat pelanggan, ini aja saya sudah dua malam belum dapat pelanggan”

“Masih belum rezekinya mungkin” ucapku sambil tersenyum, berusaha menghibur.

“Beginilah kalau sudah tua, sudah kurang menarik, sudah tidak laku” kali ini ia yang tersenyum.

“Memangnya yang masih muda di sana itu tiap malam juga dapat pelanggan?” aku menunjuk ke beberapa orang waria yang terlihat tak jauh dari kami duduk.

“Ya ngga juga sih, tapi dibanding mereka itu saya lebih tidak menarik, makanya itu saya sambil buka usaha kalau siang, antisipasi ketidaklakuan saya ini, sementara saya tetap harus hidup, harus makan”

“Usaha apa?”

Mracang, jual makanan ringan buat anak-anak kecil di sekitaran kontrakan saya, lumayan buat nambah-nambah dan biar ada kerjaan kalau siang”.

“Apakah hasil dari mracang dan hmm... kerja seperti ini cukup untuk biaya hidup?”

“Dicukup-cukupkan, biaya kontrakan saya urunan dengan teman, buat beli make up dan lipstik aja kami kadang urunan”

“Apakah tidak ingin bekerja yang lain? Apa pernah berpikir untuk berhenti kerja malam kayak gini?”

“ Sering, tapi waria tua seperti saya mau kerja apa? Di salon? Saya ga punya keahlian, di tempat lain? siapa juga yang bakal nerima saya sebagai pekerjanya, yang ada malah takut sama saya, saya dan teman-teman yang lain itu ibarat noda di masyarakat, kami dikucilkan dan tak dikehendaki, kami adalah kaum yang terpinggirkan”

“Pernah berencana pulang kampung? Buka usaha di sana?”

“Ga bisa, keluarga dan tetangga saya di kampung sudah tidak menerima saya, sejak mereka tahu saya menjadi waria dan menjadi PSK, 20 tahun lalu”

Aku terdiam, ada gurat lelah di wajahnya. Ia menarik napas dalam.

“Saya tahu pekerjaan ini berisiko terkena AIDS, beberapa teman saya sudah ada yang meninggal”.

“Lalu? Anda ga takut terkena AIDS juga?”

“Seandainya terkena, itu sudah risiko pekerjaan saya ini, dan saya paham itu, tuntutan hidup yang membuat saya berani. Saya harus makan, bayar kontrakan, beli keperluan sehari-hari, hasil dari mracang ga cukup, kadang tiga malam juga ga dapat pelanggan, sekalinya dapat hanya dibayar 5 ribu”

“ Lima ribu? Anda mau?”

“Mau gimana lagi? 5 ribu itu tetap uang, bahkan ada juga yang cuma ngasih rokok” ia tersenyum, dipaksakan, getir.

“Lalu sampai kapan akan bekerja seperti ini?”

“Entahlah.. mungkin sampai saya tua, sakit atau sampai mati”

“Ah... jadi merinding saya, terdengar... “

“Menakutkan?” potongnya.

“Hmm... Semacam itulah mungkin“ jawabku

“Atau malah menyedihkan?” suaranya terdengar melemah.

Perbincangan kamipun masih berlanjut, tepat jam 1.30 aku pamit pulang, sejam bersamanya membuatku berpikir tentang banyak hal, tentang hidup dan pilihan pilihan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun