Mohon tunggu...
shenoela
shenoela Mohon Tunggu... lainnya -

:-)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

TMII, "Museum Budaya Indonesia"

22 Maret 2015   10:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:18 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kejauhan, pilar gerbang utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjulang tinggi. Seolah-olah, menyambut para pengunjung yang datang. Kanopi loket berbentuk ombak bagaikan lambaian tangan, menyapa pengunjung dengan ucapan, "Selamat Datang di Miniatur Indonesia!"

.

Belajar Menari Tradisi, Belajar Mencintai Budaya Negeri

Ada yang menarik ketika saya mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah petang itu. Di empat  anjungan, sedang berlangsung latihan menari. Keempat anjungan itu adalah anjungan provinsi Kalimantan Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan DKI Jakarta. Di panggung Kampung Seni juga ada latihan menari. Dari musik pengiring dan gerakannya, tampaknya itu adalah tarian Jawa Tengah.

Mayoritas murid yang belajar menari adalah anak-anak dan remaja. Gemas rasanya, melihat bocah-bocah lincah berlenggak-lenggok mengikuti irama musik tradisional. Sesekali, sang instruktur berseru, menegur murid yang gerakannya kurang sempurna. Untuk tarian dengan murid remaja, musik pengiringnya bukan rekaman, melainkan alat musik tradisional sungguhan.

Di tengah trend tarian ala barat atau Pop Korea, mereka masih tertarik untuk mempelajari tarian budaya negeri sendiri. Sesuatu yang tampaknya sederhana tetapi sungguh bermakna. Jika seluruh anak dan remaja kehilangan minat terhadap tarian Indonesia, beberapa puluh tahun kemudian, tarian-tarian itu barangkali punah—tak dikenal lagi.

Ketika saya kecil, saya pun suka menari. Biasanya, untuk memeriahkan malam puncak perayaan hari kemerdekaan. Sekadar pentas di lingkungan Rukun Tetangga (RT). Saya masih ingat, salah satu tarian yang pernah saya bawakan adalah Tari Jali-Jali. Sepenggal syairnya, “Ini dia si jali-jali. Lagunya enak-lagunya enak, merdu sekali!” Jeng-jeng-jeng-jeng-jeng-jeng… Kedua tangan diangkat tinggi sambil diayun, lalu pinggul digeol ke kanan dan ke kiri. Haha, jadi senyum sendiri kalau ingat masa kecil dulu.

.

Belajar Menggambar di Kampung Seni

Kampung Seni di TMII tampak asri. Pepohonan rindang tumbuh menaungi kios-kios milik para seniman. Kebun kaktus di tengah area menambah suasana teduh. Pada salah satu sudut, seorang pelukis tengah memberikan pelajaran menggambar kepada seorang anak. Saya ingin tahu--istilah sekarang kepo--dengan isi gambar. Anak itu, seorang bocah perempuan yang manis, masih duduk di kelas TK B.

Kalau boleh jujur, saya tak pandai menggambar. Gambar kesukaan saya hanyalah gambar pemandangan. Terdiri atas dua gundukan gunung, matahari tersenyum, petak-petak sawah, rumah bilik, dan mobil dengan roda sedang menggelinding di jalan raya.

Oleh karena itu, waktu melihat gambar anak yang sedang les, saya merasa takjub. Gambarnya sungguh detail dan ramai. Berseting taman, tampak anak-anak berwajah gembira, kolam penuh ikan, bangunan mirip istana, serta langit berhias awan. Sungguh kemampuan yang tak saya miliki ketika saya dulu seusianya. Barangkali, kelak, ia menjadi salah seorang pelukis ternama negeri ini. Barangkali, kelak, karyanya terkenal hingga ke mancanegara. Semoga...

.

Tugu Api Pancasila

Apabila masuk ke Taman Mini lewat gerbang utama, pengunjung disambut Tugu Api Pancasila. Tampaknya, lokasi di sekitar tugu jadi lokasi paling diminati. Mungkin karena letaknya dekat dari gerbang; lalu ada lapangan luas tempat bermain anak-anak; dan juga terdapat banyak pohon rindang di tepi lapangan. Ada yang duduk di bawah pohon sambil menggelar bekal makanan. Ada yang duduk di tepi lapangan sambil memperhatikan putra atau putri mereka bermain. Sementara, anak-anak asyik menerbangkan layang-layang, main sepeda, main bola, atau main gelembung sabun di bawah tugu.

Ketika matahari condong ke ufuk barat, suasana sekitar tugu kian ramai. Cahaya matahari mulai bersahabat, tak segarang siang harinya. Tawa anak-anak kian lebar. Ada yang gembira karena angin kencang menerbangkan layang-layangnya ke udara. Ada yang bersorak karena berhasil melesakkan bola ke gol hayalan. Bahkan, ada bayi satu tahunan terkekeh karena berhasil melangkah tertatih tanpa terjatuh.

Ketika mendongak, bentuk api di puncak tugu berkilau tertimpa cahaya matahari. Namun, sebentar kemudian, kilaunya meredup. Matahari sudah sembunyi di balik awan. Langit mendung. Saya menduga hujan akan turun. Walaupun begitu, mendung tak mampu menghapus tawa dan wajah gembira anak-anak di sekitar tugu sore itu. Dan, dugaan saya tidak meleset. Ketika matahari merapat ke ujung cakrawala, hujan turun seolah ditumpahkan dari langit.

.

"Bangunan Pelangi" di Taman Mini

Salah satu kegiatan yang saya suka jika mengunjungi Taman Mini adalah berkeliling melihat bangunan-bangunan tradisional dari seluruh pelosok Indonesia. Mayoritas berbentuk rumah panggung dari kayu. Bentuk bangunan seperti itu dibuat dengan maksud tertentu. Yang saya tahu, rumah panggung terbukti tahan gempa, terlindung dari binatang buas, dan di daerah berawa-rawa—terlindung dari rendaman banjir. Namun, tiap daerah memiliki keunikan arsitektur, baik dari bahan pembuat, bentuk rumah, ataupun hiasan yang ada pada dindingnya. Rumah tradisional Bali dengan gapuranya yang khas, rumah tradisional Sumatera Barat dengan atap bangunan yang mirip perahu. Rumah salah satu suku di Papua yang menjulang seperti menara. Atau, rumah tradisonal dari kalimantan yang melintang panjang sesuai namanya, Rumah Panjang.

Meniru ucapan pelawak Tukul, “It’s amazing!” Ya, Indonesia memang amazing! Dan, terima kasih untuk Taman Mini, menyuguhkan keajaiban Indonesia kepada pengunjungnya. Sebab, untuk melihat rumah-rumah tersebut di tempat aslinya—tentu tidaklah mudah dan murah. Bagi anak-anak, bisa menjadi pengetahuan baru. Umumnya, rumah-rumah itu cuma bisa mereka lihat di televisi, majalah, atau buku pelajaran sekolah.

Pada hari-hari khusus, di anjungan-anjungan tertentu digelar upacara tradisi. Namun sayang, saya belum punya kesempatan untuk datang menyaksikan. Apabila diibaratkan pelangi, anjungan-anjungan dari berbagai provinsi di Indonesia bagaikan pelangi. Keindahannya menghiasi sudut-sudut Taman Mini.

.

"Museum Gado-Gado"

Sebagian besar jalan di dalam lingkungan TMII berlaku satu arah. Beberapa kali melewati museum, lalu-lintasnya padat merayap. Rupanya, bus-bus berderet menurunkan penumpang berseragam sekolah. Di TMII terdapat banyak museum. Beberapa yang saya ingat adalah Museum Keprajuritan, Museum IPTEK, Museum Benda Pusaka, Museum Penerangan, Museum Bahari, dan Museum Transportasi. Selain kaya akan budaya, Taman Mini juga menyimpan album sejarah Indonesia di dalam museum-museumnya. Bagi para pelajar, TMII menjadi tujuan wisata pendidikan. Sambil jalan-jalan, mereka juga menimba pelajaran. Saking beragamnya museum, saya mengibaratkan Taman Mini serupa makanan khas Jakarta, gado-gado.

Lalu, saya membayangkan Taman Mini adalah sebuah museum. Dan, yang dikoleksinya adalah kekayaan budaya bangsa. Mulai dari tradisi, rumah adat, tarian-tarian, musik tradisional, pakaian adat, senjata tradisional, dan lain sebagainya. Barangkali, inilah museum terbesar di seluruh Indonesia.

.

Selamat Ulang Tahun, TMII!

Tanggal 20 April nanti, Taman Mini berulang tahun ke-40. Tahun yang sudah-sudah, biasanya tiket masuk gratis. Dari pengalaman saya, pada hari itu Taman Mini meriah sekali. Banyak anjungan di berbagai provinsi menyuguhkan hiburan berupa tari atau musik daerah. Namun, suguhan itu sebenarnya bukan sekadar hiburan, melainkan salah satu upaya melestarikan budaya Indonesia.

Indonesia terdiri atas berbagai suku dan budaya, namun semua bersatu di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti semboyan pada pita yang dicengkeram Burung Garuda, Bineka Tunggal Ika. Ingin menyaksikan slogan Bhineka Tunggal Ika dalam dunia nyata? Datanglah ke Taman Mini Indonesia Indah pada tanggal 20 April nanti.

Selamat Ulang Tahun, TMII!

.

Gambar-gambar

[caption id="attachment_404601" align="aligncenter" width="437" caption="Gerbang Utama TMII (shenoela)"][/caption]

Harga tiket masuk TMII terbilang murah, Rp 6 ribu bagi tiap pengunjung berusia di atas 3 tahun. Dengan HTM sejumlah itu, kita bebas berkeliling Taman Mini. Hanya saja, di beberapa museum, Istana Anak, dan wahana bermain semisal perahu bebek, pengunjung disyaratkan membayar lagi.

[caption id="attachment_404602" align="aligncenter" width="420" caption="Belajar Tari Betawi. Kecil-kecil sudah lincah menari. (shenoela)"]

14269921331250591174
14269921331250591174
[/caption]

Tarian Betawi terkenal akan irama dan gerakannya yang rancak. Pada masa dahulu, tari-tarian daerah ini lahir dari kesenian rakyat. Dari pengamatan saya selama singgah di beberapa anjungan di TMII, tarian ini paling digemari. Buktinya, muridnya paling banyak, dan suasana meriah oleh orangtua yang mengantar anaknya belajar menari.

[caption id="attachment_404604" align="aligncenter" width="420" caption="Belajar Tarian Kalimantan Barat diiringi musik tradisional. (shenoela)"]

1426992257880519776
1426992257880519776
[/caption]

Entah apa nama tarian ini. Namun, menelisik gerakan dan properti yang digunakan, tarian ini melukiskan suasana gembira ketika bercocok tanam. Dua orang penari remaja perempuan mengenakan topi caping. Gerakan mereka yang lincah seperti sedang menabur bibit di kebun. Seorang remaja laki-laki membawa tongkat. Gerakannya lebih lambat, dan tangannya lihai memainkan tongkat, seperti sedang membuat liang untuk menyemai bibit. Sebagai pengiring, gong dan kendang ditabuh bersahut-sahutan.

[caption id="attachment_404607" align="aligncenter" width="420" caption="Belajar Tarian Jawa (shenoela)"]

1426992532868190851
1426992532868190851
[/caption]

Seiring alunan musik gamelan, sang guru menari diikuti murid-muridnya. Gerakannya gagah seperti gerakan kesatria dalam pagelaran wayang orang.

[caption id="attachment_404608" align="aligncenter" width="420" caption="Belajar Tarian NTB (shenoela)"]

1426992951457350206
1426992951457350206
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun