Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengembalikan Negara ke Tanah Abang

30 Juli 2013   08:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:51 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1375146935573351621

Eksistensi negara di Tanah Abang antara ada dan tiada. Gubernur Joko Widodo bersama dengan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bertekad mengembalikan kewibawaan negara di sana.

[caption id="attachment_269552" align="aligncenter" width="300" caption="Kesemrawutan Tanah Abang"][/caption]

Dalam beberapa minggu ke belakang, kita dijejali pemberitaan seru terkait polemik Tanah Abang. Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menata kawasan ini mendapat resistensi yang luar biasa besar. Mulai dari unjuk rasa, perang statement di media, sampai somasi juga dilancarkan oleh kelompok PKL di sana.

Warga Jakarta pasti hafal betul bagaimana semrawutnya Tanah Abang. Jika memang tidak kepepet, sebaiknya hindari saja melintasi daerah ini. Kemacetan menjadi santapan sehari-hari pengguna jalan di sekitar pasar ini. Kesemrawutan menjadi tak terhindarkan karena Tanah Abang memang tidak ditata sebagaimana mestinya.

Secara administratif, kawasan ini masuk dalam Kecamatan Tanah Abang. Di wilayah ini juga berdiri Kepolisian Sektor (Polsek) Tanah Abang. Pun demikian dengan Komando Rayon Militer (Koramil) 05 Tanah Abang. Lantas mengapa eksistensi negara terasa gaib di sini. Penguasa yang lebih nyata di kawasan ini justru preman. Keberadaan mereka seolah menjadi shadow state.

Ibarat gula yang dikerubuti semut, kelompok preman juga saling berebut menjadi gembong yang paling berkuasa di sini. Sejarah mencatat, perebutan kekuasaan Tanah Abang kerap diwarnai dengan pertumpahan darah. Tidak melulu dikuasai jawara lokal, preman pendatang pun pernah merajai Tenabang.

Mengapa bisa begitu? Sekali lagi, karena negara abai menegakkan aturan di sini. Keberadaan aparat secara fisik tak ada artinya manakala pembiaran terhadap berbagai pelanggaran terus dilakukan. Kondisi itu justru semakin meruntuhkan kewibawaan Pemerintah.

Mengenai Pedagang Kaki Lima (PKL), saya sepakat bahwa kita harus arif dan bijaksana. Jangan pernah memandang mereka sebelah mata. PKL dan pelaku ekonomi kerakyatan lainnya adalah kekuatan yang signifikan dalam perekonomian nasional. Buktinya tersaji saat krisis moneter menghantam Indonesia tahun 1998, ekonomi informal tetap bisa bertahan walaupun mereka juga didera cobaan yang tidak ringan.

Well, sudah saatnya memang Pemerintah (termasuk Pemprov DKI) lebih memerhatikan kelompok ekonomi UMKM. Jangan sekadar melempar jargon pro poor, pro growth, pro job, tanpa disertai aksi nyata. Rezim Jokowi di Pemprov DKI Jakarta diyakini mampu membawa perubahan. Fasilitasi dan dukungan terhadap PKL harus segera direalisasikan.

Dalam kasus Tanah Abang, revitalisasi Blog G mendesak untuk dikebut. Menggebrak mereka untuk menyingkir dari jalan tanpa menawarkan solusi tampaknya kurang bijak. Jika opsi relokasi sudah ditawarkan tapi mereka membangkang, jangan ragu untuk ambil tindakan tegas.

Sejatinya, keberanian PKL untuk melawan tak lepas dari beking dari kelompok preman dan mungkin ada oknum aparat atau tokoh masyarakat yang menjanjikan ‘keamanan’ terhadap mereka. Ketika setiap hari/bulan menyetor uang keamanan, wajar jika sekarang mereka teriak saat diusir.

So, tak ada pilihan lain bagi Jokowi-Ahok selain menabuh genderang perang terhadap para preman Tenabang. Akhiri pembiaran semua pelanggaran di sini. Penataan harus dilakukan secara komprehensif, tidak sebatas pada relokasi PKL tapi juga rekayasa lalu lintas serta revitalisasi keamanan dan ketertiban. Satu langkah saja Jokowi-Ahok mundur, mustahil kewibawaan negara bisa berdiri tegak di sana.

Selamat berjuang Pak Gubernur & Wakil Gubernur. Doa saya mengiringi kalian…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun