Sektor konstruksi merupakan sektor paling beresiko terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja atau K3. Sejauh ini penerapan K3 di perusahaan konstruksi yang ada di Indonesia hanya diterapkan dalam skala besar, sedangkan pada skala menengah hingga skala bawah masih minim adanya tuntutan untuk penerapan program K3 secara maksimal. Hal tersebut berdampak pada timbulnya penyakit akibat kerja yakni dermatitis kontak. Angka penyakit akibat dermatitis kontak adalah 90-95% dari penyakit kulit akibat kerja di negara maju yang memerlukan perhatian serius.
Apa itu Dermatitis Kontak?
Dermatitis kontak merupakan peradangan yang ditandai dengan ruam pada kulit saat bersentuhan dengan zat yang memicu munculnya alergi. Dermatitis kontak dikelompokkan menjadi dua, yakni Dermatitis Kontak Iritan (DKI) yang disebabkan oleh zat bersifat iritan dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA) yang disebabkan oleh alergen yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe IV. Gejala Dermatitis Kontak Iritan (DKI) seperti iritasi non-eritematosus yang ditandai dengan perubahan fungsi sawar (stratum korneum) tanpa disertai kelainan klinis, sedangkan gejala Dermatitis Kontak Alergi (DKA) seperti bercak eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti edema, papul vesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah sehingga muncul erosi dan eksudasi (basah).
Pengertian dan Tujuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (K3 Konstruksi) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi (Peraturan Menteri PU No.5/PRT/M/2014). Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a) Untuk melindungi tenaga kerja untuk memperoleh kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja
b) Untuk menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja
c) Sebagai sumber produksi dan dipergunakan secara aman dan efisien
Program K3