perempuan saat ini, mulai dari skincare, makeup, haircare, dan bodycare. Di Indonesia, fenomena ini terus meningkat dengan hadirnya berbagai merek lokal maupun internasional yang menawarkan produk-produk perawatan. Skincare dan makeup kini tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan sekunder, akan tetapi seperti suatu "keharusan" yang membuat perempuan merasa perlu menjaga standar tertentu agar terlihat menarik dan "sempurna."
Tren produk kecantikan semakin mendominasi kehidupanTidak bisa dipungkiri, industri kecantikan memiliki dampak yang besar terhadap citra diri perempuan, terutama di era media sosial saat ini. Dari influencer, selebriti, hingga pengaruh budaya populer Korea Selatan, semua menyuguhkan standar kecantikan yang seringkali sulit untuk dicapai sehingga membuat perempuan rela melakukan suatu hal yang beresiko terlebih yang di luar kendali mereka.Â
Dalam penelitian Salsabila (2024), dijelaskan bahwa banyak perempuan merasa terpengaruh oleh citra "sempurna" yang ditampilkan media. Standar kecantikan yang terus-menerus disuguhkan melalui media akan melahirkan "mitos kecantikan" yang seolah-olah menjadi suatu keharusan untuk diterima oleh masyarakat luas dan bisa diterapkan oleh seorang perempuan, baik perempuan remaja maupun dewasa.
Industri kecantikan melibatkan banyak aktor, mulai dari perusahaan kosmetik, influencer, hingga media sosial yang kerap menampilkan sosok perempuan "ideal". Influencer kecantikan dan selebriti di media sosial kini memiliki peran besar (role model) dalam membentuk pandangan dan preferensi konsumen terkait produk kecantikan tersebut.Â
Selain itu, perempuan dari berbagai usia, mulai dari remaja hingga dewasa, menjadi segmentasi utama dari industri ini. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2021), perempuan Indonesia dengan rentang usia 15-40 tahun adalah kelompok yang konsumtif untuk produk kecantikan dan aktif di media sosial. Banyak perempuan yang merasa terdorong untuk mengikuti standar kecantikan tertentu agar merasa lebih percaya diri dan tidak tertinggal jaman.
Fenomena ini mulai terlihat dalam dekade terakhir, seiring perkembangan media sosial dan meningkatnya akses terhadap tren kecantikan global. Platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube memungkinkan informasi tentang skincare dan makeup menyebar dengan cepat. Selain itu, standar kecantikan yang berasal dari Korea Selatan dan Amerika Serikat turut berpengaruh terhadap persepsi perempuan tentang kecantikan di Indonesia.
Dalam penelitian Putri (2020), disebutkan bahwa keterpaparan terhadap media sosial dapat meningkatkan kecemasan terkait citra diri, terutama karena perempuan sering membandingkan diri mereka dengan standar kecantikan yang disuguhkan oleh media. Kecemasan ini memicu mereka untuk memperbaiki diri melalui produk kecantikan dan perawatan.Â
Standar kecantikan ini memiliki dampak yang paling kuat pada aspek psikologis perempuan. Di satu sisi, penggunaan produk kecantikan dapat membuat perempuan merasa lebih percaya diri dan nyaman dengan diri mereka. Namun, di sisi lain, tuntutan untuk selalu tampil "sempurna" dapat menjadi tekanan tersendiri.Â
Banyak perempuan merasa bahwa mereka harus mengikuti standar kecantikan yang ideal agar dapat diterima di lingkungan sosialnya. Salsabila (2024) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa banyak perempuan merasa citra diri mereka bergantung pada bagaimana mereka tampil di depan umum. Hal ini berisiko membuat perempuan merasa bahwa penampilan fisik mereka lebih penting daripada potensi dan kompetensi lain yang dimiliki.
Berdampak pada Feminisme dan Standar Sosial
Di dalam konteks feminisme, produk kecantikan memiliki dua sisi dampak. Di satu sisi, produk kecantikan dianggap sebagai bentuk kebebasan dan pemberdayaan diri (empowerment) bagi perempuan. Banyak perempuan merasa berdaya ketika mereka dapat memilih produk kecantikan yang membantu mereka menampilkan versi terbaik dari diri mereka. Namun, di sisi lain, perempuan juga merasa "terjebak" dalam standar kecantikan yang diciptakan oleh industri.