Ada yang janggal dari seleksi calon lurah yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Faktor fisik lebih menentukan daripada kompetensi. Wow, mau melayani rakyat atau mau hadapi musuh?
Semula, pendaftaran dibuka sampai tanggal 12 November 2015. Entah karena pendaftarnya sedikit atau karena alasan lain, pendaftaran diperpanjang hingga 17 November 2015 dan terakhir diperpanjang lagi menjadi tanggal 19 November 2015. Syarat pangkat/golongan pendaftar pun diturunkan dari minimal III/c menjadi III/b. Selain itu, semua sekretaris kelurahan yang saat ini sedang menjabat diwajibkan untuk mendaftar.
Meski terkesan mengobral kesempatan menjadi lurah, panitia menunjukkan paradoks karena ada tambahan tahap seleksi yang justru bisa mengeliminasi banyak calon. Tahapan tambahan yaitu tes kesamaptaan dan kebugaran. Disebutkan di pengumuman terbaru bahwa tes dimaksud merupakan prasyarat bagi uji kompetensi dalam rangka seleksi terbuka jabatan calon lurah yang dapat menggugurkan peserta meskipun yang bersangkutan lulus tes kompetensi.
Kalimat tersebut sebetulnya ambigu. Kalau memang prasyarat uji kompetensi, artinya peserta tidak bisa ikut uji kompetensi jika tidak lulus tes kesamaptaan dan kebugaran. Jika benar begitu, mengapa disebutkan peserta bisa gugur meskipun lulus tes kompetensi. Di sini saya menangkap kesan ada penekanan untuk kesamaptaan.
Saya sendiri tidak mengerti logika di balik kebijakan yang memprioritaskan kesamaptaan/ kebugaran ketimbang kompetensi. Memangnya lurah seperti apa yang dibutuhkan Jakarta?
Mungkin tidak sedikit pembaca yang belum familiar dengan istilah kesamaptaan. Karena saya juga tidak terlalu paham dengan konsep ini, maka saya mencari referensi dari beberapa sumber. Kesamaptaan berasal dari kata dasar samapta yang mendapat awalan “ke-” dan akhiran “-an”. Kata samapta mempunyai padanan dengan kata ready atau prepared yang memiliki pengertian dalam keadaan siap atau persiapan secara fisik (Kamus Bahasa Indonesia). Jadi, kesamaptaan bisa dimaknai sebagai kesiapsiagaan.
Tes kesamaptaan adalah menu wajib dalam seleksi taruna militer, kepolisian, dan IPDN. Beberapa posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu juga ada yang harus melewati tes ini. Namun, biasanya uraian pekerjaan mereka memang membutuhkan kemampuan fisik tertentu seperti misalnya di Lembaga Pemasyarakatan, Keimigrasian, Bea dan Cukai, dan lain-lain. Apa ada cukup alasan sehingga lurah harus banget lulus tes kesamaptaan? Memangnya siapa sih yang dihadapi sehari-hari dalam menjalankan tugas?
Uji kesamaptaan tidaklah mudah, biasanya melalui ujian lari 12 menit (item A) dan ujian pull up, ujian sit up, ujian push up, serta ujian shuttle run (rangkaian ujian B). Setiap item penilaian memiliki parameter berapa skor minimal yang harus didapat peserta untuk dinyatakan lulus. Sebagai ilustrasi, berikut ini acuan skor untuk penilaian tes samapta versi TNI AU:
- Nilai 100 untuk item A apabila mampu berlari 3,2 kilometer atau 8 putaran jalur atletik standar olimpiade (400 meter) dalam 12 menit. Calon prajurit TNI umumnya harus mampu melalui minimal jarak 2.400 meter
- Nilai 100 untuk push up jika mampu melakukan 43 gerakan dalam waktu 1 menit
- Nilai 100 untuk sit up jika mampu melakukan 41 gerakan dalam waktu 1 menit
- Nilai 100 untuk pull up jika mampu melakukan 18 gerakan dalam waktu 1 menit
- Nilai 100 untuk shuttle run jika mampu menyelesaikan 3 putaran dalam waktu kurang dari 16 detik
Dengan tes seberat itu, bukan tidak mungkin banyak peserta seleksi calon lurah yang gagal. Dan yang gagal itu bisa jadi yang secara kompetensi cukup baik. Pengecualian untuk pegawai yang merupakan alumni STPDN/IPDN. Jika masih memelihara pola hidup sehat, seharusnya tes kesamaptaan tidak akan menyulitkan mereka.
Lurah dan Tuntutan Zaman
Dalam tulisan terdahulu, saya sudah menjabarkan tantangan pekerjaan lurah di Jakarta yang tidak mudah. Sebagai perangkat daerah, lurah memiliki tanggung jawab pelaksanaan anggaran. Sementara gubernur juga sekarang melimpahkan cukup banyak kewenangan (delegatif) kepada lurah. Tujuannya adalah lurah bisa menjadi estate manager, yang mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.