Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Plus Minus kalau Birokrat yang Jadi Pendamping Ahok

2 September 2014   17:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:50 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409626853716871302

[caption id="attachment_340638" align="aligncenter" width="388" caption="sumber foto : ahok.org"][/caption]

Dalam waktu yang tidak lama lagi, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok akan sah menjadi gubernur Jakarta. Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila sisa masa jabatan masih lebih dari 18 bulan, maka kepala daerah akan mengusulkan dua nama sebagai kandidat pendampingnya. Pengusulan ini tentu saja melalui partai politik pengusung di pilkada sebelumnya. Dua nama tersebut kemudian akan dipilih oleh DPRD.

Dengan situasi politik seperti sekarang, proses ini diprediksi tak akan mulus. Bisa dipastikan hubungan kedua partai pengusung Jokowi-Ahok (PDIP dan Gerindra) yang tidak harmonis pascapilpres merembet ke ranah lokal di Jakarta. PDIP pantas ketar-ketir, terutama kalau Koalisi Merah Putih –yang konon akan permanen—solid baik di level nasional maupun di DPRD DKI Jakarta. PDIP merasa jatah wakil gubernur Jakarta milik mereka, karena Ahok yang ‘naik pangkat’ adalah representasi Gerindra.

Untuk menjegal pengunduran diri Jokowi mungkin sulit dilakukan. Namun, Gerindra setidaknya bisa sedikit ‘balas dendam’ dengan tidak membiarkan posisi wagub jatuh ke tangan PDIP. Partai berlambang burung garuda itu akan ngotot menolak calon dari PDIP dan justru mengajukan kandidat sendiri.

Ahok bukan tidak menyadari potensi kekacauan ini. Tentu saja Ahok yang dirugikan kalau proses pengisian posisi wagub dijadikan komoditas politik oleh kedua kubu. Walaupun diusung oleh Gerindra, bukan rahasia umum kalau mantan Bupati Belitung Timur itu lebih mengedepankan profesionalitas dan akal sehat ketimbang loyalitas.

Ahok sudah menyebut sejumlah nama yang ia nominasikan sebagai wagub. Uniknya, suami dari Veronica Tan itu belum mengusulkan satu pun kader Gerindra. Dari PDIP, sejumlah tokoh yang pernah disebut Ahok antara lain adalah Rieke Dyah Pitaloka, Bambang DH, dan Djarot Saiful Hidayat. Sementara dari kalangan independen alias bukan kader partai adalah Sarwo Handayani dan Sylviana Murni. Keduanya adalah birokrat Pemprov DKI Jakarta yang saat ini sama-sama mengemban amanah sebagai Deputi Gubernur.

Langkah Ahok menominasikan Bu Yani dan Bu Sylvi layak diapresiasi. Akan tetapi, mari kita telaah lagi manfaat dan mudarat apabila salah satu dari keduanya yang kelak mendampingi Ahok memimpin Jakarta.

Plus:

1.Apabila Bu Yani atau Bu Sylvi yang kelak dicalonkan oleh Ahok, mereka akan menjadi figur alternatif di tengah perebutan jatah oleh PDIP dan Gerindra. Rasanya cukup adil kalau wakil gubernur nantinya bukanlah kader dari salah satu partai itu. PDIP dan Gerindra tinggal menyetujui saja usulan Ahok, untuk kemudian dilakukan mekanisme pemilihan di DPRD.

2.Sebagai birokrat karier, Bu Yani (Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup) dan Bu Sylvi (Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan) sudah sangat kenyang asam garam. Pengalamannya tak perlu diragukan lagi. Keduanya pernah memimpin sejumlah SKPD bergengsi di jajaran birokrasi Pemprov DKI Jakarta. Mereka tak perlu belajar lagi untuk bisa langsung tancap gas bekerja.

3.Salah satu handicap dalam upaya Jokowi-Ahok dalam mewujudkan Jakarta Baru selama ini adalah kurangnya dukungan dari birokrasi. Sejak awal pasangan ini dilantik, seolah terbentuk ‘self and other’ antara birokrat di satu sisi dengan gubernur-wagub di sisi yang lain. Beberapa kebijakan yang mungkin diniatkan sebagai terapi kejut menambah kencang resistensi dari sebagian pegawai. Masalah klasik seperti sulitnya mengubah paradigma dan menerima perubahan juga tak bisa dikesampingkan. Dengan memilih Bu Yani atau Bu Sylvi, Ahok mungkin bisa lebih mendayagunakan PNS dengan efektif. Proses transisi akan lebih smooth karena wagub terpilih kelak tahu betul strategi yang harus dilakukan agar birokrasi berjalan seirama.

4.Kelebihan Bu Yani adalah pengalamannya di Bappeda, ia sangat paham bagaimana menerjemahkan keinginan Ahok ke dalam program-program yang harus dijalankan SKPD. Sementara kelebihan Bu Sylvi adalah pengalamannya sebagai Walikota Jakarta Pusat. Dengan pendekatan personal dan komunikasi yang prima, tingkat akseptabilitas masyarakat terhadap Bu Sylvi akan tinggi, sehingga bisa diandalkan untuk melakukan blusukan seperti yang Jokowi lakukan.

Minus:

1.Jabatan wakil gubernur yang merupakan ranah politis tentu berbeda dengan deputi gubernur. Dibutuhkan tidak hanya kecakapan teknokratis melainkan juga aspek-aspek lain yang bersifat politis. Dengan karakter Ahok yang keras dan kewenangan sebagai gubernur yang dimilikinya, tantangan untuk Pemprov DKI Jakarta akan semakin berat. Dibutuhkan wagub yang benar-benar teruji ketangguhannya di arena politik.

2.Wacana perubahan yang kerap digaungkan Ahok akan mendapat cibiran karena ujung-ujungnya ia mengandalkan birokrat sebagai wagub. Tingkat kepercayaan publik terhadap birokrat saat ini masih rendah. Terlepas dari kualifikasi personal, seorang birokrat sulit melepaskan diri dari stigma negatif yang dilekatkan masyarakat pada profesinya. Kepercayaan (trust) adalah modal penting bagi Ahok untuk menuntaskan pekerjaan rumah menuju Jakarta Baru.

3.  Apabila tidak bisa berpikir dan bertindak out of the box, wagub dari kalangan birokrat justru akan membelenggu dengan berbagai aturan dan pertimbangan yang diberikan untuk gubernur. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk ‘membela’ jajaran SKPD yang notabene adalah para yunior dan mantan anak buah di masa lampau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun