Berdasarkan laman Investor Daily (Investor Daily, 2019), Indonesia akan mengalami bonus demografi yang tinggi pada tahun 2030 hingga 2045 yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif terutama generasi Y atau milenial. Sehingga kaum milenial memegang peran penting sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia untuk membangun masa depan yang cerah bagi bangsa.
Dari stigma masyarakat, kaum milenial identik dengan budaya yang konsumtif dan boros dimana kaum ini cenderung menghabiskan uang untuk bersenang-senang dibandingkan ditabung untuk masa depan sehingga kaum milenial cenderung masih mengandalkan uang dari orang tua untuk membiayai kebutuhannya. Kalau membicarakan kaum milenial pasti tidak dapat terlepas dari gaya hidup yang serba instan, serba cepat, dan gampang tanpa perlu waktu yang lama atau prosedur yang ribet. Hal ini yang menjadi tantangan bagi generasi-generasi sebelumnya untuk mengajak kaum millenial ikut serta dalam membangun dan meningkatkan perekonomian Indonesia ke depannya.
Meskipun demikian, kaum milenial termasuk salah satu generasi yang kreatif dan inovatif. Selama pandemi COVID-19 yang membatasi kegiatan di luar rumah, kaum milenial akan selalu mencari cara untuk tetap produktif meskipun di rumah saja, salah satunya adalah melalui investasi. Menurut detikFinance (Sugianto, 2020) selama pandemi COVID-19 terjadi, minat masyarakat terutama kaum milenial untuk berinvestasi di pasar modal naik secara signifikan yang dapat dilihat dari banyaknya peserta edukasi-edukasi mengenai investasi, reksadana dan lainnya. Meningkatnya budaya investasi ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang sadar pentingnya menabung ketika terjadi krisis dimana pemasukkan berkurang.
Setelah dilihat dengan seksama, meningkatnya budaya menabung melalui investasi ini juga dapat diuraikan melalui pola budaya yang telah diklasifikasi oleh Hofstede dan orientasi nilai Kluckhohn dan Strodtbeck. Salah satu pola budaya oleh Hofstede yang sesuai dengan budaya investasi ini adalah orientasi jangka panjang. Menurut Samovar, Proter, & McDaniel (2010, h. 247), orientasi jangka panjang menjelaskan bahwa setiap langkah yang diambil oleh individu akan mendapatkan hasil yang sepadan dan dirasakan di masa depan. Hal ini sesuai dengan budaya menabung melalui investasi yang mana ketika individu melakukan penanaman modal, hasilnya tidak dapat dirasakan secara langsung pada waktu itu juga, namun melalui proses-proses yang bertahap tapi pasti. Individu melakukan investasi karena sadar akan pentingnya masa depan yang harus dimulai oleh diri sendiri sedini mungkin.
Sedangkan letak orientasi nilai dari budaya investasi ini terdapat pada orientasi waktu, yaitu masa depan. Kluckhohn dan Strodtbeck menekankan pada apa yang akan datang dan mengharapkan masa depan lebih baik dibandingkan masa kini dan masa lalu (Samovar, Proter, & McDaniel, 2010, h. 253). Seperti pepatah yang mengatakan bahwa "Jika anda gagal, ayo coba dan coba lagi" menunjukkan bahwa masa depan harus diperjuangkan dan kamu memegang kendali untuk mengatur masa depanmu. Kaum milenial saat ini tertarik untuk berinvestasi karena keinginan untuk mengurangi budaya konsumtif dan menghasilkan pendapatan sendiri sehingga ketika terjadi lagi krisis ekonomi seperti saat ini mereka tidak akan kesusahan dalam mengatasi kendala tersebut karena telah mendapatkan pemasukan tambahan melalui investasi.
Berangkat dari kepedulian terhadap masa depan inilah yang membuat kaum milenial tertarik dengan budaya investasi sebagai wujud perencanaan finansial yang cerah di masa mendatang.
Daftar Pustaka:
Investor Daily. (2019). Membangun Karakter Investasi Kaum Milenial.
Samovar, L. A., Porter, R. E., & McDaniel, E. R. (2010). Komunikasi Lintas Budaya (edisi ke-7). Jakarta: Salemba Humanika.
Sugianto, D. (2020). Pandemi Corona Malah Bikin Masyarakat Melek Investasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H