Mohon tunggu...
SHERLY PERMATARINI
SHERLY PERMATARINI Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Semoga bermanfaat 🤗

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Mewujudkan Keberhasilan Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Pendekatan Geopolitik dan Geostrategi Nasional

15 Juni 2024   17:09 Diperbarui: 15 Juni 2024   17:09 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia dijuluki sebagai negara kepulauan (Archipelago). Negara kepulauan merupakan salah satu pembagian jenis negara berdasarkan kondisi geografisnya menurut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982.  Istilah ini diberikan karena Indonesia memiliki beberapa ciri khas geografis yang unik antara lain wilayahnya terdiri dari banyak pulau yang dibatasi oleh laut, luas wilayah lautan mencapai dua pertiga dari luas wilayah daratan, dan adanya garis pantai yang membentang pada setiap pulau. Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2 dengan luas daratan sebesar 1.919.440 km2 dan luas lautan 3.273.810 km2. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2017 jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.508 pulau dengan 16.056 pulau diantaranya sudah memiliki nama. Terdapat beberapa pulau terbesar di Indonesia antara lain Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua. Dengan luasnya wilayah yang dimiliki, terdapat 34 provinsi di Indonesia saat ini.  Sedangkan, bangsa Indonesia sendiri menjuluki negaranya sebagai "nusantara" yang berarti nusa diantara air.

Selain itu,  terdapat ciri khas lain dari Indonesia yaitu letaknya yang sangat strategis karena diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik). Tidak hanya berhenti sampai disitu, Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan alam di Indonesia bahkan sudah tersohor dan diperebutkan negara-negara lain di dunia sejak masa lampau. Jumlah penduduk negara Indonesia yang mencapai 270,6 juta jiwa juga menjadikan Indonesia memperoleh predikat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Dengan berbagai fakta ini, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki beberapa potensi utama yang sangat hebat dan tidak dimiliki oleh negara-negara lain yaitu wilayah, kekayaan alam, dan penduduk. Apabila ketiga potensi ini disatukan dan dipelihara dengan baik tentunya akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang makmur dan sejahtera seperti tujuan nasional Indonesia yang tercantum dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Bangsa Indonesia seharusnya juga memiliki pemahaman terhadap konsep negara kepulauan ini. Pemahaman bangsa Indonesia ini juga dikenal sebagai "wawasan nusantara". Secara lebih rinci, wawasan nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap dirinya dan wilayah negaranya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai negara kepulauan. Tujuan utama dari wawasan nusantara adalah untuk meningkatkan rasa nasionalisme, kebersamaan, dan  tanggung jawab dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Selain itu, wawasan nusantara juga bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan menegakkan perdamaian dunia. Wawasan nusantara juga dikenal sebagai "konsep geopolitik" Indonesia. Secara harfiah, geopolitik dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kebijakan dalam penyelenggaraan negara guna mencapai tujuan nasional yang harus selalu dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia.

Geopolitik diimplementasikan melalui geostrategi. Geostrategi diartikan sebagai strategi dalam menentukan kebijakan, sasaran, dan sarana untuk mewujudkan tujuan nasional dengan memanfaatkan dan mempertimbangkan kondisi geografis negara Indonesia. Geostrategi juga dikenal dengan istilah "konsep ketahanan nasional". Strategi-strategi ini diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, tertib, aman, serta adanya penegakan hukum yang adil. Geostrategi ini diperlukan untuk menghadapi berbagai ancaman dan tantangan terhadap eksistensi dan keutuhan negara Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Strategi-strategi ini meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Dengan luasnya wilayah negara Indonesia, implementasi geopolitik dan geostrategi dalam penyelenggaraan pemerintahan diwujudkan melalui otonomi daerah. Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) dan (6) UU No.32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah muncul sebagai bentuk perubahan atas sistem penyelenggaraan pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistik di masa orde baru yaitu pengaturan seluruh urusan pemerintahan dari pemerintah pusat. Sistem ini dianggap tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat saat ini. Masyarakat Indonesia perlu untuk mengembangkan potensi diri dan daerahnya guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran, bukan hanya bergantung pada pemerintah pusat. Selain itu, dengan kondisi geografis, demografis, serta kebutuhan masyarakat Indonesia yang beragam diperlukan aturan penyelengaraan pemerintahan yang berbeda-beda di setiap daerah.

Penerapan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, demokrasi, nasionalisme, keadilan, pemerataan, kemandirian, pemberdayaan masyarakat, kreatifitas, inovasi, kemampuan ekonomi setiap daerah, peran aktif masyarakat dalam pemerintahan, serta hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh kepala daerah yaitu Gubernur/Bupati/Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih oleh rakyat di daerah melalui pemilihan umum. Pemerintah daerah memiliki hak untuk menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan dan menetapkan peraturan-peraturan di daerah secara bertanggung jawab kecuali urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti pertahanan keamanan, moneter, fiskal, agama, yustisi, politik  luar negeri, dan agama. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat ini dilimpahkan sebagian kepada pemerintah provinsi.

Terdapat tiga asas penyelenggaraan otonomi daerah yaitu desentralisasi yang berarti penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dekonsentrasi yang berarti pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada gubernur , dan tugas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maupun dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Pelaksanaan otonomi daerah juga harus sesuai dengan landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945, serta harus meningkatkan kemandirian daerah dalam mengembangkan segala potensinya. Untuk itu, diperlukan peran pemimpin dan wakil rakyat yang responsif, adaptif, tanggung jawab, dan berintegritas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia terbukti dari banyaknya daerah yang sudah mampu melakukan inovasi dan pemanfaatan sumber daya daerah, serta menghasilkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang besar melebihi dana yang ditransfer dari pemerintah pusat antara lain provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jogjakarta, dan Bali.

Akan tetapi, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia nampaknya belum berjalan merata hingga saat ini. Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran belum dirasakan oleh seluruh daerah di Indonesia. Masih ada beberapa daerah yang merasakan ketidakadilan karena pembangunan dan kesejahteraan hanya terpusat pada beberapa daerah tertentu, terutama di pulau Jawa. Daerah-daerah yang jauh dari ibukota negara terutama daerah perbatasan seolah tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Pembangunan berjalan sangat lamban, fasilitas publik sangat minim, dan kondisi ekonomi masyarakat yang sangat lemah semakin menguatkan bukti bahwa pelaksanaan otonomi daerah belum benar-benar mampu memberdayakan daerah. Minimnya fasilitas publik seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan juga berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Anak-anak yang seharusnya mengenyam pendidikan minimal selama 12 tahun harus mengubur mimpinya karena fasilitas pendidikan hanya tersedia pada bangku sekolah dasar dengan tempat yang sangat memprihatinkan dan tenaga pengajar yang sangat minim. Alhasil, hampir semua anak di daerah-daerah ini hanya memikirkan cara bertahan hidup tanpa mengetahui pentingnya pendidikan. Minimnya fasilitas kesehatan juga menyebabkan tingkat mortalitas di daerah ini sangat tinggi. Jarak fasilitas kesehatan minimal seperti puskesmas yang sangat jauh membuat banyak orang yang membiarkan keluhan penyakit yang dideritanya dan sering berujung pada kematian karena ketiadaan penanganan medis. Berbagai fakta memprihatinkan ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih rendah dan pada akhirnya menjadi penghambat dalam kesuksesan pelaksanaan otonomi daerah.

Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah daerah-daerah yang tertinggal ini sebenarnya memiliki potensi kekayaan alam yang sangat melimpah. Sayangnya, kekayaan alam ini hanya dieksploitasi untuk kepentingan daerah pusat dan orang asing. Contohnya adalah tambang emas di Papua yang justru dikeruk habis oleh PT Freeport. Masyarakat yang memiliki kekayaan alam ini justru belum merasakan kemakmuran dan kesejahteraan. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan dengan berbagai keterbatasan. Kondisi masyarakat daerah frontier (perbatasan) Indonesia yang memprihatinkan ini juga sering dimanfaatkan oleh negara lain untuk bergabung ke negaranya dan melepaskan diri dengan Indonesia dengan tawaran kesejahteraan. Ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan otonomi daerah ini membuat beberapa daerah akhirnya melakukan gerakan separatisme seperti Gerakan Aceh Merdeka, Operasi Papua Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan lainnya yang menimbulkan berbagai gejolak politik dan mengancam keutuhan negara. Untuk mengatasi ancaman ini, pemerintah pada akhirnya menjadikan beberapa daerah sebagai daerah yang istimewa dan memberikan dana insentif tambahan ke daerah tersebut guna meningkatkan potensi daerah, seperti Dana Insentif Khusus Papua. Akan tetapi, solusi pemerintah ini nampaknya juga belum sepenuhnya berhasil menciptkakan kesejahteraan dan pemerataan.

Masih maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan di daerah juga ikut memperburuk pelaksanaan otonomi daerah. Dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat tidak digunakan untuk melaksanakan pembangunan yang optimal di daerah namun justru diambil oleh para pejabat pelaksana pemerintahan. Akibatnya, pembangunan fasilitas di daerah menjadi ditiadakan atau mungkin tetap diadakan namun dengan kualitas yang sangat buruk. Contoh sederhana dari adanya kasus korupsi adalah buruknya kualitas jalan di daerah. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki jalan yang berlubang parah, padahal banyak diantaranya merupakan jalan provinsi. Sedangkan di daerah kabupaten/kota masih banyak yang belum memperoleh fasilitas jalan secara layak dan hanya menggunakan jalan setapak untuk menghubungkan daerah satu dan lainnya. Untuk daerah dengan kondisi geografis yang didominasi sungai, buruknya pembangunan dapat dilihat dari ketiadaan jembatan penyebrangan sebagai penghubung daerah. Akibatnya, masyarakat hanya membuat jembatan sederhana dari tali untuk menyebrangi sungai. Kondisi ini juga diperparah dengan letak fasilitas publik minimal seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perdagangan yang sangat jauh dari pemukiman penduduk.

Peran lembaga legislatif di daerah yang pasif dalam memperjuangkan kebutuhan rakyat juga menjadi penghambat dalam pelaksanaan otonomi daerah. Padahal, otonomi daerah juga bertujuan untuk meningkatkan demokrasi dengan adanya lembaga legislatif yang seharusnya responsif dalam mewakili rakyat. Akan tetapi, fakta yang terjadi adalah kursi legislatif justru dijadikan sarana mengejar kekuasaan oleh para pihak yang mendudukinya. Pihak-pihak yang duduk dalam kursi kepemimpinan ini mayoritas berasal dari golongan atau partai politik yang sama. Bahkan saat ini banyak anggota suatu partai politik yang berlomba-lomba mendominasi kursi pemerintahan agar terkesan sebagai partai politik yang adidaya. Pragmatisme politik di daerah seperti ini juga menjadi hal yang sangat mengkhwatirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun