Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Antara RK dan RW

20 September 2024   08:24 Diperbarui: 22 September 2024   09:59 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil menjanjikan anggaran Rp 100-200 juta untuk setiap RW. Hal ini ia sampaikan pada saat berdialog dengan Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Jumat (6/9) lalu.

Menurutnya, program serupa pernah ia terapkan di Bandung. Selain itu, RK juga mengiming-imingi kenaikan 'gaji' Ketua RT dan Ketua RW.

Sejatinya, Ketua RT dan RW di Jakarta tidaklah menerima gaji, melainkan uang pelaksanaan tugas dan fungsi. Keduanya jelas berbeda. Gaji adalah hak personal seorang pekerja atas pekerjaannya. Sedangkan uang pelaksanaan tugas dan fungsi digunakan untuk operasional lembaga masyarakat.

Tampak jelas RK sedang ingin mengambil hati pengurus RT dan RW. Pertanyaannya, apakah RT dan RW memiliki pengaruh dalam konteks elektoral?

Posisi Vital RT dan RW

RT dan RW memiliki sejarah panjang, mulai dari periode pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945). Pada saat Jepang berkuasa di Nusantara, pemerintah militer Jepang mengeluarkan peraturan mengenai pembentukan azazyookai, tonarigumi, dan kumiai (Kurasawa, 1993).

Setelah Indonesia merdeka, azazyookai dan tonarigumi tidak serta merta dibubarkan, tetapi diadaptasi menjadi bentuk Rukun Kampung dan Rukun Tetangga (RK/RT). Perubahan tersebut diikuti dengan fungsi yang berbeda. Jika sebelumnya, RK dan RT lebih berfungsi sebagai mobilisator untuk romusha dan pemenuhan berbagai kebutuhan penjajah, maka pada masa revolusi fisik fungsinya lebih sebagai dinamisator (Dwianto, 2000).

Dalam perjalanan selanjutnya, RK/RT semakin terikat pada birokrasi pemerintahan, baik di masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin maupun saat rezim Orde Baru. Kebijakan terkait RT dan RW di masa Orde Baru justru lebih mirip dengan periode pendudukan Jepang sebagai instrumen kontrol, indoktrinasi dan mobilisasi warga (Niessen, 1995).

Pascarezim otoritarian Orde Baru, Pemerintah menghapus peraturan-peraturan yang tidak relevan lagi dengan paradigma otonomi daerah di era reformasi. Salah satu aturan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku adalah Permendagri Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pembentukan RT dan RW. Meski demikian, setiap daerah diberikan kebebasan untuk mempertahankan RT/RW, mengubah maupun memodifikasi sesuai kebutuhan (Dwianto, 2000).

Kenyataannya, RT dan RW masih eksis hingga saat ini. Perannya menjembatani hubungan antara warga dengan pemerintah dan sebaliknya belum tergantikan. Pandemi Covid-19 lalu menjadi contoh nyata bagaimana RT dan RW bisa mengambil peran dalam melakukan sosialisasi, pengawasan protokol kesehatan, maupun distribusi bantuan sosial, dan lain sebagainya.

Peran RT dan RW secara elektoral sendiri belum bisa dibuktikan secara konkret. Akan tetapi, dalam khasanah perilaku pemilih, pendekatan sosiologis dapat sedikit menjelaskan. Perilaku memilih menurut mazhab sosiologis dipengaruhi faktor-faktor lingkungan seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain.

Menurut model ini, seseorang memberikan suara dalam pemilu, pada dasarnya adalah suatu pengalaman kelompok, sehingga perubahan perilaku pemilu seseorang cenderung mengikuti arah predisposisi politis lingkungan sosial individu tersebut (Liddle dan Mujani, 2012). Pada masyarakat yang belum terlalu melek politik, pengaruh tokoh lokal dapat memengaruhi pilihannya. Itu mungkin yang membuat para kandidat berusaha mendekati elite-elite lokal di masyarakat untuk mendulang suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun