Partai Solidaritas Indonesia sebagai pendatang baru di DPRD Provinsi DKI Jakarta selalu ingin tampil beda. Setelah menolak pin emas, mereka langsung tancap gas sejak awal pelantikan. Fraksi PSI di DPRD Jakarta membuka posko pengaduan.
Perkara posko pengaduan ini sempat heboh beberapa hari lalu. Muasalnya adalah cuitan Sekjen PSI Raja Juli Antoni. "Dulu rakyat setiap pagi dapat mengadu masalah mereka di Balai kota. Sudah lama hilang. Sekarang Fraksi PSI siap menerima aduan masyarakat. Di Fraksi PSI kantor DPRD lantai 4, Pukul 8-10. Semoga kita dapatkan solusi masalah rakyat," tulis Raja Juli di Twitter, Selasa (27/8).
Pernyataan mantan aktivis Muhammadiyah ini langsung ditanggapi Naufal Firman Yursak, anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan. "Ini contoh hoaks yang disebarkan sekjen parpol karena jarang bangun pagi. Sejak era Djarot, pengaduan di Balai Kota dilakukan sesuai bidang, dilanjutkan Anies sampai sekarang jam 07.30-09.00. Bahkan diperluas ke kecamatan dan kelurahan. Nyebarin hoaks macam ini jangan ditiru ya," cuit akun @firmanyursak di linimasanya.
Fraksi PSI Jakarta pasti punya tujuan yang baik. Saya percaya itu. Seorang wakil rakyat memang harus membuka ruang bagi warga untuk bisa bertemu dan menyampaikan aspirasi. Pada titik ini, inisiatifnya layak diapresiasi.
Masalahnya, cuitan Raja Juli bernada menyerang. Seolah Pemprov DKI Jakarta sudah tidak lagi membuka posko pengaduan di Balai Kota. Tuduhan ini tidak benar seperti diklarifikasi Naufal.
Well, saya tidak akan memperkeruh suasana. Kebetulan saya sangat concern dengan isu pengelolaan pengaduan masyarakat sejak riset saya tiga tahun lalu. Jadi saya cukup paham dinamika di dalamnya. Salah satu terobosan Pemprov DKI Jakarta adalah Citizen Relation Management, yang juga pernah saya tulis di sini.
Cepat Respon Masyarakat
Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan bagaimana komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan warga. Sebagai pengguna layanan (baik administratif, barang, ataupun jasa), warga bisa saja tidak puas dengan pelayanan yang diberikan pemerintah.Â
Keluhan adalah bentuk penting dari umpan balik konsumen yang memberikan informasi unik dan berharga bagi organisasi yang peduli dengan peningkatan kualitas (Gorton, et al., 2005). Untuk keperluan tersebut, dibukalah berbagai kanal atau saluran aspirasi dan keluhan dari warga pengguna layanan. Itu pula yang kami lakukan di Pemprov DKI Jakarta.
Pergeseran perspektif governance secara kuat menyiratkan adanya kebutuhan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta dengan masyarakat. Menurut UNUSCAP (2009), partisipasi publik adalah prinsip dasar dan fundamental bagi kepemerintahan yang baik.
Metode partisipasi konvensional sudah sejak 1960-an dikembangkan dengan berbagai cara dan alat, seperti public hearings, referendum, survei, konferensi, pertemuan di balai kota, dan sebagainya (Rowe dan Frewer, 2000: Shipley dan Utz, 2012). Karakteristik utama dari kebanyakan metode itu adalah membutuhkan kehadiran warga secara fisik pada waktu dan tempat yang ditentukan.
Pemerintah membutuhkan saluran komunikasi yang bisa diakses dengan mudah, cepat dan murah oleh sebesar-besarnya warga (Sadat, 2014). Dengan penetrasi ponsel dan internet yang sangat cepat, media komunikasi bergerak (mobile media communications) menjadi alternatif atas kebutuhan pemerintah akan saluran komunikasi yang partisipatif. Maka, media sosial seperti Facebook dan Twitter pun kemudian bisa menjadi salah satu kanal pengaduan masyarakat.