Dalam rangka menangani penyebaran virus Covid-19 yang sudah satu tahun melanda bumi ini, Pemerintah Indonesia melakukan upaya pencegahan salah satunya mengubah operasional belajar mengajar di sekolah menjadi di rumah.Â
Namun, tujuan dari belajar di rumah yang diharapkan dapat berimbas baik justru menimbulkan masalah baru, yaitu kecanduan gawai. Kecanduan gawai sendiri merupakan kondisi ketika seseorang tidak bisa mengontrol atau berlebihan dalam pemakaiannya. Hal itu diungkapkan Ketua Poliklinik Jiwa RSUD Dr Soetomo sekaligus psikiater anak dan remaja, Dr dr Yunias Setiawati SpKj.
Sebelum diterapkan belajar dari rumah, anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Setidaknya selama delapan jam anak melakukan kegiatan tanpa gawai, dan mengisi waktu dengan belajar serta bersosialisasi bersama teman-temannya dan gawai biasanya digunakan anak di rumah sebagai hiburan dari penatnya aktivitas di luar rumah.Â
Namun, karena kondisi saat ini yang mengharuskan anak belajar di rumah, dengan kondisi belajarpun memerlukan gawai, sehingga waktu delapan jam yang dipakai untuk belajar sekaligus bersosialisasi bersama teman kini berganti menjadi delapan jam untuk belajar dengan gawai.Â
Disisi lain hal tersebut baik dalam peningkatan kemampuan anak terhadap teknologi. Namun, kondisi tersebut membuat anak menggunakan gawai secara berlebihan karena waktu penggunaan gawai kini bertambah selain sebagai saran refreshing juga sebagai sarana belajar yang bisa membuat anak berada di depan layar lebih dari delapan jam.
Ditambah lagi, jika kontrol dari orangtua yang kurang dan tidak tegas dalam mengatur penggunaan gawai pada anak serta tidak mengawasi kegiatan belajar mengajar anak yang dilakukan secara daring ini, dapat menimbulkan kecanduan semakin meningkat karena bisa saja anak menggunakan waktu belajar untuk bermain game atau sosial media sehingga kecanduan gawai ini selain merusak psikis anak juga menghambat proses belajar anak.
Lalu apakah anak harus kembali ke sekolah? Dalam kondisi yang masih tidak memungkinkan seperti ini mungkin kembali melakukan belajar mengajar di sekolah bukanlah jalan keluar yang efektif. Bagaimanapun juga kunci dari kecanduan ini adalah kontrol orangtua.
Orang tua harus mampu memberi batasan pada anak dalam menggunakan gawainya seperti membuat aturan menggunakan gawai untuk refreshing maksimal dua jam serta harus lebih perhatian dalam mengawasi kegiatan belajar mengajar anak yang dilakukan secara daring ini, pastikan anak benar-benar memanfaatkan gawainya untuk belajar.Â
Untuk waktu kegiatan belajar mengajar sebaiknya lebih dipangkas, karena dengan kondisi perubahan yang tiba-tiba yang mengharuskan anak berjam-jam di depan layar juga ditambah banyaknya tugas yang menumpuk dapat membuat anak menjadi stres. Maka dari itu, sebaiknya para guru memberi toleran dalam memberikan tugas dan sesekali beri tugas kepada anak yang tidak mengharuskannya mengerjakan menggunakan gawai serta memangkas waktu belajar mengajar yaitu dengan memangkas beberapa kompetensi dasar (KD).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H