Ketidaksetaraan gender dan sosial masih menjadi isu yang memprihatinkan di Indonesia. Diskriminasi terhadap perempuan masih sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan seperti pada aspek pendidikan dasar relatif setara, kesenjangan mulai terlihat pada tingkat pendidikan tinggi. Data Kementrian Pendidikan menunjukkan bahwa partisipasi perempuan di bidang sains, teknologi, dan matematika masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Stereotip bahwa bidang-bidang tersebut "lebih cocok" untuk laki-laki daripada perempuan yang masih kuat mengakar di masyarakat. Dalam dunia kerja, kesenjangan semakin terihat. Survei BPS tahun 2023 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan perempuan 30% lebih rendah dibanding laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Selain itu, hanya 15% posisi manajemen tingkat atas di perusahaan-perusahaan Indonesia yang dijabat oleh perempuan.Â
Perempuan seringkali tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan atau membela diri ketika dituduh melakukan kesalahan. Struktur sosial patriarki masih kuat mengakar, di mana nilai-nilai maskulinitas lebih diutamakan dan peran perempuan direndahkan. Perempuan sering dihadapkan pada standar tindakan yang dianggap wajar bila dilakukan  laki-laki justru mendapat sanksi sosial bila dilakukan perempuan. Pembungkaman juga membuat korban kekerasan seksual takut bersuara karena khawatir disalahkan atau mengalami stigma sosial.
Kesenjangan ekonomi dan sosial semakin memperparah situasi ini. Perempuan dari kelas sosial rendah lebih rentan mengalami eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual. Sistem hukum yang lemah dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender membuat korban sulit mendapatkan keadilan.
Namun, mulai muncul gerakan solidaritas perempuan yang saling mendukung dan menguatkan. Meski belum mendapat keadilan secara hukum, suara-suara perempuan mulai terdengar dan menginspirasi yang lain untuk berani melawan ketidakadilan. Proses penyembuhan trauma juga menjadi bagian penting dalam perjuangan perempuan. Tetapi perubahan sistem dan pola pikir masyarakat juga sangat diperlukan. Program pendidikan yang inklusif dan sensitif gender, pelatihan bagi penegak hukum, serta kebijakan yang lebih protektif terhadap hak-hak untuk perempuan harus terus diperjuangkan. Perubahan sosial membutuhkan upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat sipil, dan setiap individu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H