Mohon tunggu...
Syafril Hernendi
Syafril Hernendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Living Life to Your Fullest

Personal Development Speaker | Email: syafril@syafrilhernendi.com | FB: /syafrilhernendi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bertanya dan Menguji dalam Meraih Kebenaran

4 Maret 2010   02:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:37 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aristoteles berpendapat bahwa pencarian kebenaran atas fenomena alam bisa ditemukan dalam proses berpikir atau melalui pergulatan filosofis. Hasil pengamatan atas gejala alam kemudian dideduksi menjadi hukum atau simpulan untuk menerangkan gejala tersebut. Atas dasar ini Aristoteles lantas menyimpulkan jika ada kelereng dan sehelai bulu dijatuhkan dari ketinggian, kelereng pasti akan lebih cepat menyentuh tanah. Dalam pengertian umum, benda dengan massa lebih besar akan jatuh dengan laju lebih cepat. Dalam perihal lain, Aristoteles juga mendalilkan bahwa benda pada dasarnya bersifat lembam. Artinya, agar benda itu dapat mempertahankan geraknya, dia mesti diberi gaya secara terus menerus. Dalil-dalil hasil deduksi pikiran ini diakui sebagai kebenaran selama berabad-abad tanpa ada yang mengusik. Baru pada abad ke-17 seorang bernama Galileo merumuskan cara berbeda dalam memecahkan misteri alam. Menurut Galileo, gejala alam tidak cukup hanya dipecahkan melalui proses berpikir. Seorang penyelidik perlu melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis atau dugaan yang dia usulkan. Prinsip ini yang kemudian dikenal sebagai metode ilmiah. Galileo menerapkan prinsip ini untuk menunjukkan bahwa dalam gerak jatuh bebas, massa tidak berpengaruh terhadap kelajuan jatuh suatu benda. Kelereng dan sehelai bulu akan jatuh dalam kecepatan yang sama. Perbedaan cepat jatuh yang teramati sebenarnya disebabkan oleh gesekan yang dialami benda-benda itu. Artinya, jika proses ini dilakukan dalam ruang hampa, benda apapun akan jatuh pada laju yang sama. Dengan mendasarkan pada metode serupa, satu abad kemudian Newton juga menunjukkan kesalahan lain Aristoteles. Newton menyatakan bahwa benda tidak membutuhkan gaya terus-menerus agar dapat bergerak. Sekali sebuah benda dikenai gaya, benda itu tidak akan pernah berhenti. Hanya adanya gaya luar yang melawan gerak yang menghentikan benda itu. Prinsip metode ilmiah juga dapat ditarik dalam lapangan hidup secara keseluruhan. Setiap klaim perlu diuji ketat akan keabsahannya. Penarikan atas suatu simpulan perlu ditelusur asal-usulnya. Tidak boleh terjadi kesalahan dalam menerangkan hubungan akan dua atau beberapa hal. Dua hal dianggap berhubungan dan saling mempengaruhi padahal tidak seperti itu kenyataannya. Pengujian perlu dilakukan lebih mendalam jika berkaitan dengan klaim-klaim besar. Atas hal ini kita akan teringat dengan kalimat yang dipopulerkan Carl Sagan: “Extraordinary claims require extraordinary evidence”. Klaim besar akan memerlukan bukti yang juga raksasa. Klaim-klaim besar umumnya melekat dalam ideologi atau dogma. Sesuatu yang semestinya nampak jelas, namun justru tak banyak yang mau mempersoalkan. Ini mungkin disebabkan hiasan jargon dan yel-yel hingga menutup esensi ideologi tersebut. Ideologi juga menawarkan pegangan pasti untuk orang banyak. Pegangan berpikir, bersikap, bertindak dan lainnya. Kepastian ini yang memberikan rasa aman hingga orang-orang tak peduli lagi atas esensi yang mungkin dibangun berdasarkan logika berantakan. Disisi lain, ideologi atau dogma pasti dikawal oleh otoritas. Otoritas akan selalu siap menjatuhkan palu godam kepada siapapun yang hendak bertanya apalagi berniat melakukan revisi. Ini yang membuat orang-orang kritis yang memiliki pertanyaan surut dan tak berniat melanjutkan usahanya. Namun apapun keadaannya, kemauan bertanya dan menguji akan selalu menjadi nilai baik. Prinsip yang pertama ditujukan untuk memecahkan misteri alam, namun mempunyai kegunaan yang melintas batas.[] http://syafrilhernendi.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun