Kurangnya keefektifan akan penggunaan primata simpanse dalam proyek tersebut karena telah terbukti dalam pengurutan genom simpanse biasa (Pan troglodytes) Â pada 2005 yang dilakukan oleh beberapa tim peneliti internasional, termasuk 454 Life Sciences di Branford, Connecticut yang dipimpin oleh Max Planck, mengkonfirmasikan bahwa simpanse berbagi persentase DNA dengan manusia sekitar 99,6% (Gibbons, 2012).
Karena simpanse adalah kerabat terdekat dari manusia, genom simpanse adalah kunci paling berguna untuk memahami biologi dan evolusi manusia di samping genom manusia itu sendiri. Untuk memetakan genom simpanse, para peneliti mengunakan DNA dari simpanse jantan biasa yang bernama Clint. Perbandingan persentase relatif blueprint DNA milik Clint berbagi 96% dari DNA manusia. Angka perbedaan genetika antara simpanse-simpanse dengan manusia adalah 10 kali lipat lebih kecil daripada perbandingan genetika dengan tikus (Lovgren, 2005).
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Animal Testing tidak akan sepenuhnya efektif karena masih terlihat selisih persentase kemiripan gen. menurut saya, perbedaan kemiripan gen yang sedikit saja dapat menimbulkan perbedaan yang signifikan antara simpanse dan manusia. Contoh konkritnya dapat dilihat dari kondisi fisik manusia dan simpanse, terutama pada bagian kulit, kulit simpanse lebih memiliki banyak rambut daripada manusia. Ditambah lagi dengan pembuktian dari penelitian yang sama yang dilakukan oleh tim peneliti Max Planck bahwa gen manusia telah berpisah dari gen simpanse sekitar >4 juta tahun lalu (Gibbons, 2012).
Animal testing hanya akan menimbulkan penderitaan pada hewan terkait. Di mana para hewan yang tak berdosa harus menanggung penderitaan dari efek samping obat yang ditimbulkan. Selain itu, ada saja pihak yang memperlakukan hewan uji coba dengan tidak sepantasnya, seperti dimasukkan dalam kandang yang sempit atau diikat. Dalam beberapa penelitian, tidak semua obat yang lolos uji melalui Animal Testing aman digunakan oleh manusia. Kita dapat mengambil contoh obat arthritis Vioxx aman digunakan pada jantung hewan, tetapi pada praktiknya, di Amerika, Vioxx ternyata telah menyebabkan 140.000 kasus stroke dan serangan jantung pada manusia (Tander, 2008).
Contoh lainnya ada pada zat arsenik, benzena, alkohol, asap rokok, dan asbes ternyata sangat berbahaya pada manusia setelah sebelumnya teruji aman pada hewan. Kita dapat mencoba alternatif lain yang lebih aman dibandingkan dengan Animal Testing. Contohnya adalah penggunaan tes pada kultur sel manusia (tube-test) lebih efektif jika diaplikasikan pada manusia dalam 10 tahun penelitian terakhir (ProFauna Indonesia, 2003). Jadi, menurut penulis, sebaiknya Animal Testing dalam pengujian metode pengobatan apapun, termasuk uji coba metode pengobatan HIV/AIDS dihentikan.
Daftar Pustaka:
1.Iqbal, Mochammad 2019. "Kisah Hidup Pemeran Perempuan di Video Vina Garut". Diunduh dari https://m.merdeka.com/peristiwa/kisah-hidup-pemeran-perempuan-di-video-vina-garut.html?utm_source=Kisah+Hidup+Pemeran+Perempuan+di+Video+Vina+Garut&utm_medium=Line+News+click&utm_campaign=Line+Today+-+News, hari Kamis, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 17.48 WIB.
2.Terakhir disunting oleh RXerself, 2019. "AIDS". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/AIDS, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 21.00 WIB.
3.Terakhir disunting oleh AABot, 2018. "Simian Immunodeficiency Virus". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Simian_immunodeficiency_virus, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 21.15 WIB.
4.Terakhir disunting oleh RianHS, 2019. "Feline Immunodeficiency Virus". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Feline_immunodeficiency_virus, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 21.20 WIB
5.Terakhir disunting oleh Helito, 2019. "Lentivirus". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lentivirus, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 23.22 WIB.