Pernah menonton film yang berjudul 300? Sebuah film epik dan heroik yang mengisahkan tentang 300 pasukan Spartan melawan Persia dengan kekuatan pasukan berjumlah 300.000 orang. Walaupun dengan jumlah pasukan 300 dapat mengalahkan berpuluh-puluh ribu pasukan musuh. Karena kekuatan tidak seimbang, akhirnya 300 pasukan Spartan tak satu pun yang hidup. Mereka mengalami kekalahan yang membanggakan.
Apa kesamaannya dengan sejarah berdirinya kerajaan Majapahit? Ternyata jumlah pasukan yang dikirim oleh Adipati Arya Wiraraja dari Kadipaten Songenep (sekarang bernama Sumenep) sebanyak 300 orang. Pasukan 300 tersebut sama heroiknya dengan 300 pasukan Spartan. Ternyata keperkasaan dan kehebatan 300 pasukan Songeneb memiliki rahasia yang akan disampaikan di paragraf berikutnya dalam cerita ini. Pasukan 300 tersebut dikirim untuk membantu Raden Wijaya untuk membabat alas dan membangun kerajaan Majapahit.
Pasukan berjumlah genap tersebut merupakan pasukan terpilih dan terlatih. Terdiri dari pasukan laki-laki dan perempuan yang gagah berani dan perkasa. Perbedaan jenis kelamin dari pasukan tidak membedakan kekuatan dan kehebatannya. Walaupun ada sebagian dari pasukan yang berjenis perempuan, tapi kekuatannya sama dengan kemampuan laki-laki. Ada rahasia yang belum pernah diungkap oleh sejarawan mana pun di muka bumi, bahwa peranan perempuan dalam pasukan dari Kadipaten Songeneb yang dikirim untuk membantu Raden Wijaya sangat penting. Ternyata pihak perempuanlah yang benar-benar macan Asia. Pada perempuanlah kekuatan dan keperkasaan mereka berasal.
Dari jumlah 300 pasukan yang terpilih tersebut, khususnya yang laki-laki sebelum mereka diberangkatkan, maka malam harinya mereka disumpah oleh isteri-isteri mereka. Apakah yang dikatakan oleh isteri-isteri mereka?
“Jika engkau pulang dalam keadaan lemah atau kalah ketika diperintahkan berperang Suamiku, maka jangan pulang ke rumah! Karena kalau engkau pulang ke rumah dalam kondisi yang mengecewakan, akulah yang akan membunuhmu!”
Itulah yang menjadi kekuatan mental dan fisik serta keyakinan pasukan 300 yang dikirim Arya Wiraraja. Mereka membawa alat-alat perang dan pembabat hutan. Satu hal penting lagi yang belum pernah diceritakan oleh sejarawan manapun. Mengapa senjata tajam seperti alat-alat perang, pertanian, dan semua yang terbuat dari logam yang berasal dari Kadipaten Songeneb adalah yang paling tajam dan tidak mudah patah? Sejarawan bernama Yosuki Kiabaru mengisahkan bahwa bahan utama pembuatan senjata tajam tersebut diperoleh dari bangkai jangkar yang ditemukan di perairan Timur Kadipaten Sumenep, tepatnya di pulau kecil yang dulunya tidak bernama. Jangkar kapal besar tersebut seberat 1000 ton. Menurut Yosuki berdasarkan hasil penelitiannya, jangkar tersebut sudah berumur hampir ribuan tahun sebelum kekalahan kerajaan Singasari.
Raden Wijaya sebenarnya adalah nama sebutan sejarah. Nama lengkapnya menurut prasasti Kudadu pada tahun 1294, Raden Wijaya bernama lengkap Nararya Sanggramawijaya. Dia adalah pangeran dari kerajaan Singasari. Atas perintah Kertanegara, Raja Singasari, Raden Wijaya diperintah menumpas habis pasukan musuh yang menyerang Singasari dan dipimpin oleh Jayakatwang. Karena pasukan Jayakatwang lebih besar dan kuat, Singasari kalah dan Prabu Kertanegara pun tewas.
Kekalahan Kerajaan Singasari terhadap Kadiri merupakan kesedihan yang mendalam bagi Raden Wijaya. Kekalahan besar tersebutlah yang memaksa Raden Wijaya melakukan perjalanan jauh ke Songeneb untuk meminta dukungan Arya Wiraraja. Melalui perjalanan panjang, melelahkan, dan penuh bahaya sampailah Raden Wijaya di Songeneb. Dengan jamuan yang istimewa sebagai bentuk penghormatan kepada Raden Wijaya, akhirnya Arya Wiraraja pun mulai membuka pembicaraan serius.
“Sekarang apa yang menjadi kehendak Raden untuk saya emban?” Tanya Arya Wiraraja dengan ramah. “Aku meminta dukungan Bapa secara penuh kalau Bapa mempunyai belas kasihan kepadaku.” Jawab Raden Wijaya. “Janganlah Raden merasa khawatir. Saya dukung sepenuhnya asal kita bertindak hati-hati dan pelan-pelan sampai kekuatan kita penuh.”
Kemudian Raden Wijaya berjanji, jika suatu hari ia mendapatkan kekuasaannya kembali dan menang atas Kadiri, maka ia akan membagi kekuasaannya dengan Songeneb. Tapi apa sahut Arya Wiraraja: “Terserah Raden, yang penting Raden menjadi raja.”