“Lepaskan semua nafsumu, gunakan ukuran yang paling dahsyat dari nafsumu itu untuk merenggut semua yang aku punya!”
“Aku datang untuk memenuhi wasiatmu. Aku datang untuk memenuhi keingananmu. Aku datang hari ini khusus untukmu. Sambutlah aku! Jangan diam!”
“Baiklah, Badrun. Ternyata kamu tidak mampu berbuat apa-apa setelah kupenuhi janjiku untuk menemui. Aku juga memenuhi wasiatmu tapi kamu tak berdaya lagi. Kamu bahkan tak bisa membuka kedua kelopak matamu. Dadamu sudah dingin, tangan dan kakimu sudah kaku. Bahkan, anumu tidak tampak lagi sebagai lambang kejantanan malah lebih mirip segemgam daging.”
“Aku bersyukur Badrun. Dengan kehadiranku memenuhi wasiatmu, aku sadar, ternyata aku yang katamu cantik dan molek, ternyata bukanlah siapa-siapa. Aku juga sama sepertimu hanyalah segenggam daging yang kebetulan masih dialiri sifat hidup. Aku hanyalah benda yang bergantung. Pertemuan ini membuatku sadar tentang hidup. Sekarang aku sekarang bisa benar-benar melihat siapa diriku ini.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H