Mohon tunggu...
Ani Sri Nuraini
Ani Sri Nuraini Mohon Tunggu... -

kamu tidak akan pernah tahu saya jka belum pernah berbicara dengan saya, seperti pepatah 'TAK KENAL MAKA TAK SAYANG' ^^\r\nI Publishing Jurnalism♥2011 | PNJ♥ | I ♥ Dance and I ♥ BQ Ent♥ | I'M ELF | I'M ㄴㅇㅅㅌ | Yesung♥ | Aron♥ | saranghae :* ♥

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahaya Atap Kereta Api

7 Oktober 2012   15:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:07 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah tugas Manajemen Editorial dari dosen saya bernama pak Widjojo, tugas ini di kirim via email. nah tugas ini baru banget saya buat pada hari ini pukul 8 malam dan saya kirim pukul 10 malam. Terus dari pada ini artikel di simpen saja, mending di pos di sini. hehehe Sekalian nambah-nambahin posan.

Nah, awalnya artikel yang baru saya kirim via email kepada dosen saya  ini saya beri judul, Kereta api Tak Aman Lagi namun karena menurut saya aneh, jadi saya ubah di pos ini menjadi Bahaya Atap Kereta Api. Happy Reading ya teman-teman^^

Bahaya Atap Kereta Api

Kereta Api atau KA merupakan salah satu kendaraan darat yang dipilih oleh masyarakat sebagai alat transportasi umum. Banyak para pekerja kantoran, mahasiswa, dll lebih memilih alat transportasi ini dibandingkan dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi.

Waktu yang relatif cepat sampai tujuan dan tidak terlalu menghabiskan ongkos banyak, membuat kereta api menjadi primadona dan dipilih menjadi kendaraan yang paling digandrungi oleh khalayak banyak.

Akibat kurangnya fasilitas kereta api yang kurang banyak dan tidak memadai, membuat pengguna kereta api nekat untuk berdesak-desakan di dalam kereta hingga sampai nekat naik di atap gerbong kereta agar cepat sampai tempat tujuan.

Padahal, itu semua dapat membahayakan diri mereka. Resiko terkena arus listrik kereta yang tinggi hingga terjatuh dari kereta bisa mereka rasakan. Namun, semakin banyak korban, semakin banyak yang tetap melanggar.

Menurut data dari (www.dephub.go.id) bahwa kecelakaan kereta api dari tahun 2007 hingga tahun 2010 sedikitnya 10 kali kecelakaan setiap tahunnya, dari kecelakaan antar KA; anjlok atau terguling; hingga kecelakaan lainnya seperti terjatung dari kereta atau terbakar di atap gerbong.

Menurut cuplikan dari (VIVAnews) Sepanjang tahun 2011 lalu tercatat sedikitnya 37 penumpang kereta api mengalami kecelakaan karena memanjat atap kereta api. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Penertiban PT Kereta Api Indonesia (KAI) DAOP 1 Akhmad Sujadi.

Dari 37 penumpang itu, enam di antaranya tewas tersetrum listrik aliran atas. Sementara yang meninggal dunia akibat terjatuh sebanyak 11 orang. Penumpang yang mengalami luka berat sebanyak 15 orang dan lima orang lainnya mengalami luka ringan.

Seharusnya bukan dari pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) saja yang disalahkan akibat kecelakaan yang terjadi, tetapi juga dari penumpang kereta api yang tidak sadar dengan keselamatan diri sendiri.

Untuk mencegah penumpang naik ke atap kereta api, diperlukan cara yang jitu agar tidak dimentahkan oleh para penumpang. Saat ini ada banyak cara yang telah dicoba oleh PT KA seperti memagari atas atap gerbong setiap stasiun kereta api, namun tetap saja masih banyak penumpang bandel yang naik ke atap gerbong kereta api.

Menurut cuplikan dari (www.organisasi.org), ada beberapa saran dan masukan kepada PT Kereta Api Indonesia agar bisa mengatasi permasalahan penumpang yang naik ke atap gerbong:

1. Menambah Jumlah Armada Kereta atau Gerbong

Untuk mengantisipasi tingginya permintaan masyarakat akan transportasi kereta api, harus diikuti dengan pelayanan yang maksimal dari perusahaan perkeretaapian di negara ini. Fungsi pengawasan ketertiban penumpang juga perlu diperhatikan agar fasilitas umum yang ada tidak cepat rusak karena tangan-tangan jahil penumpang.

2. Memasang Sesuatau yang Menakutkan di Atap Kereta Api

Jika di atap kereta api tidak dipasangi apa-apa, sudah pasti penumpang akan naik ke atas, karena di atas kereta udaranya lebih segar daripada di dalam. Di atas kereta api juga bagi orang-orang tertentu dianggap sebagai sesuatu yang jantan, keren, gagah berani, nyaman, pemicu adrenalin, dan lain sebagainya. Dengan memasang kawat berduri tipe silet yang dimodifikasi khusus untuk atap kereta api, maka orang-orang akan takut naik ke atas, karena pasti terluka berat jika lengah sedikit.

3. Memberikan Sesuatu yang Menjijikkan di Atas Kereta Api

Lumuri atap kereta dengan sesuatu yang lengket dan licin serta berbau kurang sedap agar orang-orang yang tadinya gemar naik ke atap gerbong jadi enggan naik karena merasa jijik. Mau naik saja sudah sulit karena ada sesuatu yang lengket-lengket dan licin, apalagi sampai mengenai baju atau kulit akan lebih membuat sengsara lagi.

4. Memberikan Hukuman yang Berat

Berikan hukuman yang sangat berat bagi orang yang tertangkap agar menjadi pelajaran bagi pelaku lainnya yang masih bebas berkeliaran. Hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik dan membuat jera, misalnya seperti hukuman kerja sosial untuk jangka waktu tertentu. Jika hukuman pekerjaan sosial diabaikan, maka bisa berubah menjadi hukuman pidana kurungan penjara.

5. Pursulit Akses Cara Menuju ke Atap

Jika penumpang masih bisa naik ke atas atap kereta dengan cara memanjat jendela, maka tutup saja jendelanya dan pasang ac yang dingin di dalam gerbong. Bisa juga dengan memindakan atau mengubah bentuk jendela sehingga sulit untuk didaki para penumpang yang nakal. Jangan memberikan kemudahan apa pun untuk para atapers tersebut. Walaupun seseorang bisa naik, namun untuk turun ke bawah jauh lebih sulit sehingga memaksa atapers untuk tetap di atas atau lompat dengan resiko cedera.

Dengan adanya saran dari (www.organisasi.org), semoga saja perkeretaan Indonesia semakin baik, dan dengan adanya saran tersebut para penumpang atap gerbong dapat kapok dan tidak akan mengulanginya lagi, karena bagaimanapun kesehatan itu tak ternilai harganya. (ASN)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun