Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Sopir Taksi Ditunggangi Sang Juragan

22 Maret 2016   10:20 Diperbarui: 22 Maret 2016   11:55 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Selasa (22/03/20160, Jakarta akan kembali diramaikan aksi demonstrasi. Ribuan sopir taksi dan angkot melakukan unjuk rasa (lagi). Mereka menolak kehadiran moda transportasi alternatif yang difasilitasi aplikasi bergerak (mobile app) seperti Uber dan Grab. Benarkah aksi para sopir dilandasi kepentingan mereka sendiri? Atau ada kepentingan lain yang lebih besar di belakangnya?

[caption caption="Ribuan sopir taksi berdemonstrasi di Jakarta (sumber foto: akun twitter TMC Polda Metro Jaya)"][/caption]

Tidak bisa saya pungkiri, aksi demo di hari kerja memang ‘mengganggu’ aktivitas kita. Akan tetapi, unjuk rasa termasuk tindakan menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh konstitusi. Kita sudah tidak hidup di tengah-tengah rezim otoritarian. Maka, tidak cukup alasan untuk melarang demonstrasi. Kalau toh menimbulkan kemacetan, ya Jakarta setiap hari juga sudah macet. Polisi hanya perlu bekerja lebih keras, sementara warga dituntut lebih kreatif mencari jalan alternatif.

Demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara. Siapapun boleh melakukan demo, asal jangan atas dasar paksaan seperti berita di sini. Aksi sweeping jelas tidak dibenarkan. Unjuk rasa juga tidak boleh disertai unjuk kekuatan alias aksi anarkistis.

Demo yang dilakukan para sopir taksi merupakan aksi lanjutan setelah yang pertama pada pekan lalu. Sebelumnya, ketegangan lebih dulu terjadi di kalangan pengojek sepeda motor. Para tukang ojek pangkalan terusik dengan kehadiran ojek berbasis mobile app (Go Jek, Grab Bike, Blu- Jek, dll.). Kementerian Perhubungan pernah melarang ojek  maupun taksi online, walaupun akhirnya dianulir menyusul cuitan Presiden Joko Widodo di media sosial.

[caption caption="Presiden Jokowi merespons kebijakan Menhub (sumber foto: akun twitter Jokowi)"]

[/caption]

Jika dilihat sekilas, permasalahannya sama yaitu bersumber dari persaingan antara pelaku usaha konvensional dengan pendatang baru yang memanfaatkan teknologi. Sudah banyak pakar dan pengamat yang memberi ulasan terkait hal tersebut. Saya hanya ingin menyampaikan pandangan bahwa sejatinya perseteruan antara tukang ojek pangkalan vs ojek aplikasi ini berbeda dengan konflik yang terjadi antara sopir taksi dengan ‘taksi online‘

Dalam kasus pertama, jelas ada pertarungan tidak seimbang antara tukang ojek pangkalan (sebagai perorangan) di satu sisi dengan developer aplikasi penyedia transportasi (sebagai perusahaan). Promosi tarif yang dilakukan Go-Jek maupun Grab Bike jelas tidak bisa dilawan oleh abang-abang opang.  Perusahaan tersebut sekadar membuat aplikasi, kemudian bermitra dengan para pengojek mereka, lantas uang datang sendiri sebesar 20% dari ongkos perjalanan setiap jengkal yang dilalui pengojek mitra mereka. Apalagi sokongan dana dari venture capital yang membuat mereka bisa jor-joran di masa promosi.

Sedangkan dalam pertentangan antara taksi dan pengembang aplikasi penyedia transportasi roda empat, kekuatannya relatif seimbang karena sama-sama merupakan perusahaan. Kalau yang berdemo adalah sopir taksi dari perusahaan-perusahaan kecil atau perorangan kita bisa maklum. Lha ini Blue Bird dan Express juga ikut-ikutan. Dua perusahaan besar yang sama-sama sudah go public.

Memang pasti terjadi penurunan laba perusahaan, karena banyak pelanggan mereka yang beralih ke taksi online. Itu adalah risiko dalam mengelola bisnis. Ketika aplikasi taksi online belum ada, toh mereka yang ada di posisi menindas pengusaha taksi kecil. Dengan puluhan ribu armadanya serta branding yang kuat, mereka menguasai pangsa pasar sehingga menyisakan sedikit saja peluang bagi pengusaha taksi kecil untuk mengais penumpang. Sekarang ketika mereka tak berdaya, langsung menggerakkan taksi-taksi lain dan menciptakan common enemy. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun