[caption id="attachment_370787" align="aligncenter" width="415" caption="Sumber foto: Petisi #InAhokWeTrust #SaveAhok #BanggaAhok @Change.org"][/caption]
Konflik antara Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta semakin memanas. Dalam rapat paripurna, Kamis (26/2) kemarin, lembaga legislatif daerah ibu kota itu sepakat menggunakan hak angket. Sebanyak 106 orang anggota setuju untuk melakukan penyelidikan atas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015.
Ahok tidak tinggal diam. Kalau sebelumnya hanya ‘koar-koar’ kalau APBD disusupi anggaran siluman, ia kini mulai mengungkap sejumlah bukti. Seperti ramai diberitakan media, salah satu proyek yang ditengarai menjadi bancakan DPRD adalah proyek pengadaan UPS di sekolah-sekolah. Dilihat sekilas memang janggal, bagaimana mungkin pengadaan UPS nilainya bisa sampai 6 miliar rupiah. Kalaupun tidak ada mark up, apakah pantas uang sebesar itu hanya dibelanjakan untuk UPS? Asas manfaatnya jelas lebih kecil ketimbang uangnya digunakan untuk kebutuhan lain yang langsung dirasakan masyarakat.
Warga Jakarta pantas bersyukur punya gubernur berani seperti Ahok. Praktek nakal yang dilakukan DPRD ini sebetulnya bukan cerita baru. Lalu, kenapa baru sekarang dibuka? Ya, karena baru sekarang Ahok jadi gubernur. Di masa sebelum pilkada, gubernur dipilih oleh DPRD. Jangan heran kalau gubernur tidak berkutik. Saat gubernur sudah dipilih secara langsung pun tidak serta merta terbebas dari cengkeraman DPRD. Apalagi, seorang gubernur sebelumnya juga diusulkan oleh partai politik saat pilkada.
Saya tidak bermaksud mengatakan gubernur-gubernur terdahulu terlibat atau setidaknya merestui tindakan korup tersebut. Boleh jadi mereka bersikap kompromistis karena ingin pembahasan APBD tidak berlarut-larut dan pelaksanaan kegiatan tidak terhambat. Sedangkan Ahok punya sikap yang berbeda. Ia memilih melawan, dan caranya memang sangat konfrontatif bahkan cenderung provokatif. Hal ini terlihat dari pernyataannya yang membuat kuping anggota DPRD panas.
Melalui hak angket, DPRD berniat menggulingkan Ahok. Berhasil atau tidaknya niat jahat itu, kita lihat saja nanti. Yang pasti, tidak akan mudah. Sekarang mulai terlihat bahwa ulah DPRD justru menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Publik yang sebelumnya tidak tahu keberadaan praktek nakal dalam anggaran kini malah jadi tahu. Kampanye-kampanye di media sosial kini justru menyudutkan DPRD, sampai-sampai ada petisi yang mengajak warga menarik mandat dari wakil rakyat dan ajakan pembubaran DPRD.
Sejatinya, check and balances memang harus terjadi antara eksekutif dan legislatif. Publik patut gembira kalau wakil-wakil mereka di legislatif melaksanakan fungsi control terhadap eksekutif dengan benar. Tapi, warga Jakarta cukup melek politik dan akses terhadap informasi begitu mudah. Dengan terang benderang bisa terlihat siapa antagonis dalam lakon ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H