Para PTB semakin gigit jari melihat teman sejawatnya yang tidak sedang tugas belajar sedang sibuk menghitung berapa TKD Dinamis yang akan diterima. Seperti sudah lama wacananya beredar di media, PNS DKI kini menerima TKD statis (dibayarkan setiap bulan berdasarkan kehadiran) dan TKD dinamis (dibayarkan per tiga bulan berdasarkan kinerja). Nilainya fantastis, bisa mencapai belasan bahkan puluhan juta rupiah. Sampai-sampai muncul anekdot : “TKD Dinamit ternyata bukan mistis”. Sebelumnya banyak pegawai yang skeptis bahwa TKD dengan nilai yang baru hanyalah bualan gubernur belaka sehingga dianggap misterius/mistis.
Tidak cukup sampai di situ, para PTB harus ikhlas tidak menerima TKD ke-13 yang notabene sebagai pengganti Tunjangan Hari Raya (THR) dan penghitungannya sama sekali tidak berbasis kinerja. Bahkan bukan cuma PNS dan CPNS, Pemprov DKI juga memberikan TKD-13 kepada pegawai kontrak. Mengapa kami tidak menerima? Padahal kami juga kan merayakan hari raya.
Kekecewaan yang tidak tertahankan membuat kami akhirnya memberanikan diri untuk bersurat secara resmi kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Melalui surat resmi ini pula kami ingin mengubah kultur buruk birokrasi : suka bergunjing di belakang, tetapi tidak berani terang-terangan melaporkan kepada pimpinan. Kami sampaikan semuanya (kurang lebih isinya sama dengan curhatan di tulisan ini).
Selain memasukkan surat melalui mekanisme konvensional, kami juga mengirimkan file softcopy surat tersebut ke email gubernur. Beberapa teman juga berinisiatif mengirimkan pesan pendek (SMS) untuk melaporkan masalah yang kami hadapi. Konon, masyarakat yang melapor via SMS akan mendapatkan respons yang cepat.
Selain ke gubernur, tembusan surat tersebut juga kami sampaikan ke unit terkait yaitu Badan Diklat dan Badan Kepegawaian Daerah. Untungnya, rekan-rekan di Badiklat cukup responsif dan berjanji membuka ruang dialog dengan kami. Mereka juga bekerja cepat sehingga akhirnya tadi malam sekitar pukul 22.00 (di hari kerja terakhir sebelum cuti bersama), tunjangan pendidikan semester genap ditransfer ke rekening masing-masing PTB. Alhamdulillah.
Sementara itu, tak ada satu pun laporan kami yang sudah ditanggapi oleh Pak Ahok. Kami berusaha berprasangka baik bahwa Pak Gubernur belum sempat membaca surat kami karena begitu banyak pengaduan yang masuk. Masalah yang dihadapi masyarakat mungkin lebih berat sehingga perlu prioritas dari beliau. Kami masih menunggu kebijaksanaan gubernur untuk lebih memerhatikan kami, para pegawai yang konon menjadi tulang punggung DKI di masa yang akan datang. Jika tidak, ya mungkin sudah nasib kami menjadi “anak tiri” dari Bapak Gubernur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H