Erupsi Gunung Semeru
Pada sabtu 4 Desember kemarin kita semua dikejutkan dengan adanya berita Erupsi dari Gunung Semeru. Seperti yang kita tahu, Gunung Semeru sendiri adalah Gunung Berapi tertinggi ke-tiga di Indonesia. Magma yang dikeluarkan oleh Gunung Semeru tersebar seluas 11 kilometer dan asap yang tebal setinggi 50.000 kaki ke berbagai penjuru wiayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Hal inilah yang membuat banyaknya korban yang berjatuhan walau banyak juga warga sekitar yang berhasil mengungsi ke posko terdekat. Dimana sampai saat ini tercatat 47 orang dinyatakan meninggal dan 23 orang dinyatakan menghilang. Hal ini masih bisa bertambah dikarenakan Tim SAR sendiri masih melakukan penyisiran dibeberapa titik yang terdampak erupsi.Â
Erupsi Semeru berupa Awan Panas Guguran, tanggal 4 Desember 2021, diawali dengan kejadian laharan pada pukul 13.30 WIB ujar Kabid Mitigasi Gunung Merapi Gunung Berapi PVMBG Kristanto.
Banyak pihak seperti PVMBG, Pakar Vulkanologi, Guru Besar Fakultas Teknik Geologi yang menyatakan bahwa erupsi ini tergolong sudah dapat diperkirakan. Tanda-tanda dari alam pun semakin memperjelas adanya indikasi atau adanya kemungkinan erupsi ini bisa terjadi kapan saja. Lalu mengapa masih banyak warga yang menyalahkan pemerintah? mengapa masih banyak juga korban yang berjatuhan? dan mengapa kerugian yang dialami oleh warga sekitar bisa dibilang cukup besar? Disini akan saya bahas hubungannya dengan Budaya Risiko Catastrophic
Budaya Risiko Catastrophic
Sebelumnya, perlu kita ketahui apa itu Risiko Catastrophic. Contoh dari risiko catastrophic sendiri adalah seperti banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, angin topan, dan gelombang pasang atau tsunami.
Catastrophic atau bencana sendiri adalah salah satu kategori risiko.
Kesadaran para masyarakat yang ada di Indonesia memang bisa dibilang lemah. Dimana walaupun sudah banyak tanda dari alam dan sudah banyak peringatan yang diberikan dari badan terpercaya seperti PVMBG, namun tetap saja warga dan masyarakat sekitar enggan untuk menghiraukan hal tersebut. Hingga pada saat hal ini terjadi, mereka hanya bisa menyesali dan berpasrah. Orang terkasih dan harta benda bahkan tidak sempat lagi diselamatkan dikarenakan sibuk untuk menyelamatkan diri masing-masing.Â
Hal inilah yang membuat pentingnya Budaya Risiko dikarenakan hal ini dapat membuat masyarakat lebih sadar dan peduli pada kemungkinan-kemungkinan risiko yang terjadi disekitar. Jika masyarakat sudah paham dan menerapkan budaya risiko, maka tentu saja untuk kerugian yang terjadi bisa diminimalisir dan lebih siap dalam menghadapi dari dampak yang diberikan oleh risiko.
Berikut adalah lima langkah mitigasi bencana yang wajib dilakukan saat gunung api meletus dari BNPB:
- Tidak berada di lokasi radius yang telah ditentukan
- Tidak berada di lembah dan daerah aliran sungai
- Hindari tempat terbuka
- Gunakan masker atau kain basah
- Memakai pakaian tertutup