Saat ini jumlah kompetisi ilmiah remaja jelas-jelas amat bertambah dibanding 8 tahun yang lalu saat saya masih duduk di bangku SMA. Namun, yang patut disayangkan ternyata generasi muda yang terpanggil untuk membimbing science club atau yang di Indonesia dikenal dengan KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) tidaklah banyak. Mengapa saya dapat berkata demikian? Karena hampir semua pembimbing yang saya temui adalah pembimbing yang dulu membimbing teman-teman seangkatan saya, sewaktu saya masih SMA dan menjadi anggota KIR. Saya yang saat ini telah mulai aktif membimbing science club di sebuah SMP swasta hampir selalu menjadi pembimbing termuda.
Beberapa rekan guru pembimbing yang sudah senior pernah memberitahu saya "Siap-siap saja untuk terjun ke dunia orang gila tapi jangan  jadi stress duluan" Saya akui membimbing KIR adalah hal yang melelahkan dan butuh biaya. Namun, bagi saya itu adalah kesempataan saya belajar selagi saya masih muda dan punya kemampuan untuk belajar lebih luas. Otak saya masih elastis untuk menampung ilmu jadi mengapa harus bilang tidak untuk membimbing science club di usia belia.
Selain itu bagi saya KIR adalah hobi saya. Saya sudah terjun ke dunia ini dari kelas 1 SMPdan berlanjut terus hingga saya tamat SMA. Sempat jeda waktu kuliah kemudian lanjut lagi  menjadi pembimbing begitu bekerja menjadi guru. Mengapa bagi saya KIR enak? Kembali ke alasan pertama tadi bagi saya menjadi anggota KIR sendiri sudah memaksa saya untuk belajar hal-hal baru termasuk bidang yang tidak saya sukai, apalagi sekarang sebagai pembimbing saya harus belajar jauh lebih banyak hal. Enak sekali jadi pintar dan di bayar. Banyak orang susah payah untuk dapat ilmu yang bermacam-macam dengan kuliah yang mahal, saya justru di bayar untuk jadi pintar.
Jika ditinjau dari segi guru kemungkinan besar guru-guru terutama yang masih muda enggan untuk menjadi pembimbing KIR mungkin karena ini kegiatan yang sangat menyita waktu. Capeknya memang luar biasa, tapi bagi saya ada kepuasan tersendiri. Selain itu bagi sebagian orang lain mungkin karena kurangnya perhatian pemerintah dan lembaga sekolah terhadap guru-guru pembimbing KIR yang kadang kala harus nombok dengan uangnya sendiri untuk membantu penelitian anak muridnya. Â Buat saya, karena saya anggap KIR adalah hobi ya capek dan kadang-kadang harus keluar uang pribadi antara lain untuk transport ya bukan masalah.
Jika dipandang dari sudut panang murid mengapa siswa-siswa yang mengikuti dan menjuari lomba-lomba KIR selalu yang itu-itu saja. Menurut saya, yang pertama jelas faktor pembimbingnya yang idenya unlimited, karena secara jujur saja ide penelitian murid SMP-SMA pasti sebagian besar dari guru embimbingnya. Hal ini sudah merupakan fakta yang jadi rahasia umum. Kedua banyak anak yang berpotensi merasa mider untuk bergabung dengan KIR karena adanya paradigma KIR hanya tempat anak pintar. Ini salah KIR adalah tempat anak kreatif dan ulet bukan khusus anak pintar. Saya sendiri bukan murid yang nilanya selalu 9 dan 10 di sekolah tapi sewaktu jadi anggota KIR saya banyak belajar tentang keuletan dan kesabaran itu. Ketiga adalah paradigma bahwa KIR membosankan dan hanya ditujukan untuk menyiapkan lomba. Yang ini sebagian besar benar karena di beberapa sekolah KIR masih hanya diadakan bila mau ada lomba dan bukan kegiatan reguler, bila menjadi kegiatan reguler pun isinya hanya sekedar tata cara penulisan katrya ilmiah.
Guru-guru muda pembimbing KIR memiliki banyak faktor tantangan, selain harus mau capek dan sedikit berkoban, mereka harus kreatif untuk membuat KIR menjadi ekstrakulikuler yang menyenangkan. Saya sendiri juga masih belajar untuk mengembangkan KIR yang menyenangkan. Saya mengajak para alumni lomba karya ilmiah untuk juga sama-sama memenuhi panggilan untuk membimbing KIR, bila itu memang menjadi panggilan anda. Jujur hingga saat ini saya belum menemukan pembimbing KIR lain yang sewaktu remaja pernah menjadi anggota KIR, kecuali saya sendiri. Maafkan saya bila tulisan saya menyinggung beberapa orang. Ini hanyalah refleksi diri saya. Majulah penelitian Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H