Albert Einstein seakan telah jadi ikon manusia paling jenius abad 20. Pernah tak lulus ujian masuk universitas, di keseluruhan karirnya dia telah memberikan kontribusi luar biasa pada sains modern. Tapi tahukah Anda kalau Einstein juga pernah bikin kesalahan 'fatal'? Cerita dimulai saat Einstein menemukan Teori Relativitas Umum pada tahun 1915. Sebagai salah satu konsekuensi, teori ini memprediksi bahwa alam semesta seharusnya tak tetap dan selalu mengembang (expanding universe). Konsekuensi tersebut bertentangan dengan pendapat umum waktu itu yang beranggapan alam semesta dalam kondisi statis. Untuk mendamaikan teori relativitas dengan anggapan umum, Einstein memasukkan konstanta dalam persamaannya secara ujug-ujug (arbitrary) yang disebutnya "cosmological constant" agar prediksi alam semesta mengembang bisa dieliminasi. Anggapan semesta statis terus diyakini khalayak hingga 1919, saat seorang astronom Amerika, Edwin Hubble mulai mengarahkan teleskop 100-inch nya ke langit malam. Hubble mengamati spektrum cahaya yang dipancarkan galaksi jauh cenderung berubah berwarna kemerahan. Prinsip penemuan ini menunjukkan bahwa galaksi atau kumpulan galaksi ternyata bergerak menjauh dari pengamat (bumi) dan dari satu galaksi dengan yang lain. Penemuan Hubble seharusnya menjadi konfirmasi atas prediksi Einstein. Tapi karena apa yang diyakini publik bertentangan dengan prediksi Teori Relativitas Umum, Einstein terpaksa memasukkan konstanta yang sebenarnya tak jelas asal-usulnya hanya untuk mendamaikan teorinya dengan keyakinan khalayak. Mengetahui fakta yang ditemukan Hubble, Einstein mengomentari "cosmological constant" sebagai blunder terbesar dalam hidupnya. Atas kesalahan ini, tentu tak berkurang penghargaan atas segala sumbangan Einstein. Justru ini menegaskan prinsip universal sains. Dalam sains, jika apa yang kita yakini saat ini ternyata bertentangan dengan bukti empiris maka keyakinan itu harus ditanggalkan. Tak peduli secinta apapun kita atas keyakinan itu, tak memandang semenarik apapun teori itu, tetap semua itu harus dibuang, jika bukti menunjukkan sebaliknya. Seorang saintis justru mendapatkan pengakuan terbesar saat dia berhasil menunjukkan teori baru yang meruntuhkan teori lama. Prinsip ini akan bertentangan dengan dogma. Jika sains begitu bergairah atas hal baru, dogma justru alergi akan pembaharuan. Dogma cenderung ingin melestarikan bentuk baku yang sudah terkodifikasi berabad lalu. Pembaharu mesti siap dicap penyempal dan dihujani cemooh. Apa yang ditunjukkan Einstein juga merupakan sebentuk kebesaran hati. Sebesar apapun reputasinya waktu itu, pengakuan terhadap pendapat lain yang lebih valid harus selalu diutamakan. Prinsip yang sebenarnya menjadi prinsip umum yang mesti dipegang para saintis. Kesalahan Einstein juga jadi pelajaran bagus. Belum tentu apa yang diyakini orang banyak merupakan sesuatu yang benar. Apa yang dipersepsikan massa tak pula harus selalu dituruti. Sampai seorang ilmuwan besar ternyata pernah membuat kesalahan karena mendasarkan pendapatnya pada keyakinan khalayak. Sejenius apapun, Einstein juga manusia.. http://syafrilhernendi.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H