Kesenian tari bambu gila sebagai kearifan lokal di TernateÂ
Sherly Kusuma Rahmadani
12 IPS 1, SMAN 3 KAB.TANGERANG
      Tari bambu gila yang berasal dari ternate terdengar sangat asing bagi warga luar provinsi Maluku, di Maluku sendiri tari bambu gila sangat terkenal dan juga sering di selenggarakan, tari bambu gila memiliki nama asli yaitu baramasewel. Tradisi ini sudah ada sejak jaman nenek moyang, dahulu kesenian bambu gila ini merupakan sebuah ritual yang di lakukan pada kondisi-kondisi tertentu.
     Tari Bambu Gila atau Baramasewel merupakan permainan sejak zaman penjajahan Portugis di masa lalu yang berasal dari Maluku. Tarian ini memang bernuansa mistis dengan melibatkan adanya roh halus yang akan menggerakkan sebatang bambu panjang. Batang bambu yang digunakan dalam tarian ini memiliki diameter 8-10 cm dan panjang kurang lebih 2,5 hingga 3 meter, dengan ruas bambu berisi ganjil. Di kedua ujung bambu, terdapat ikatan kain berwarna cerah.
     Pertunjukan Bambu Gila biasanya dibawakan oleh 8 orang, yang masing-masing mengenakan ikat kepala dari potongan kain berwarna merah, dengan formasi 7 orang sebagai pemain dan 1 orang bertindak sebagai pawang. Sembari pawang berputar memutari pemain yang sudah memegang bambu dengan erat, Tak lama berselang, bambu semakin terlihat berat dan bergerak-gerak sendiri. Penabuh gendang yang sedari awal bersiap, ketika mendengar pawang berteriak, tanda atraksi dimulai, segera mengiringi cuplikan atraksi. Semakin cepat irama musik pengiring, maka akan semakin cepat pula pergerakan batang bambu. Nampak para pemain harus berusaha keras untuk menahan pergerakan batang bambu. Seiring perkembangan zaman, ritual tersebut mulai memudar. Kini, sebagai generasi penerus, kami mempunyai tanggung jawab untuk melestarikannya.
Budaya turun temurun
     Pada kesenian tari bambu gila sangat di perlukan adanya kedatangan Roh halus dari sang nenek moyang, yang melalui sebuah ritual dari sang pawang, agar tari bambu gila dapat. Tari Bambu Gila yang sebenarnya adalah sebuah tarian yang mengandung resiko tinggi karena ada kemungkinan terjadi kericuhan bila tidak ada sang pawang. Itu sebabnya mengapa dalam setiap penampilannya, seorang pawang pembaca mantera diperlukan untuk mengundang roh halus sekaligus menjaga roh tersebut agar tetap dalam kontrol para penarinya.
      Seiring perkembangan zaman, ritual tersebut mulai memudar. Karena sekarang teknologi semakin berkembang dan internet ada di setiap provinsi, kemungkinan tercampur baur akan kebudayaan asing yang membuat masyarakat kurang percaya akan budaya turun temurun dari sang nenek moyang, Membuat kesenian tersebut mulai memudar dan jarang di selenggarakan. Kini sebagai generasi penerus, kami mempunyai tanggung jawab untuk melestarikannya.
      Kebudayaan turun temurun sebaiknya terus di lestarikan karena banyak hal positif yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat seperti kesenian tari bambu gila yang dapat meningkatkan rasa gotong royong pada masyarakat Maluku, dan membangun komunikasi yang baik terhadap satu sama lain. Terjalinnya komunikasi yang baik akan meningkatkan rasa saling memahami dan saling menghargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H