Mohon tunggu...
Sheyla Nisya
Sheyla Nisya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Upaya Pencegahan Triple Burden Malnutrition, Seberapa Sadarkah Orangtua?

2 Januari 2019   18:36 Diperbarui: 23 April 2021   18:25 2032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Baik nabati maupun hewani. Keanekaragaman hayati yang melimpah merupakan kekayaan alam yang dapat memberikan peran vital dan strategis, sebagai modal dasar pembangunan nasional (Suhartini, 2009). 

Walaupun Indonesia merupakan negara yang kaya akan pangan, masih saja sebagian masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi makanan yang beragam untuk kebutuhan gizinya.

Sejalan dengan peningkatan pembangunan nasional di Indonesia, diiringi juga dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal tersebut menjadi salah satu penghambat ketahanan pangan. 

Sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. Ketiga subsistem tersebut harus terpenuhi demi tercapainya ketahanan pangan bagi masyarakat. 

Namun, menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) masih banyak data menunjukkan pola konsumsi masyarakat Indonesia rendah terutama pada protein hewani dan sayur-sayuran (Kementerian Pertanian RI, 2018) serta hanya 5% yang mengonsumsi buah dan sayur yang cukup, yakni 5 porsi per hari (Riskesdas, 2018).

Protein hewani, sayur, dan buah merupakan kelompok bahan pangan yang mengandung zat gizi makro dan mikro. Protein termasuk ke dalam zat gizi makro yang diperlukan dalam jumlah besar oleh tubuh. 

Sedangkan sayur dan buah mengandung vitamin dan mineral termasuk ke dalam zat gizi mikro yang hanya diperlukan dalam jumlah kecil (Brown, J.E. et al, 2011). Jika pola konsumsi masyarakat Indonesia tidak memenuhi kebutuhan gizinya, maka akan terjadi masalah-masalah terkait gangguan gizi.

Triple burden malnutrition, masalah gizi yang mencakup undernutrisi (stunting dan wasting), defisiensi zat gizi mikro dan obesitas (WHO, 2016). Masalah tersebut merupakan penyumbang terbesar secara global dan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan setiap Negara (The Committee on World Food Security, 2017). 

Faktanya, 30,8% balita di Indonesia mengalami stunting (Riskesdas, 2018), dan perlu mendapat perhatian lebih karena akan menimbulkan dampak jangka panjang dalam kehidupannya, yaitu berkurangnya tingkat produktivitas seseorang saat usia muda, dan juga meningkatkan risiko terkena penyakit tidak menular saat tua (The World Bank, 2015). 

Sedangkan defisiensi zat mikro yang sering terjadi adalah anemia zat besi yang akan berdampak pada keterlambatan perkembangan dan gangguan perilaku (CDC, 1998). Kedua masalah tersebut dapat dicegah dengan cara meningkatkan konsumsi protein seperti daging ayam, telur ikan, hati sapi,  susu, dan lain-lain, serta sumber vitamin dan mineral seperti buah dan sayur (PGS, 2014).

Maraknya kedai cepat saji dengan harga yang murah akan berpeluang bagi masyarakat umum untuk mengonsumsi lebih banyak makanan cepat saji yang tinggi kalori. Hal tersebut dapat meningkatkan faktor risiko untuk terjadinya obesitas (NHLBI, 2018). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun